Oleh : Mahendra Kusumawardhana*


Robot adalah mesin yang dikontrol oleh komputer dan diprogram untuk bergerak, memanipulasi objek serta menyelesaikan pekerjaan sambil berinteraksi dengan lingkungan. Robot mampu untuk melakukan tugas berulang-ulang dengan lebih cepat, murah dan akurat ketimbang manusia. Istilah robot berasal dari bahasa Czech, robota, yang berarti “buruh yang wajib bekerja.” Kata tersebut pertama kali digunakan pada tahun 1921 saat drama R.U.R (Rossum’s Universal Robots) karya novelis dan pemain drama Czech Karel Capek.

Perkembangan robot sudah demikian canggih hari ini. Saat ini ada robot yang disebut dengan Android yaitu robot yang dibuat menyerupai manusia, baik secara penampilan maupun tindakan. Sepertinya robot buatan Honda bernama Asimo merupakan robot paling canggih abad ini. Dia sudah mampu menyimpan rentetan logika dalam memorinya. Tingkah lakunya pun sudah cukup mendekati manusia, dia dapat bersalaman, berjalan, berlari dan bahkan menari. Bahkan menurut para ahli, bukan tidak mungkin ke depannya pekerjaan yang sekarang dilakukan oleh manusia dapat digantikan oleh robot dari berbagai jenis.

Robot bekerja dengan mekanisme, melalui sensor mereka mengetahui kondisi sekitar, menganalisisnya dan memberikan respons terhadapnya. Namun kemampuan mereka untuk mengetahui kondisi sekitar serta menganalisisnya masih sangat terbatas, jauh dari kemampuan manusia. Dengan begitu logika-logika atau hubungan antara mengetahui, menganalisis serta merespons masih sangat kaku dan terbatas. Jika tombol A yang kita tekan, atau kita perintahkan A maka responsnya pasti dan selalu A. Itulah logika di dalam mesin yang disebut dengan robot. Sementara kehidupan jauh lebih kaya ketimbang perintah A pasti menghasilkan respons A. Bukankah bangsa ini yang demikian kaya akan sumber daya alam dan manusia nyatanya menghasilkan kemiskinan?

Pada bulan Januari yang lalu, saya memasuki gedung tersebut, dengan membawa dokumen-dokumen lengkap berisi perintah dan penjelasan kebutuhan yang saya inginkan. Semua tampak modern dan tertata di gedung tersebut. Komputer di mana-mana dan banyak sudah menggunakan layar datar. Di lantai dasar saya bertemu dengan Robot A dan menyerahkan semua dokumen-dokumen, dia kemudian memindainya, mengamati dengan teliti, yang cukup memakan waktu dan kemudian mengatakan, langsung saja serahkan ke Robot B di lantai atas di ruang 1. Robot B yang akan bisa memberikan apa yang saya butuhkan.

Saya kemudian naik ke lantai atas , melalui tangga berputar dan masuk ke ruangan 1. Ruangan dingin ber-AC namun aroma asap rokok tercium, di sini komputer jauh lebih banyak dari lantai bawah. Robot B dengan cepat mendatangi saya, mengambil dokumen yang saya pegang dan membacanya dengan cepat. Dia sepertinya robot yang jauh lebih canggih dari yang tadi di bawah. Tidak sampai setengah menit dia kemudian berkata untuk membawa dokumen ini ke Robot C di ruangan sebelah dia yang memiliki teknologi dan kekuasaan untuk menyelesaikan permintaan saya.

Saya memasuki ruangan tersebut dan bau rokok lebih menyengat lagi, saya berikan dokumen yang saya pegang kepada Robot C. Dia tampaknya jauh lebih canggih dari robot-robot yang lain. Tidak sampai 5 detik dia memindai dokumen saya dan suara keluar darinya. Akhirnya saya pikir semua akan selesai namun ternyata dia berkata untuk membawa dokumen ini kembali ke lantai bawah dan serahkan kepada mereka yang berada di bawah. Sayapun kebingungan, bukankah robot diciptakan untuk membantu mempermudah pekerjaan manusia? Namun sepertinya robot-robot di sini bekerja sendiri-sendiri, serampangan dengan mekanismenya sendiri-sendiri dan sering bertentangan satu sama lainnya.

Setelah turun ke lantai bawah akhirnya sosok manusia saya temui di lantai bawah, seorang ibu tua dengan ramah menyambut saya, mempersilahkan saya duduk. Beliau kebingungan dan bertanya mengapa saya memberikan dokumen-dokumen itu kepadanya, kenapa saya diminta untuk menjadikan dokumen permohonan itu sebagai surat masuk, toh sebenarnya di atas, dengan Bapak C, dia bisa saja mencari data tersebut untuk saya. Dan saya teringat C bukanlah robot dia manusia, dia salah satu orang di Dinas Tenaga Kerja Provinsi Yogyakarta yang mengurusi Serikat Buruh. Saya yakin dia bukan robot, saya ingat di mejanya tergeletak rokok kretek di samping asbak yang berisi puntung rokok dan abu yang tercecer di sekelilingnya. Belum ada robot yang diciptakan (“digaji”) dengan mahal dari pajak rakyat hanya untuk duduk di ruangan dingin ber-AC dan merokok. Beberapa hari kemudian saya kembali ke kantor tersebut untuk meminta data yang saya butuhkan. Tapi nampaknya proses panjang dan berputar-putas ini tetap harus saya jalani.

Berurusan dengan birokrasi pemerintahan sepertinya adalah sesuatu yang menjadi momok bagi banyak orang. Hal yang sering terjadi adalah model lempar-lemparan di antara divisi, bagian ataupun individu di dalam instansi pemerintah. Proses yang demikian lama itu membuka peluang bagi munculnya “pajak-pajak,” biaya-biaya siluman untuk mempercepat proses dan mendapatkan jalan pintas. Mereka yang memiliki kebutuhan mendesak atau lelah dengan proses bertele-tele tersebut akan mengambil jalan pintas. Para birokrat tersebut nyatanya juga manusia seperti rakyat sendiri. Mereka bukan robot yang bergeraknya mekanis, dengan logika-logika yang kaku. Lalu dari mana munculnya kelompok orang yang disebut birokrat tersebut?

Kondisi sosial seseorang menentukan apa yang ada di kepalanya. Begitu kata para filsuf-filsuf ternama jaman dahulu. Hidup dengan upah di atas UMP dengan tunjangan-tunjangan yang luar biasa, belum lagi jika melihat bagaimana gaya hidup Gayus seorang PNS Golongan III. Demikian juga dengan jabatan yang mereka miliki, jabatan yang dilindungi oleh hegemoni-hegemoni harus dihormati. Dan itu belumlah cukup, berbagai produk hukum dan aparatur kekerasan ada untuk memaksa rakyat menghormati mereka. Bukankah dahulu ada pasal yang dapat memenjarakan siapa saja yang menghina kepala negara? Ataupun dari Kasus Century, ada larangan mengadili pejabat karena kebijakan yang dibuatnya.

Kondisi sosial mereka jelas jauh berbeda dengan jutaan buruh yang diupah rendah atau pengangguran, petani dan termasuk juga anak-anak miskin yang menderita busung lapar di berbagai daerah. Oleh karena itu para birokrat lebih dekat dengan para kaya dan elite-elite politik. Itu kenapa kita bisa melihat perlakukan yang berbeda ketika mereka berhadapan dengan rakyat miskin atau para elite. Dengan begitu para birokrat adalah sekelompok orang di dalam masyarakat yang telah tercerabut dari rakyat dan memiliki kepentingan yang berbeda dengan rakyat karena kondisi sosialnya.

Sekelompok orang tersebut bisa bukan hanya berada di dalam institusi pemerintahan. Birokrat bisa juga muncul di berbagai kelompok atau organisasi masyarakat yang lainnya. Bahkan dalam organisasi yang menyatakan membela rakyat jika kemudian muncul sekelompok orang, biasanya para pimpinan, yang tidak pernah terjun dalam perjuangan membela rakyat maka besar kemungkinan mereka juga akan menjadi birokrat-birokrat, setidaknya di dalam organisasi itu sendiri.

Birokrasi bisa dilawan dengan memaksa mereka untuk berdekatan dengan rakyat. Memaksa mereka untuk turun dan merasakan susah-senangnya rakyat. Lainnya upah yang mereka dapatkan juga harus sama dengan upah yang didapatkan oleh buruh. Dan juga membangun mekanisme agar jika mereka tidak melayani kepentingan rakyat maka rakyat dapat dengan segera mengganti para birokrat tersebut.


* Penulis adalah anggota Perhimpunan Pekerja Warnet Yogyakarta, sekaligus Anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Jawa Tengah.

** Siapa saja dipersilahkan mengutip, menggandakan, menyebarluaskan sebagian atau seluruh materi yang termuat dalam portal ini selama untuk kajian dan mendukung gerakan rakyat. Untuk keperluan komersial pengguna harus mendapatkan ijin tertulis dari pengelola portal Prakarsa Rakyat. Setiap pengutipan, penggandaan dan penyebarluasan sebagian atau seluruh materi harus mencantumkan sumber (portal Prakarsa Rakyat atau www.prakarsa-rakyat.org).

0 Comments:

Post a Comment