Temukan Makna Pekerjaan Anda Agar Hidup Anda Lebih Menyenangkan!


DATA BUKU:

Penulis: Matthew B. Crawford
Edisi: Februari 2012
Penerbit: Penerbit Gemilang
Ukuran : 13 x 20 cm
Tebal: 274 halaman
Genre: Pengembangan Diri
ISBN: 978‐602‐19854‐0‐3
Harga: Rp. 47.500,00               

SINOPSIS:

Hanya tiga hari setelah terbit, Shop Class as Soulcraft menduduki urutan ke-23 dalam daftar buku laris New York Times. Bahkan dalam tempo tiga minggu, buku ini telah dicetak ulang lima kali. Tak hanya itu, pada 2009, karya ini menyabet penghargaan sebagai buku terbaik dari belasan media massa ternama, antara lain New York Times, Publishers Weekly, Wall Street Journal, Financial Times, serta memenangi Borders Original Voices Award.

Dalam buku ini, Matthew B. Crawford menguraikan pandangan mencerahkan tentang manfaat kerja manual dan terampil. Berdasarkan pengalaman pribadinya, doktor filsafat politik yang juga pemilik bengkel motor ini menunjukkan betapa kerja-kerja manual berbasis pikiran dan keterampilan tangan sangatlah menyenangkan dan menghasilkan kepuasan intrinsik yang luar biasa.

Buku ini menawarkan gairah kemandirian. Di dunia modern di mana pendidikan diorientasikan sepenuhnya untuk mengubah individu menjadi “knowledge worker”, karya ini sungguh unik, menggugah, dan menginspirasi.
 
ENDORSEMENT:

“Buku yang sangat memikat tentang keunggulan manusia yang kurang dihargai dalam kehidupan masyarakat kontemporer.”
—Francis Fukuyama, New York Times

“Sangat menggugah … mengingat ada jutaan penganggur tengah berjuang mencari pekerjaan—apa saja, sesuai dengan keahlian dan bakat mereka—untuk semakin merekatkan hidup dan penghidupan.”
—Philadelphia Inquirer

“Crawford menawarkan sebuah filosofi kerja. Testimoni pribadinya membuat banyak pembaca tergetar. Kesaksiannya menggugah pembaca untuk berpikir ulang tentang pekerjaan mereka.”
—Washington Times

“Analisis menarik dan penting tentang nilai kerja dan keterampilan tangan. … Kritik sosial yang inspiratif serta eksplorasi pribadi yang mendalam. … Bacaan wajib bagi semua pemimpin pendidikan.”
—Library Journal

“Buku menarik ihwal moralitas dan metafisik… yang menggambarkan realitas praktis. Kombinasi testimoni dan refleksi pribadi yang luar biasa. Anda tak mungkin mengabaikannya.”
—Harvey Mansfield, Guru Besar Harvard University

“Crawford mengajarkan sesuatu yang telah raib dalam kehidupan kontemporer, yaitu bekerja dengan keterampilan tangan, sebuah kearifan konvensional yang lama tenggelam ditelan budaya canggih teknologi. Ia muncul bagaikan sekoci di tengah cakrawala.”
—Rod Dreher, penulis Crunchy Cons

“Buku ini mendakwa cara kerja modern yang mematikan indra. Penulisnya menggambarkan betapa sistem pendidikan modern telah melakukan kekerasan terhadap sifat sejati kita sebagai Homo Faber.”
—Reihan Salam, editor The Atlantic

“Crawford mengupas sesuatu yang besar; tentang budaya (modern) yang benar-benar menyepelekan kerja manual sehingga kehilangan ajaran pokoknya perihal bagaimana menjalani kehidupan secara menyenangkan (dan cakap).”
—Washington Post

“Dengan kecerdasan dan humor, Crawford memadukan pengalamannya sebagai pemilik bengkel dengan cara-cara bekerja yang sangat filosofis.”
—Publishers Weekly

“Siapa pun yang harus bekerja dalam hidup ini sebaiknya mendengarkan nasihatnya.”
—Richmond Times Dispatch

“Shop Class as Soulcraft sanggup membalik pendapat Anda tentang kerja dan membuat Anda berpikir ulang perihal karier. … Tulisan yang penuh semangat dan sangat mendalam.”
—Washington Post

“Buku ini meyakinkan kita bahwa mengetahui cara membuat dan memperbaiki sesuatu jauh lebih memuaskan ketimbang menjadi ‘pekerja ilmu pengetahuan’ yang tak berketerampilan.”
—Boston Globe

TENTANG PENULIS:

MATTHEW B . CRAWFORD adalah penulis, filsuf, dan mekanik. Saat ini ia menjadi peneliti di Institute for Advanced Studies in Culture, University of Virginia, Amerika Serikat. Pemilik sekaligus pengelola bengkel Shockoe Moto di Richmond, Virginia, ini meraih gelar doktor bidang filsafat politik dari University of Chicago, setelah sebelumnya menekuni bidang fisika dalam studi sarjananya.

Pada September 2001, Crawford menjabat Direktur Eksekutif George C. Marshall Institute, namun lima bulan kemudian ia meninggalkan lembaga tersebut. Selain peneliti dan tukang bengkel, Crawford adalah contributor The New Atlantis, sebuah jurnal tentang teknologi dan masyarakat.
 
=============================
PT Pustaka Alvabet (Penerbit)
Jl. SMA 14 No. 10, Cawang, Kramat Jati,
Jakarta Timur, Indonesia 13610
Telp. +62 21 8006458
Fax.  +62 21 8006458

Oleh : Jerry Indrawan Gihartono, S.IP*


Gaya hidup adalah frame of reference yang dipakai seseorang dalam bertingkah laku dan konsekuensinya akan membentuk pola perilaku tertentu. Terutama, apabila ia ingin dipersepsikan oleh orang lain, karena itu gaya hidup sangat berkaitan dengan bagaimana ia membentuk image di mata orang lain, berkaitan dengan status sosial yang diproyeksikannya. Kondisi ini berlaku juga untuk para Anggota DPR kita di Senayan sana.

Bila kita bertandang ke Senayan, kita memang akan melihat deretan mobil-mobil mewah terparkir di sana. Mobil sekelas Alphard yang harganya miliaran rupiah menghiasi parkiran gedung parlemen. Belum lagi, mobil-mobil mewah lainnya (dilansir okezone.com), seperti Lexus yang berharga sekitar Rp. 1,1 miliar, Mercedes Benz seri GL: Rp. 1,9 miliar, Velfire : Rp1,1 miliar, Hummer: Rp1,4 miliar, Jeep Wrangler Rubicon: Rp. 900 juta, Toyota Harier: Rp. 660 juta. Selain kendaraan masih banyak hal-hal lain, seperti rumah yang bertambah, tidak hanya bertambah 2, tapi bisa sampai 5 rumah per setiap anggota dewan. Belum lagi kebiasaan-kebiasaan perlente lainnya, seperti gaya berpakaian yang tak jarang sangat berlebihan.

Sikap hidup Anggota DPR yang menunjukkan gaya hidup bemewah-mewahan seperti itu dinilai tidak etis, sebab, sikap demikian sangat bertolak belakang dengan kondisi bangsa yang banyak masyarakatnya masih miskin, dan juga kinerja DPR sendiri yang terbilang minim. Perihal kepemilikan barang oleh seseorang adalah hak, termasuk kepemilikan barang-barang mewah. Namun, para wakil rakyat seharusnya memiliki kepekaan sosial akan kondisi bangsa yang masih terpuruk dan kekurangan. Sedangkan di sisi lain, kinerja para wakil rakyat dia katakan masih buruk. Padahal, mereka selama ini hidup dan merasakan kemewahan dari pajak yang diberikan rakyat. Apakah kinerja DPR “sebagus” penampilan sehari-hari mereka? Mari kita lihat di bawah ini korelasinya.

Kinerja DPR

Awal pengabdian 560 anggota DPR terpilih periode 2009-2014 adalah 1 Oktober 2009. Jumlah anggota baru mendominasi DPR periode 2009-2014, yaitu mencapai 70,54%, dengan latar belakang beranekaragam. Misalnya, dari anggota DPD, DPRD Provinsi atau Kabupaten/Kota, mantan menteri, mantan pejabat daerah (bupati/wakil bupati, dan gubernur/wakil gubernur), pengusaha, pensiunan PNS (Pegawai Negeri Sipil), swasta, wiraswasta, Purnawirawan TNI/Polri, dan artis.

Yang menarik kita soroti adalah segi usia dan pendidikan, misalnya, sebesar 92,86% anggota DPR memiliki gelar sarjana. Jumlah itu meningkat sebesar 9,41% dari periode sebelumnya.. Aspek lain juga diharapkan mempengaruhi kualitas dan efektifitas kinerja DPR mendatang adalah mereka juga tampil lebih muda, dengan 62,14% anggota berusia berkisar antara 23 sampai 50 tahun atau meningkat sebesar 9,96%. Anggota DPR periode 2009-2014 ini diisi oleh politisi muda yang masih segar dan bersemangat. Asumsinya, anggota DPR yang muda lebih progresif dalam perubahan ketimbang mereka yang berusia di atas 50 tahun.

Secara umum gambaran di atas memberikan harapan bahwa anggota DPR terpilih hasil pemilu 2009 lebih baik dari periode sebelumnya. Sehingga tidak berlebihan bila ekspektasi masyarakat juga sangat besar bahwa DPR mendatang memiliki kinerja serta kualitas lebih baik.

Akan tetapi, harapan tinggal harapan, ukuran kualitas DPR baik atau tidak tentunya dari sisi pembuatan legislasinya. Dalam Prolegnas 2010-2014, dari 248 RUU yang masuk daftar, sebanyak 165 atau 66,53% persen merupakan usulan pemerintah. Sementara RUU usul inisiatif DPR hanya 83 atau 33,47%. Pemerintah mengambil jatah dua pertiga, sementara DPR hanya sepertiga!

Menurut Eryanto Nugroho dari PSHK sampai desember tahun lalu saja sejak DPR dilantik 1 Oktober 2009, mereka hanya berhasil menyelesaikan 22,86% (16 dari 70 RUU prioritas prolegnas tahun 2010). Dari 8 RUU yang merupakan hasil prioritas prolegnas 2010 tersebut, RUU berasal dari inisiatif DPR (36 RUU) hanya bisa diselesaikan sebanyak 6 RUU saja (16,67%) dan RUU dari inisiatif Pemerintah (34 RUU) hanya bisa diselesaikan 2 RUU saja (atau 5,88 %). Penambahan 17 RUU baru ditengah jalan (maksudnya 15 RUU tambahan, dan dikeluarkan 2 RUU tapi 2 RUU diajukan), hanya berhasil disahkan 2 RUU saja yakni RUU Holtikultura dan Revisi RUU Cagar Budaya. Produk legislasi DPR di tahun 2010 merupakan persentase terendah (tidak lebih tinggi kecuali dibandingkan tahun 2005) jika dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya.

Rendahnya capaian penyelesaian RUU oleh DPR tersebut menunjukkan bahwa kinerja mereka ternyata tidak sebanding dengan gaya hidup yang mereka pertontonkan kepada khalayak umum.

Survei Transparency International Indonesia (TII) malah menunjukkan bahwa DPR adalah salah satu lembaga terkorup di Indonesia, dan hal ini menjadi stigma di masyarakat ketika mereka bicara tentang DPR.. Bukan ukuran prestasi, tetapi tingkah polah mereka yang sama sekali tidak merakyat. Kita pun patut mencurigai dari mana asal kekayaan yang mereka gunakan untuk menunjang gaya hidup macam itu, apakah dari korupsi?

Saya merasa bahwa gaya hidup seperti itu dapat memicu terjadinya korupsi. Satu bentuk dari korupsi itu adalah sikap tidak wajar, karena korupsi dalam arti hukum itu mengambil uang negara dengan memperkaya diri sendiri dengan cara-cara melawan hukum. Dikaitkan dengan adanya praktik mafia anggaran, muncul kecurigaan bahwa dana yang diterima itu bukan dana yang dihasilkan dari keringat sendiri, tetapi dari praktik-praktik penyelewengan kekuasaan. Sikap hidup bermewah-mewah dapat mendorong sifat tak puas dan selalu berusaha memenuhi kebutuhan dengan segala cara. Akar korupsi berawal dari ideologi hedonis yang cenderung pragmatis, sehingga terkesan wajar saja jika DPR selalu menjadi bintang dalam setiap pemberitaan-pemberitaan buruk di negeri ini.

* Penulis adalah Kepala Divisi Ekonomi Politik LSM Koalisi Persatuan dan Kesatuan (KPK), sekaligus Anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul jabodetabek.

** Siapa saja dipersilahkan mengutip, menggandakan, menyebarluaskan sebagian atau seluruh materi yang termuat dalam portal ini selama untuk kajian dan mendukung gerakan rakyat. Untuk keperluan komersial pengguna harus mendapatkan ijin tertulis dari pengelola portal Prakarsa Rakyat. Setiap pengutipan, penggandaan dan penyebarluasan sebagian atau seluruh materi harus mencantumkan sumber (portal Prakarsa Rakyat atau www.prakarsa-rakyat.org).


Oleh: Yayak Yatmaka

"Aku, Menolak Takluk"

Namaku Tukijo, atau Parmin, atau Marni atau apapun lah kau sebut. Tinggal di kampung dekat pantai mengandung pasir besi, awalnya adalah berkah dan selalu membawaku dekat dengan Tuhanku. Bahkan menyatu.

Aku menolak takluk, karenanya sekarang tinggal di kotak sepi dan beku ini. Terlalu kecil untuk dibilang ruang. Meski ada jendela kecil, itupun hanya tempat untuk tanda masih adanya angin dan udara di bumi ini. Kadang dibuat gelap, kalau saja aku marah dan mengamuk. Karena, aku selalu saja menolak dibilang salah hanya karena membela tanamanku, menjaga kampungku, menghormati warisan leluhurku sekuat tenagaku.  Dan tak terima ditempatkan disini, di kotak berjeruji besi ini. Aku menolak takluk dan disinipun tak membuatku menyerah. Karena ada ombak di semangatku, ada api di kepalku, ada matahari di dadaku. Bergulung. membara, menyala.

Aku menolak membacai ceritera pendek atau panjang atau puisi atau essay atau feature ataupun ceracau2 dikoran2 atau majalah , apalagi di Internet. Bukan hanya karena tak ada, tapi memang percuma. Utamanya tulisan kaum muda. Yang karena telah belajar sampai setinggi2nya tempat belajar, justru makin membutakan hati dan perhatian mereka atas kemanusiaan . Barangkali karena sangking tololnya, tak mengerti aku kenapa mereka mau membuang banyak waktu. tenaga dan uang mereka untuk duduk di depan mesin komputer, tanpa henti, sambil mencari2 ilham, berkeliling jagad maya, hingga rela menjauhkan diri dari tubuhnya sendiri, dari masyarakat di sekelilingnya dan dari kerja2 nyata yang menyehatkan diri mereka, seperti halnya kerjaku: bertani. Muak aku pada mereka itu. Mereka yang bersemangat untuk menipu dirinya sendiri dengan kenyataan2 palsu atau rekaan yang juga benar2 palsu. Sementara itu, orang senasibku, lebih dari dari seribu nyawa meregang, terancam jiwa dan hidup mereka, ada di sekitar mereka. Bertanah air sama. Berbahasa sama.Sedang membangun ceritera nyata,bahkan sejarah peradaban umat manusia, tapi terlewat dari mata, kuping dan hati para penulis terpelajar itu. Bukan aku pengin dikenal, tapi perkara nyata yang kami hadapi akan tercatat sepanjang umur bumi. Hingga kalau kami mati di tengah perjuangan kami, ada lah tinggalan yang bisa dipelajari. Tentang kesungguhan, tentang semangat, tentang kesetiakawanan, tentang rasa cinta tanah air, tentang kehormatan diri dan penolakan untuk membiarkannya jadi korban penindasan, penjajahan, pelemahan hati untuk terus siap berlawan. Kalau saja mereka, para penulis itu menyukai diri mereka menjadi korban, maka mereka itu memang mahluk tak berguna! Setidaknya, untuk aku.

Aku menolak untuk takluk, karena itulah aku ada disini. Aku menolak tanah kelahiranku di aduk2. Aku menolak tanamanku, yang membuatku gembira saat setiap daun dan bunganya bertumbuhan, hingga umbi dan buahnya bisa kupetik dan menghidupi keluargaku. Aku menolak tanah airku dikuasai orang2 asing antah berantah, yang pasti tak peduli pada kesengsaraanku, dan orang2 sekampungku, karena kebun yang kami buat, dari menggali dan menyingkirkan pasir secangkulan demi secangkulan, lalu kita tanami dengan sepenuh cinta yang kami punya, akan dirusaknya. Aku menolak diusir dari situ dengan semena2, karena aku diajarkan untuk menghormati dan melaksanakan ajaran para leluhur, para guru serta pahlawan, untuk tidak dikuasai oleh para penjajah dan penindas jiwa, pikiran dan tubuhku. Siapapun dia.

Namaku Tukijo, atau Parmin, atau Murni atau apapun lah kau sebut, dengan ini bernyata diri: "Di atas tanah leluluhur kami, di atas kebun kami, kami siap bilang:

"Sesentuhan jari dikening pun,
sejengkal tanah di bumi milik kami pun,
akan kami pertahankan sampai mati!".
Aku, menolak takluk!
Aku, menolak tunduk!

(2012)

*Catatan untuk Tukijo yang ditahan Kepolisian Yogya karena memimpin perlawanan menolak penambangan pasir vesi di Kulon Progo. Juga untuk rakyat di pantai Kebumen yang 10 Feb kemarin diancam, diintimidasi oleh preman2 PT MNC dan tentara, tapi tak bergeming. Terus melawan.

"Tolak Pertambangan Pasir Besi di Sepanjang Pesisir Selatan Jawa!", 2012. 9 Februari 2012, Perusahaan Tambang Pasir Besi PT MNC di Kebumen, mengerahkan Preman untuk mengintimidasi Rakyat setempat yang menolak keberadaan Tambang yang merusak ekosistem dan ladang pertanian rakyat setempat. Penolakan yang sama terjadi di sepanjang pantai selatan Jawa. Pemda setempat, rata2 mendukung adanya penambangan itu (Perusahaan Lokal dan Asing). Penghianatan UUD'45 Ps.33 terus berlanjut. Mohon dukungan pada perjuangan rakyat itu.....Sebelum darah tumpah mempertahankan tanah air milik bersama!

Oleh: KJPL

Kalimantan  | Nasib masyarakat Dayak di Kalimantan Timur menunjukkan bahwa Indonesia harus melindungi hak-hak masyarakat adat,  jika ingin mencapai target ambisius dalam mengurangi emisi dari deforestasi.

Masyarakat Dayak Benuaq di Muara Tae, Kabupaten Kutai Barat,  saat ini diserang oleh dua perusahaan sawit yang menggusur lahan adat mereka dengan agresif. Masyarakat bersama Telapak berjaga di pos terdepan sebagai upaya terakhir untuk menyelamatkan hutan terakhir dari kehancuran.

Minggu ini, EIA (Environmental Investigation Agency) – organisasi lingkungan yang berbasis di London- telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana perjuangan masyarakat Muara Tae, dan bagaimana kearifan lokal mereka dalam memanfaatkan hutan dapat membantu Indonesia untuk mencapai target ambisius mengurangi emisi gas rumah kaca.

Forest Team Leader EIA, Faith Doherty mengatakan, ”Terdapat lebih dari 800 kepala keluarga di Muara Tae yang bergantung pada hutan sebagai sumber makanan, air, obat-obatan, budaya dan identitas. Sederhananya, mereka harus menjaga hutan mereka untuk dapat bertahan hidup.”

“Retorika dari Presiden Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dengan mengurangi deforestasi sangat kuat. Namun di garis depan, dimana masyarakat adat mempertaruhkan nyawa untuk menyelamatkan hutan mereka tidak ada tindakan nyata dari Pemerintah. Memberikan hak pada masyarakat adat seperti masyarakat Dayak Benuaq ini merupakan langkah vital untuk mengurangi bencana deforestasi di Indonesia,” kata Faith.

Presiden Indonesia telah berjanji akan mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 26 persen pada 2020, melawan prinsip bisnis dan di saat yang bersamaan menyumbang pertumbuhan ekonomi yang substansial.

Ekspansi perkebunan tidak dapat dihindari akan menjadi elemen pertumbuhan yang signifikan, namun sejarah membuktikan bahwa ekspansi telah menjadi penyumbang utama emisi gas rumah kaca. Seperti yang telah diketahui dan diakui bersama bawa untuk menghindari hal tersebut, saat ini ekspansi perkebunan harus diarahkan ke lahan yang telah terdegradasi.

Lemahnya perencanaan spasial telah menyebabkan hutan Muara Tae teridentifikasi sebagai wilayah APL (Area Penggunaan Lain). Hal tersebut berarti hutan Muara Tae tidak termasuk dalam ‘wilayah hutan’ dan terbuka untuk dieksploitasi.  Pencurian hutan adat juga menimbulkan pertanyaan serius mengenai bentuk pembangunan seperti apakah yang ditawarkan oleh perusahaan perkebunan.

Masyarakat adat Dayak Benuaq di Muara Tae memiliki sumber daya hutan yang paling bernilai. Kearifan lokal mereka dalam mengelola hutan yang berkelanjutan, diteruskan dari generasi ke generasi, dan menjaga hutan tersebut tetap ada.

Abu Meridian, Juru Kampanye Hutan Telapak mengatakan, ”Bersama dengan masyarakat, kami tidak hanya melindungi hutan terakhir mereka tetapi juga menanam bibit pohon Ulin dan Meranti untuk melestarikannya. Masyarakat disini merupakan penjaga sejati dari hutan dan nasib mereka bergantung pada hutan ini.”

Selama 20 tahun terakhir, Muara Tae telah kehilangan lebih dari separuh lahan dan hutan yang digunakan untuk perusahan pertambangan. Dampaknya tak dapat dihindari, sumber air masyarakat menjadi kering dan kini mereka harus berjalan 1 kilometer untuk mendapatkan air bersih.

Hutan yang tersisa merupakan rumah dari sejumlah besar jenis burung, termasuk burung rangkong yang erat kaitannya dengan budaya dan adat suku Dayak di Kalimantan. Terdapat sekitar 20 spesies reptil dan hutan tersebut juga menjadi habitat dari beruang madu dan bekantan.

Perampasan lahan terakhir telah berlangsung sejak Januari 2010 ketika Bupati Kutai Barat, Ismail Thomas memberikan izin pada dua perusahaan perkebunan kelapa sawit yaitu PT Munte Waniq Jaya Perkasa (MWJP) yang dimiliki oleh Malaysia dan PT Borneo Surya Mining Jaya, anak perusahaan dari konglomerat perusahaan kayu, perkebunan dan pertambangan Sumatera,  Surya Dumai.

Pemerintah Norwegia telah mendukung usaha mengurangi deforestasi di Indonesia dengan memberikan bantuan finansial. Namun di saat yang bersamaan, mereka juga telah berinvestasi di perusahaan induk PT MWJP melalui dana pensiun.

Pak Singko, Tetua adat Dayak Benuaq di Muara Tae mengatakan, ”Kami memohon bantuan dari semua masyarakat dan siapapun untuk membantu melindungi hutan dan tanah leluhur kami. Kami telah dikepung dari berbagai sisi oleh perusahaan perkebunan dan pertambangan. Ini adalah hutan terakhir kami yang masih tersisa dan lahan terakhir yang harus kami pertahankan. Jika hutan kami habis, maka habislah hidup kami.“ [Telapak | KJPL]
Sumber Artikel by KJPL | Gambar by Yayak Yatmaka

Senin, 13 Februari 2012 10:56:49 WIB
Reporter : Harisandi Savari

Pamekasan (beritajatim.com) - Valentine's Day (hari valentine) yang dirayakan sejumlah kalangan pada 14 Februari bisa haram hukumnya. Itu jika dalam pelaksanaannya dibumbui adanya maksiat.

Hal itu disampaikan Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pamekasan, Zainal Alim, Senin (13/2/2012.

Menurutnya, valentine atau hari kasih sayang sebenarnya tidak ada dalam kamus Islam. Untuk itu, hari valentine merupakan hari biasa yang awal mulanya berasal dari Roma, Italia.

"Jadi tidak wajib dirayakan," ujarnya.

Meski demikian, ia tidak mengharamkan hari valentine, terpenting orang yang melakukannya masih sejalan dengan ajaran Islam. Seperti, tidak ada maksiat.

"Jika dilakukan dengan menyimpang dari akidah dan kepercayaan, merusak perbuatan maksiat, minum-minuman keras, joget-jogetan, campur baur laki-laki dan perempuan yah itu tidak boleh. Kalau itu ada maka tidak diperkenankan dan haram hukumnya dalam agama," tambah Zainal.

Zainal menambahkan, demi mencegah tidak adanya perbuatan maksiat, jauh hari MUI melakukan tauziah dan pendekatan terhadap orang tua. Akan tetapi, MUI berharap kepada pemerintah agar mampu mengawasi perayaan valentine.

"Islam itu indah. Jika dalam perayannya tidak ada maksiat, tidak boleh dibubarkan. Jika ada, ya silahkan dibubarkan," pungkasnya. [san/but]


Sumber: BeritaJatim

Sudah lama sebenarnya saya ingin mengupdate blog ini. Banyak berita penting yang ingin saya sampaikan terlewat begitu saja. Untungnya hari ini saya ada waktu dan yang penting ingat. Apalagi ada berita menggembirakan buat para blogger Indonesia yang, meskipun agak terlambat, perlu saya sampaikan kepada blogger dan calon blogger yang belum tahu. Apa itu? Baca terus ceritanya, jangan pindah channel ya...


Asal tahu saja, dahulu untuk mencari penghasilan tambahan dari Google Adsense, kita harus membuat blog atau website dengan konten berbahasa Inggris karena bahasa Indonesia belum disupport. Alhasil banyak blogger yang kesulitan dan akhirnya tidak maksimal bahkan gagal menghasilkan pendapatan dari Adsense.


Nah, sejak 1 Februari 2012 ndilalah kok Google mendapatkan 'hidayah' (jangan anggap serius dgn kata tersebut) alias 'berbaik hati' kepada publisher Indonesia dengan mensupport konten berbahasa Indonesia seperti dijelaskan di blog mereka.


Terang saja berita ini layak disambut dengan gembira oleh para publisher dan blogger Indonesia, karena usaha mereka akan lebih ringan untuk mendapatkan side income dari Adsense, karena tidak lagi harus susah payah ngarang dalam bahasanya David Beckham.


Saya baru paham sekarang, mengapa iklan Adsense muncul di situs-situs dan blog-blog Indonesia. Bahkan media-media online besar semacam Detik.com, Republika.co.id, dll pun tak ketinggalan memasangnya.


Jadi tunggu apalagi, manfaatkan peluang mendapatkan dolar dengan lebih mudah ini dengan sebaik-baiknya, sebaik mbah Google... Yang belum tahu caranya, baca-baca postingan saya sebelumnya. Kalau sudah mentok tetep gak bisa, boleh hubungi saya untuk privat.... Wani piro?

Sumber: Indoblogger

;;