Oleh : Sultoni*

Angka pertumbuhan Industri di Indonesia yang dilansir beberapa media massa berada pada titik terendah dan cukup membahayakan. Tahun 2009 hanya tumbuh 2,6% menurun dari tahun 2008 yang tumbuh 3,66 dan tahun 2007 yang tumbuh 5,15. Bahkan angka pertumbuhan itu jauh dari pertumbuhan industri ketika krisis 1997-1998 dimana industri masih tumbuh 12% per tahun.

Data lain ditunjukkan oleh hasil survei Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) di lima provinsi pada 2010 bahwa banyak pengusaha kecil dan menengah beralih menjadi pedagang.


Arah Industri Nasional?

Memaknai data di atas harus dilihat dari beberapa sisi. Pertama, hancurnya industri nasional bukan berarti tidak ada lagi perusahaan/pabrik di Indonesia, tetapi perusahaan tersebut bukan lagi milik bangsa ini dan tidak mampu menggerakkan perekonomian bangsa ini. Kedua, industri yang ada (perusahaan/pabrik) bukanlah produsen, tetapi semacam tempat merakit saja, sekedar memberi label, menjadi perusahaan distributor atau sekedar sub kontraktor dari investor asing. Ketiga, para pengelola perusahaan bukanlah pemilik, tetapi hanya kepanjangan tangan dari pemodal asing. Keempat, pekerja yang bekerja tidak lagi satu kesatuan bagian dari perusahaan tetapi bagian terpisah dari perusahaan tersebut (outsourcing). Kelima, keberadaan industri tidak lagi mampu menjawab kebutuhan konsumen/masyarakat dan tidak mampu membuat buruhnya hidup layak.

Kekawatiran di atas sudah pada titik puncak yang paling kritis. Karena penyebab dari semua hal tersebut adalah terletak pada ketidakmauan pemerintah untuk menyelamatkan industri nasional itu sendiri. Bila ditelisik lebih dalam, penyebab dari kehancuran industri nasional adalah bahan baku yang sulit didapat di dalam negeri, gempuran produk impor (akibat kebijakan pemerintah memberikan banyak keringanan pada biaya impor sebagai akibat pasar bebas), persaingan dengan modal luar negeri yang begitu besar akibat pasar bebas.

Kita bisa membayangkan pada tahun-tahun ke depan keadaan di negeri ini, bila industri nasional tidak diselamatkan dan dibangun satu sistem baru yang lebih kuat.

Arah perbaikan itu tidak terlihat sama sekali dari pemerintah, bahkan menuju kehancuran yang sangat terlihat. Dilepasnya BUMN sebagai perusahaan negara ke pihak swasta menunjukkan titik kusam kehancuran itu sendiri. Pada saatnya perusahaan BUMN akan berkeping-keping bukan satu kesatuan produksi dan tidak ada pendapatan yang didapat dari negara. Di sisi lain para pekerjanya menghadapi situasi buruk, di-PHK atau diberi upah murah dengan status kontrak dan outsourcing.

Yang sangat disayangkan pula adalah para ekonom dan intelektual di Indonesia, yang begitu “abai” pada fakta tersebut dan mengamini kebijakan pasar bebas sebagai alat canggih menghancurkan industi nasional di Indonesia yang merupakan resep World Bank, IMF dan WTO. Kehancuran sudah di depan mata, rakyat Indonesia menjadi kuli di rumah sendiri, mengontrak di tanah sendiri, menjadi gelandangan di halamannya sendiri sudah menjadi sebuah keniscayaan. Itu semua bila tidak ada penyelamatan sistematis dan jangka panjang pada industri nasional kita.


Nasionalisasi Industri

Di tengah rasa kekuatiran yang cukup tinggi, masih banyak jalan untuk bisa dijadikan program penyelamatan industri nasional. Program nasionalisasi dan pembangunan Industri nasional yang berbasis kekuatan sumber daya rakyat Indonesia bisa menjadi program pokok secara bersama oleh negara dengan melibatkan seluruh unsur pekerja dan rakyat yang berhubungan dengan industri seperti petani dan nelayan.

Industri nasional dapat terwujud di Indonesia, mengingat Indonesia merupakan negeri yang cukup berlimpah dengan sumber daya alamnya. Kandungan sumber daya alam yang tersedia memadai untuk kebutuhan pembangunan industri nasional, dari hulu sampai ke hilir. Misalnya, kita punya kapas sebagai bahan baku yang dapat dijadikan titik hulu industri tekstil. Lalu untuk pengadaan alat-alat dan insfrastruktur pengembangan prosesnya pun dapat disiapkan. Industri baja pun dapat dirintis dan diselenggarakan pengadaannya, kemudian potensi-potensi pembangunan industri nasional lainnya yang terbentang luas. Namun ironisnya hingga saat ini pemerintahan komprador dan rente yang berkuasa, tidak mempunyai perspektif konsepsi demikian. Justru sebaliknya, pemerintah mengeksploitasi dan mereguk rente. Akhirnya semua sumber daya kekayaan alam berada di bawah penguasaan asing.

Sumber daya manusia Indonesia pun menjadi faktor tidak terpisah dalam rangka pemastian pembangunan industri nasional. Dengan pengadaan bahan mentah dalam negeri yang siap, diikuti dengan partisipasi rakyat Indonesia dalam pengelolaan, pengawasan, penguasaan serta peruntukan hasil-hasil produksinya.

Sehingga Indonesia tidak hanya sebatas menjadi negeri perakit, negari sub ordinat dari negara yang industri nya lebih maju. Sumber daya alam kita dipakai dan dijual dengan harga murah, lalu Indonesia hanya mampu merakit barang yang boleh jadi bahan mentahnya berasal dari dalam negeri, yang kemudian dipasarkan dengan harga yang berlipat-lipat.

Industri nasional sangat mungkin diadakan dan dengan kontrol rakyat akan mampu menjadi tulang punggung ekonomi. Akan menjawab kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahkan kemudian mampu bersaing dalam pasar dunia, berpotensi besar menyerap tenaga kerja. Dan akhirnya mampu memandirikan sekaligus mampu memajukan industri dalam negeri, serta akan mendongkrak tingkat kesejahteraan rakyat.

Ini semua dapat direalisasikan tentunya dengan syarat jika negeri ini tidak berada di bawah kekuasaan pemerintahan yang masih terjerat dan tunduk pada modal sebagai tuannya. Hanya di bawah pemerintahan yang pro rakyat dan kaum buruh, akan mampu memastikan terwujudnya industri nasional sebagai jawaban atas keterpurukan industri yang implikasinya berkelindan dengan persoalan penyerapan tenaga kerja, termasuk persoalan ekonomi dalam negeri.


* Penulis adalah Sekretaris wilayah KASBI Jakarta, sekaligus Anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Jabodetabek.

** Siapa saja dipersilahkan mengutip, menggandakan, menyebarluaskan sebagian atau seluruh materi yang termuat dalam portal ini selama untuk kajian dan mendukung gerakan rakyat. Untuk keperluan komersial pengguna harus mendapatkan ijin tertulis dari pengelola portal Prakarsa Rakyat. Setiap pengutipan, penggandaan dan penyebarluasan sebagian atau seluruh materi harus mencantumkan sumber (portal Prakarsa Rakyat atau www.prakarsa-rakyat.org).

0 Comments:

Post a Comment