Oleh : M Syeun*


Saat ini sepeda motor bukanlah lagi barang mewah. Ini ditunjukkan dengan data bahwa tingkat konsumsi motor di Indonesia cukup besar, menempati peringkat dua dunia negara yang menyerap pasar motor. Niat orang memiliki motor adalah untuk mempercepat waktu tempuh dalam mencapai tujuan, sebagai modifikasi atau tepatnya evolusi dari sepeda yang bertenaga manusia menjadi tenaga mesin.

Pada perkembangannya motor tidak lagi hanya sekedar menjadi alat transportasi, tetapi sudah menjadi gaya hidup dan penyaluran hobi khususnya bagi mereka yang menyukai tur maupun barang nyentrik produk lama. Pada perkembangannya, memang penyaluran hobi menjadi bias karena lahirnya kelompok-kelompok yang melakukan tindakan brutal dalam aktivitasnya bersama motor tersebut. Lalu apa yang bisa dipelajari dari fenomena geng motor ini? Seberapa jauh merugikan bagi masyarakat luas? Adakah keuntungannya?

Pada awal tahun ini, seorang siswa SMP di Bandung menjadi korban kebrutalan salah satu geng motor. Tidaklah mengherankan bila kita memasuki kota Bandung, maka akan disuguhkan banyak spanduk dari berbagai organisasi dan instansi pemerintah yang bertuliskan, “Anti Geng Motor.” Kalimat ini menunjukkan permusuhan yang berlebih dan cenderung represif terhadap keberadaan geng motor tersebut. Terlepas ada kejadian beberapa kali perkelahian dan kekerasan dari geng motor, tetapi kiranya kurang bijak bila tidak melihat sebab kemunculan dan perilaku anggota geng motor tersebut.

Secara signifikan tidak jauh beda antara geng motor dengan klub motor. Sebagian orang menyatakan hal itu berbeda, padahal perbedaan hanya pada penyebutan saja, geng dan klub. Bila klub motor lebih pada pelaku hobi dalam satu merek atau tipe tertentu serta kegiatannya lebih banyak melakukan tur. Geng motor didominasi kawula muda yang lebih menonjolkan pada eksistensi dengan selalu berawal dari kesukaan pada tur atau kebanggaan pada balapan motor. Artinya kesamaan besar yang mendasari terbentuknya geng atau klub motor adalah tur.

Pembacaan atas kesamaan dasar di awal ini akhirnya akan membawa kita memberi penilaian atas perkembangan selanjutnya, khususnya yang terjadi atas perilaku yang mengganggu dari geng motor. Yang muncul adalah perilaku kebut-kebutan dan perkelahian. Selama ini banyak orang melihat hanya perilaku yang berkembang tanpa mau melihat sebab yang terjadi atau kondisi dasar yang memunculkannya. Atau orang hanya “terjebak” pada kata bahwa geng itu jahat dan klub itu baik, tentu tidak demikian seharusnya.

Padahal bila kita mau melihat lebih jauh, bahwa dengan adanya geng maupun klub motor, justru yang paling diuntungkan tetaplah produsen motor. Para produsen tidak perlu mengeluarkan biaya promosi atau iklan. Mereka sudah terbantu dengan banyaknya geng maupun klub yang muncul, baik promosi sekaligus pembelian yang telah dilakukan oleh para anggota geng atau klub. Bahkan produsen motor dari berbagai merek tidak perlu mengeluarkan biaya asuransi bila terjadi kecelakaan atau biaya lain bila ada kejadian yang menimpa anggota geng atau klub motor tersebut. Di sini keuntungan ganda telah didapat langsung maupun tak langsung oleh produsen motor, dan ini banyak tidak disadari oleh para anggota geng atau klub.

Perilaku kekerasan dan kebut-kebutan, patutnya ditempatkan sebagai dampak dari suatu keadaan yang dialami oleh kawula muda saat ini. Penyelesaian atas situasi tersebut seharusnya bukanlah dengan merepresi keberadaannya. Apapun sebutan mereka, geng atau klub tidaklah menjadi persoalan. Yang seharusnya dilakukan organisasi dan instansi pemerintah adalah mengarahkan pada kegiatan yang positif.

Eksistensi kawula muda dan penyaluran hobi serta keterbatasan-keterbatasan ruang menjadi sebab kasus kekerasan muncul. Kebut-kebutan di jalanan adalah sebab dimana ruang untuk balap motor hampir tidak ada di kota-kota. Di daerah Cilacap terdapat jalur balap bebas di daerah perkebunan karet, tidak untuk memperebutkan hadiah tetapi hanya sebagai tempat penyaluran hobi.

Perkelahian atau kekerasan yang muncul juga bukanlah sesuatu yang serta-merta muncul. Ada banyak sebab yang melatarbelakanginya. Bisa kita runut dari perilaku dan ucapan pemimpin yang memberi contoh begitu arogan, sering ditemui kawula muda maupun masyarakat luas sehari-hari di media massa. Bila kawula mencontoh perilaku itu, jangan salahkan mereka. Tetapi haruslah para pemimpin koreksi diri dan memperbaikinya, sebelum menghujat dan melarang kawula muda yang tergabung di geng motor berbuat hal tersebut. Di lain hal, karena kekerasan dan represi atas keberadaannya, maka anggota geng motor melawan dengan kekerasan. Bila mereka belum mampu melawan langsung, maka bentuk perlawanannya disalurkan dengan membuat kerusuhan-kerusuhan antar kelompok.

Pada akhirnya dalam melihat geng atau klub motor haruslah dirubah, sehingga dalam menangani berbagai dampaknya juga dirubah. Karena represivitas dan rasa permusuhan yang dimunculkan kepada geng motor bukanlah sebuah penyelesaian tetapi hanya penundaan terhadap satu perlawanan yang tertunda. Tentu masyarakat sendiri yang kembali menderita kerugian dan menjadi korban. Sedangkan produsen motor tetaplah tidak rugi. Mereka selalu untung karena produknya laku.


* Penulis adalah penggemar motor dan anggota serikat buruh Cimahi, sekaligus Anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Bandung.

** Siapa saja dipersilahkan mengutip, menggandakan, menyebarluaskan sebagian atau seluruh materi yang termuat dalam portal ini selama untuk kajian dan mendukung gerakan rakyat. Untuk keperluan komersial pengguna harus mendapatkan ijin tertulis dari pengelola portal Prakarsa Rakyat. Setiap pengutipan, penggandaan dan penyebarluasan sebagian atau seluruh materi harus mencantumkan sumber (portal Prakarsa Rakyat atau www.prakarsa-rakyat.org).

0 Comments:

Post a Comment