Oleh : Muklis Irawan*


Peringatan Hari Buruh 1 Mei 2010 di Jombang Jawa Timur merupakan hari yang fenomenal jika dibandingkan dengan peringatan-peringatan sebelumnya. Di tingkat nasional ditandai dengan aksi protes Buruh Drydocks pada 22 April 2010. Buah dari penindasan yang diterima oleh buruh, baik secara fisik maupun psikis. Sedangkan di tingkat lokal, aksi buruh kali ini dan juga seperti tahun lalu, dipahami sebagai aksi solidaritas rakyat Jombang.

Kita harus belajar, penindasan yang dilakukan oleh Drydocks menjadi bukti bahwa nasib buruh di Indonesia tidak kunjung membaik. Sistem outsourcing, upah yang tidak sesuai dengan kebutuhan lokal, dan tekanan secara psikis dan pelecehan kepada buruh perempuan di dunia kerja yang kerap terjadi. Prinsip keamanan dan laba yang tinggi dalam berinvestasi dipegang teguh oleh pemiliki modal walaupun mengorbankan rasa kemanusiaan.

Solidaritas menunjukan kebersamaan dan perasaan sama ketika menghadapi dan memperjuangkan penyelesaian masalah. Persoalan yang dihadapi buruh adalah PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) sepihak, sistem kerja kontrak dan outsourcing yang sangat jauh dari paradigma kesejahteraan. Tapi persoalan yang terjadi di Jombang bukan hanya buruh, anggaran pendidikan belum sampai 20%, kekerasan terhadap perempuan, dan kasus tanah dalam pembangunan jalan tol Trans Jawa.


Tanda Mata untuk May Day 2010

May day tahun ini juga ditandai dengan ancaman upah yang minim dan PHK yang cukup besar di Jawa Timur. Diberlakukannya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) per 1 Januari 2010 lalu membuat setiap perusahaan menyusun strategi agar perusahaan tetap berjalan. Salah satunya adalah mem-PHK buruh untuk mengurangi biaya produksi.

Menurut berita yang dilansir oleh Okezone, Jum'at, 9 April, Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Jawa Timur (Jatim) mencatat, hingga akhir Maret lalu sebanyak 872 pekerja di Jatim terkena PHK. Jumlah ini didapat berasal dari 29 perusahaan yang ada di Jatim. Kepala Disnakertransduk Jatim Gentur Prihantono mengatakan, jumlah PHK ini dinilai masih wajar di tengah kekhawatiran akan terjadi gelombang PHK massal selepas pemberlakuan perjanjian perdagangan bebas (FTA) ASEAN-China per 1 Januari lalu.

Sedangkan di Jombang beberapa hari menjelang May Day diwarnai dengan aksi puluhan pekerja yang tergabung dalam Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI) Independen pada 26 April 2010. Mereka memprotes PHK sepihak yang terjadi di PT. Seng Fong Moulding Perkasa Jombang, Jawa Timur. Mereka menuntut agar 40 buruh yang menjadi korban PHK untuk kembali dipekerjakan. Selain itu diberlakukannya hak normatif para buruh seperti cuti, upah lembur, status kerja, dan khususnya bagi pekerja perempuan dengan cuti haid.

Karut marutnya masalah buruh upaya pemerintah melalui Menakertrans membuat satu langkah terobosan. Ia melakukan pembicaraan strategis dengan melibatkan selain pengusaha juga organisasi-organisasi buruh seperti Serikat Pekerja Nasional, KSBSI, KASBI, KSPSI, PPMI, dan KSPI. Dari unsur pemerintah hadir pula jajaran kepolisian RI, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Negara BUMN. Sayangnya pertemuan ini belum menghasilkan satu kesepakatan hukum bahwa sistem outsourcing harus dihapus dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja harus dipenuhi.

Negosiasi politik yang tidak transparan mengundang sejuta tanya. Benarkah pemerintah begitu mendukung upaya-upaya gerakan buruh untuk mencapai kesejahteraan? Begitu mudahkah para pengusaha mengamini tuntutan para buruh melalui organisasi masing-masing yang terlibat dalam pertemuan tersebut. Padahal mereka, pengusaha, mulai merasakan desakan barang-barang produksi dari Cina yang terkenal baik dan murah?. Fakta bahwa buruh selalu dilemahkan harus dipegang kuat agar tidak mudah terbuai oleh langkah politik pemerintah.

Para pemiliki modal sangat berkehendak untuk diberlakukannya sistem outsourcing dalam ketenagakerjaan pabrik meskipun sistem tersebut tidak diakui oleh UU 13 tahun 2003. Sistem tersebut sangat ampuh untuk membungkam gerakan para buruh. Kalaupun ada keinginan dari buruh untuk menuntut penyelesaian persoalan perburuhan maka seyogyannya berunjuk rasa tidak terhadap perusahaan tetapi kepada siapa mereka berinduk kerja. Sistem tersebut mengaburkan sistem mediasi tripartit atau bipartit dalam perburuhan. Ke mana buruh akan menuntut uang pesangon jika terjadi PHK sedangkan secara norma hukum terikat dengan pemilik jasa outsourcing. Apakah persoalan ini bisa dijawab dalam Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)? Selain itu, sistem outsourcing memperkuat budaya penghisapan hasil kerja seseorang. Faktanya yang bekerja adalah seorang buruh di suatu pabrik, tapi hasil jerih payahnya berupa gaji harus dibagi kepada pemberi kerja atau mandor.


Perlawanan Rakyat

Persoalan buruh yang belum kunjung usai disebabkan perbedaan kepentingan antara pengusaha dan buruh. Dan sebenarnya perbedaan ini bisa diselesaikan jika pemerintah lebih tegas mensikapi. Berdasarkan pengalaman selama ini pihak pemerintah cenderung mendukung kepentingan pengusaha dengan dalih pertumbuhan ekonomi. Pandangan ini seperti pandangan ekonom Orde Baru yang lebih mementingkan pertumbuhan dari pada pemerataan. Maka dalam berbagai kasus yang melibatkan pengusaha sangat jarang dimenangkan oleh buruh.

Tunduknya pemerintah dihadapan kepentingan ekonomi harus disikapi dengan memperkuat gerakan buruh yang melibatkan elemen strategis lainnya. Isu buruh bukan lagi dimiliki oleh kaum buruh semata. Setiap buruh memiliki keluarga yang harus dihidupi dan tinggal di suatu tempat dalam ruang sosial-politik-ekonomi. Maka gerakan buruh harus menjelma menjadi gerakan perlawanan rakyat seutuhnya.

Menguatnya gerakan rakyat merupakan tanda kesabaran sudah menyentuh titik nadir. Ia lahir baik melalui kerja-kerja pengorganisasian atau spontan. Kita harus banyak belajar dari dua peristiwa yang terjadi dalam bulan April lalu. Perlawanan yang dilakukan oleh sejumlah orang tanpa terkoordinir dalam peristiwa pembongkaran makam mBah Priok adalah contoh perlawanan rakyat. Mereka terikat dengan solidaritas dan persoalan yang sama lalu meletuplah kemarahan kepada pemerintah (Satpol PP). Begitu pula perlawanan yang dilakukan oleh buruh Drydocks.

Contoh lain yang bisa kita pelajari mogoknya para pekerja Pertamina Indramayu selama satu minggu, rentang waktu 17 hingga 23 Maret 2010, sehingga berhenti beroperasi. Sekitar 75% dari total produksi dari mulai eksplorasi sampai pada pengolahan dan distribusi macet akibat mogok massal pekerjanya. (Buletin Elektronik SADAR, Eka Pangulimara).

Di Jombang aksi gerakan buruh telah menjelma menjadi aksi rakyat Jombang. Aksi ini bukan hanya mengangkat isu buruh yang bekaitan dengan sistem outsurcing dan PHK. Banyaknya elemen peserta aksi juga menyuarakan persoalan lain yang dialami sekelompok masyarakat di Jombang.

Sebelum aksi dilakukan, koordinator masing-masing kelompok telah mengadakan 4 kali pertemuan persiapan. Rapat semula di lakukan di Sekretariat Majalah SOERAT, Kantor Alharaka, dan sekretarit buruh Plywood di Diwek. Kuatnya jalinan solidaritas membuat pembiayaan aksi dilakukan dengan iuran dari setiap orang buruh dan lembaga-lembaga lain. Aksi ini disepakati dengan menggunakan nama Front Perjuangan Rakyat Jombang (FPRJ). Ada dua organisasi dari organisasi buruh: SBPJ (Serikat Buruh Plywood Jombang) dan FNPBI-I (Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia Independen); Organisasi rakyat KRJB (Konsorsium Rakyat Jombang Berdaulat) dan FJKT (Forum Jama’ah Korban Tol); Elemen mahasiswa seperti PMII, FMN, GMNI; Unsur LSM: LAKPESDAM NU Jombang dan WCC Jombang.

Aksi di hari peringatan buruh tahun ini dilakukan merupakan wujud luapan amarah dari persoalan yang terjadi di Jombang pada akhir tahun 2009 dan awal 2010. Salah satunya adalah pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol trans Jawa. Harga yang sangat murah antara Rp 50 ribu-Rp 100 ribu membuat sekelompok orang yang menamakan dirinya FJKT terlibat dalam aksi di bulan Mei ini.

Angka kekerasan dan pelecehan seksual di Jombang yang cenderung naik menjadi bahan persoalan lain yang dirasakan. Tuntutan kuota 30% bagi perempuan di politik dipandang sebagai langkah awal memperjuangkan kesetaraan dan keadilan laki-laki dan perempuan. Sedangkan dari elemen mahasiswa mempertanyakan APBD Jombang untuk pendidikan yang belum sampai 20% sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi. Sekolah mahal tetap menjadi momok bagi masyarakat untuk memperoleh akses pendidikan. Atas dasar tersebut, meskipun UU BHP (Badan Hukum Pendidikan) telah ditolak dalam uji materi di MK (Mahkamah Konstitusi), bukan berarti ancaman komersialisasi pendidikan terhenti.

Maka aksi yang dilakukan tidak lagi menjadi domain pokok kaum buruh tanpa melibatkan elemen-elemen lain yang mempunyai kepentingan sama, keadilan dan kesejahteraan. Saatnya aksi tidak hanya diikuti oleh buruh yang berasal dari satu pabrik. Aksi dilakukan dengan membangun aliansi yang diikuti oleh dua organisasi buruh dari dua pabrik, PT. Plywood dan PT. Seng Fong Moulding Perkasa dan kelompok-kelompok lain.

Momentum 1 Mei digunakan sebagai peringatan bersama bahwa rakyat Jombang sebenarnya masih tertindas. Buruh tertindas secara ekonomi oleh pemiliki modal, FJKT tertindas dalam penentuan harga tanah, koperasi-koperasi ibu/ibu atau perempuan tidak memeiliki akses permodalan. Di ranah sosial budaya, kelompok koperasi ibu-ibu miskin tidak diakui keberadaanya oleh Pemda Jombang. Rasa ketertindasan juga dirasakan oleh warga Jombang di ranah politik. Masalah yang dihadapi oleh FJKT tidak disikapi secara arif. Pembiaran bahkan pemerintah sendiri yang sebenarnya bermain dan DPRD hanya mengamini. Tidak satupun dukungan politik dan moral kepada FJKT. Kalaupun ada saat ini bisa dibilang terlambat. Persoalan ganti rugi ini sudah berlangsung hampir 1 tahun dan para pemilik tanah dibiarkan terkatung-katung.

Satu aksi ragam isu ini lahir dari perasaan senasib yang kemudian menjadi pelecut kebersamaan antar sesama warga Jombang yang menuntut adanya perubahan bagi rakyat.


* Penulis adalah anggota Perkumpulan Alharaka Jombang, sekaligus anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Jombang.

** Siapa saja dipersilahkan mengutip, menggandakan, menyebarluaskan sebagian atau seluruh materi yang termuat dalam portal ini selama untuk kajian dan mendukung gerakan rakyat. Untuk keperluan komersial pengguna harus mendapatkan ijin tertulis dari pengelola portal Prakarsa Rakyat. Setiap pengutipan, penggandaan dan penyebarluasan sebagian atau seluruh materi harus mencantumkan sumber (portal Prakarsa Rakyat atau www.prakarsa-rakyat.org).

0 Comments:

Post a Comment