Oleh : Agus Priyanto *

Akhir tahun 2010 dan awal 2011 ditandai dengan harga-harga kebutuhan melambung, ditandai dengan menonjolnya harga cabai merah yang menembus harga 100.000 rupiah/kg. Cabai merah hanya satu bahan kebutuhan saja, tetapi kalau kita lihat ke pasar-pasar akan kita temukan bahwa semua harga kebutuhan pokok melonjak naik, seperti beras, gula, terigu, minyak goreng dan juga harga gandum.

Melonjaknya harga-harga ini, tentu semakin menyulitkan kehidupan masyarakat secara umum. Hal ini bukan karena latah, tetapi dari hitung-hitungan yang jelas, bahwa kenaikan upah pekerja industri tahun 2011 dari tahun 2010 hanya berkisar antara 6 persen hingga 8 persen. Sementara kenaikan harga saat ini rata-rata melampaui 25 persen, bahkan cabai sudah melewati 150 persen. Artinya, pendapatan masyarakat akan tersedot habis dan tidak akan mencukupi untuk memenuhi kebutuhannya.

Di sisi lain kenaikan harga sudah diprediksi sebelumnya secara internasional, yang disebabkan oleh beberapa hal. Di antaranya adalah perubahan cuaca yang cukup ekstrem sehingga mengakibatkan gagal panen, kenaikan harga minyak dunia dan perkembangan jumlah penduduk dunia. Prediksi yang dirilis FAO seharusnya sudah bisa dijadikan bahan kebijakan pemerintah untuk mengantisipasinya, tetapi pada kenyataannya hal itu tidak terjadi.

Ledakan harga-harga terjadi karena pemerintah melepas begitu saja pada mekanisme pasar, sehingga pelaku pasar bisa menentukan harga semaunya. Dan tentunya bukan karena sekedar permintaan yang besar dan ketersediaan yang terbatas saja yang mempengaruhi kenaikan harga, tetapi lebih pada siapa yang memegang akses pasar yang akan mengendalikan harga tersebut. Dalam hal ini pemegang modal dan para spekulan yang bebas memainkannya.

Dengan kenyataan itu, maka kenaikan harga adalah sama dengan pendapatan petani naik adalah omong kosong. Petani tetaplah tertekan kehidupannya karena pendapatannya tidak mengalami kenaikan, tetapi pengeluaran semakin membesar. Petani cabai tetap saja menjerit karena penghasilannya rendah walau harga cabai selangit.

Kebijakan pemerintah yang salah, dimana ekonomi diserahkan kepada mekanisme pasar (neoliberalisme) telah memakan korban bukan saja rakyat, tetapi juga bagi pemerintah sendiri. Ketika situasi semakin tidak terkendali seperti sekarang akibat “anarkisme pasar” maka negara diminta turun tangan untuk membuat stabilitas harga (simak pidato awal tahun SBY saat membuka perdagangan BEJ). Salah satu hal yang dilakukan pemerintah untuk membuat stabilitas harga adalah dengan operasi pasar dan menyediakan barang yang dibutuhkan pasar. Artinya ini harus menyedot anggaran belanja negara.

Namun situasi itu belum juga menolong untuk menurunkan harga, karena dalam hukum pasar, harga yang sudah naik akan susah turun. Di sini dampak besar akan terjadi di bulan-bulan ke depan tahun ber-shio kelinci ini. Kebijakan yang dilakukan pemerintah seharusnya secara menyeluruh, tidak saja menstabilkan harga di pasar. Tetapi juga menyiapkan dan membuat kebijakan ekonomi secara nasional yang menyeluruh. Mulai dari hulu hingga hilir, seharusnya pemerintah turun tangan.

Bila pemerintah hanya meredakan saja lonjakan kenaikan harga kebutuhan, maka itu hanya sesaat dan tidak menyelesaikan masalah. Bahkan akan terus muncul spekulasi-spekulasi harga baru, dan tentu yang dirugikan adalah masyarakat umum. Bahkan kelaparan akan menimpa negara ini, yang selalu dikatakan negara subur makmur, gemah ripah loh jinawi.

Catatan FAO di tahun 2010 menyatakan bahwa kelaparan telah menimpa 925 juta orang di dunia, dan bila harga-harga kebutuhan tidak terjangkau maka hal ini akan membengkak terus. Situasi ini lebih buruk dari tahun 2008 dimana terjadi krisis ekonomi dunia. Kita tidak bisa hanya menunggu pemerintah turun tangan, tetapi masyarakat umum harus terus mendesakkan kebijakan pemerintah agar rakyat Indonesia tidak ditimpa bencana besar bernama kelaparan.

Kumpulan masyarakat sudah seharusnya tidak sekedar mencari upaya bertahan mengatasi situasi ini dengan cara karikatif, tetapi desakan secara politik harus dilakukan oleh semua kelompok kepada pemerintah. Nasib masyarakat akan semakin sulit bila berdiam diri dan akan tergerus oleh pusaran spekulan ekonomi yang menjadi kaki tangan sistem pasar bebas.


* Penulis adalah penggiat Paguyuban Semut Ireng, SuraKarta, sekaligus Anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Jawa Tengah.

** Siapa saja dipersilahkan mengutip, menggandakan, menyebarluaskan sebagian atau seluruh materi yang termuat dalam portal ini selama untuk kajian dan mendukung gerakan rakyat. Untuk keperluan komersial pengguna harus mendapatkan ijin tertulis dari pengelola portal Prakarsa Rakyat. Setiap pengutipan, penggandaan dan penyebarluasan sebagian atau seluruh materi harus mencantumkan sumber (portal Prakarsa Rakyat atau www.prakarsa-rakyat.org).

0 Comments:

Post a Comment