Oleh : Roger Burbach *

Ketika presiden Bolivia, Evo Morales, diambil sumpahnya untuk masa jabatan kedua bulan Januari silam, ia menyatakan bahwa Bolivia adalah negara plurinational* yang akan membentuk “sosialisme komuniter.” Pada pidatonya, Wakil Presiden Álvaro Garcia Linare, membayangkan sebuah “cakrawala sosialisme” untuk Bolivia, dengan bercirikan “kesejahteraan, mewujudkan kemakmuran komunal, dengan menarik akar budaya lokal...” Proses tersebut “tak akan mudah, dapat memakan waktu puluhan—bahkan ratusan—tahun, namun jelas bahwa gerakan sosial tidak dapat mencapai kekuatan sejati tanpa menanamkan cakrawala sosialisme dan komunitarian.” [1]

Dalam dekade terakhir Amerika Latin telah menjadi panggung pengharapan dan cita-cita ketika para pemimpin beserta gerakan-gerakan sosial di sana berhasil mengusung panji-panji sosialisme abad ke-21 di dunia yang rakus akan petualangan-petualangan imperialis dan dilanda musibah ekonomi. Para pendukung sosialisme baru menegaskan bahwa hal tersebut akan terputus dari sosialisme-terpusat di abad terakhir, dan akan didorong oleh gerakan-gerakan sosial akar rumput yang membangun tatanan alternatif dari bawah. Muncul pula kesepakatan bersama bahwa proses tersebut akan menempuh jalur yang unik bagi tiap-tiap negara, dan tak ada satu pola atau strategi besar yang harus dikejar.

Sosialisme baru selama ini dicirikan dengan proses yang sangat lambat dan temporer jika dibandingkan dengan sosialisme revolusioner pada abad sebelumnya, yang mendasarkan pada penggulingan rezim lama, dengan partai pelopor merebut kendali negara, lantas bergerak cepat mengubah kondisi ekonomi. Skenario berbeda tengah terjadi di Amerika Latin di mana pemerintah-pemerintah baru memegang kendali politik, sementara sistem ekonomi lama masih berjalan. Di Venezuela, Bolivia, dan Ekuador, di mana wacana sosialisme sangatlah maju, rapat-rapat konstituen diselenggarakan untuk merancang konstitusi baru yang merestruktur sistem politik dan menciptakan hak-hak sosial yang luas. Adapun proses dan kecepatan perubahan ekonomi menjadi tugas kekuatan-kekuatan politik dan sosial yang bertindak melalui sidang-sidang legislatif baru dan “negara yang didirikan kembali”(refounded states).

Di Bolivia, perjuangan untuk sidang konstitusional dan konstitusi yang baru memang sangat alot karena oligarki yang berpusat pada departemen-departemen subur-sumberdaya, terhubung dengan pembangkangan nyata disertai dukungan taktis dari kedutaan AS. Tak banyak yang diketahui dari sosialisme pada periode ini, terlepas dari partai politik Morales, yakni Movement Towards Socialism (MAS).

Kini, dengan konsolidasi sistem politik baru, sosialisme telah tercatat dalam agenda. Dalam beberapa pidato publik dan wawancara dengannya, Wakil Presiden Garcia Linare dan Menteri Luar Negeri David Choquehuanca telah menyatakan apa yang mereka bayangkan sebagai jalan bagi Bolivia menuju sosialisme.

Sang wakil-presiden—salah seorang anggota gerakan gerilya pada awal 1990-an yang pernah ditangkap dan dipenjarakan selama empat tahun—kini menegaskan bahwa “di Bolivia kami bekerja dan bertaruh untuk jalan demokratis menuju sosialisme. Hal tersebut memungkinkan ... karena sosialisme pada dasarnya adalah demokrasi yang radikal.” Ia juga menambahkan: “Konstitusi telah menyediakan arsitektur untuk sebuah negara yang dibangun oleh masyarakat dan menetapkan jalan panjang di mana kami berpartisipasi dalam proses membangun masyarakat baru, secara damai dan demokratis.”[2]

Menandai keunikan proses yang terjadi di Bolivia, wakil presiden menyatakan: “Bolivia termasuk dalam lingkungan kapitalis, namun ia berbeda dari masyarakat-masyarakat lain ... struktur komunitas tetap bertahan, di daerah pedesaan, di dataran tinggi, di dataran rendah, dan di berbagai bagian perkotaan dan dusun-dusun yang telah menolak kuasa kapitalisme.” Ia menambahkan, “Ini berbeda dari kapitalisme Amerika atau Eropa, dan hal tersebut menguntungkan kami.” [3] Dalam sebuah wawancara, David Choquehuanca memaparkan tentang akar komunal yang mempermudah pengkonstruksian sosialisme: “Kami selalu memerintah diri kami sendiri dalam komunitas-komunitas. Itulah sebabnya kami melestarikan kebiasaan-kebiasaan kami, melantunkan musik kami sendiri, bicara dengan bahasa Aymaran, terlepas dari upaya penghapusan semua ini—musik kami, bahasa kami dan budaya kami—selama 500 tahun belakangan. Secara sembunyi-sembunyi kami terus memegang teguh nilai-nilai kami, susunan perekonomian kami, juga jenis organisasi komunitarian kami; yang kini tengah dikaji ulang. Oleh karena itu kami menggabungkan sesuatu yang telah bertahan selama 500 tahun ke dalam sosialisme, yakni elemen komunitarian. Kami ingin membangun sosialisme kami sendiri.” Tambahnya lagi: “Di dalam komunitas-komunitas, kami punya ulacas (pertemuan), di mana kami bisa berdebat. Ruang-ruang politik tersebut kini tengah digalakan kembali. Saya tidak tahu apakah ini bisa disebut sebagai ‘benih-benih pemerintahan rakyat.’ Yang pernah ada, yang kini ada, kini tengah dikaji ulang, dinilai dan dibangun. Pada tahapan inilah kami kini berada.” Choquehuanca juga menggambarkan komunitas-komunitas kontemporer dan serikat-serikat yang ada baik di dalam ataupun di luar lingkungan mereka: “Kami mengorganisir diri kami dalam komunitas-komunitas. Di Bolivia mungkin ada sekitar sepuluh ribu komunitas, dan pada tiap komunitas terdapat serikat buruh tani. Tiap serikat memiliki basis yang terhubung pertama-tama di tingkat provinsi, kemudian tingkat departemen, dan selanjutnya di tingkat nasional. Pada tingkat nasional terdapat Confederacion Sindical Unica de Trabajadores Campesinos de Bolivia (CSUTCB). Memang organisasi-organisasi tersebut bukan organisasi yang terbentuk secara alamiah, namun mereka telah memungkinkan kami untuk merundingkan tuntutan-tuntutan kami dan berpartisipasi dalam pemilihan umum. Ada berbagai sektor yang terorganisir dalam struktur serupa, misalnya organisasi para guru, penambang, kelompok-kelompok pribumi, perempuan, juga pekerja pabrik. Kami juga memiliki organisasi para ibu, yaitu Central Obrera Boliviana (COB). Mereka inilah organisasi rakyat. Presiden Evo Morales telah menghimbau untuk memperkuat mereka, sebab merekalah agen-agen yang mengendalikan proses perubahan ini.”[4]

Beberapa pihak merasa skeptis terhadap komitmen Morales pada sosialisme. Jim Petras, seorang ilmuwan Marxis yang telah menulis mengenai perpolitikan di Amerika Latin dalam 50 tahun belakangan, menegaskan bahwa Morales memberikan sebuah “prioritas tinggi...pada pertumbuhan kapitalis ortodoks di luar segala kepedulian atas pembangunan kutub pertumbuhan alternatif yang disusun di kalangan rakyat jelata dan pekerja perkotaan yang tak memiliki tanah.” Menurutnya ini mengarah pada “naiknya besaran dan lingkup korporasi multinasional bermodal asing yang eksploitatif.”[5]

Dari sisi perspektif ekologis, Marcio Ribera Arismendi menyatakan: “Kita telah mengubah wacana, namun tidak mengubah bentuk.” Sebagai salah seorang anggota Environment Defense League, sebuah organisasi lingkungan terbesar di Bolivia, Ribera menambahkan, “Kita berharap banyak pada pemerintahan ini untuk memecahkan persoalan atau membuat perubahan dalam isu-isu yang ada,” namun pada kenyataanya pemerintah malah mengikuti sebuah model industri yang memeras dan dikendalikan oleh modal transnasional. [6]

Walau benar bahwa Morales belum meluncurkan serangan total terhadap kapital, pemerintahannya bersama pemerintahan-pemerintahan Kiri Baru lain di Amerika Latin telah mengakhiri era neo-liberal di mana IMF dan World Bank telah memaksakan kebijakan-kebijakan pasar bebas, secara ketat membatasi pengeluaran untuk dana sosial, dan membuka jalan bagi korporasi-korporasi transnasional untuk meraih kendali penuh atas sumberdaya-sumberdaya tak-terbarukan di wilayah tersebut. Kini kebanyakan pemerintah-pemerintah tersebut menggunakan negara untuk mencengkramkan kendali lebih ketat lagi terhadap perekonomian dan tengah bernegosiasi-ulang mengenai persyaratan permodalan supaya bisa mendapatkan porsi laba lebih besar untuk program-program sosial dan untuk memfasilitasi pembangunan dan industrialisasi internal.

Segera setelah terpilih pada tahun 2006, Morales langsung berhadapan dengan perusahaan gas dan minyak bumi milik asing untuk mendapatkan 50% pendapatan, menempatkan perusahaan minyak milik negara sebagai pengelola, dan—dalam beberapa kasus—juga sebagai co-investor. Beberapa perjanjian serupa juga dibuat dengan pemodal transnasional di sektor pertambangan besi. Pemerintah kini juga sedang menjalani proses menegosiasikan kesepakatan yang lebih berpihak pada negara untuk pemanfaatkan deposit lithium yang banyak dimiliki Bolivia.

Duta besar Bolivia untuk PBB, Pablo Solon, yang pernah bertugas sebagai perwakilan di bidang perdagangan dan isu integrasi, merangkum seluruh kebijakan pemerintah dalam paparannya: “Kami membutuhkan investasi asing. Permasalahannya adalah seperti apa aturan terhadap perizinan investasi asing tersebut—sejauh mana yang akan didapatkan oleh negara, sebanyak apa laba yang mereka dapatkan, siapa yang akan memilikinya, bagaimana perpindahan teknologinya, dan bagaimana transformasi bahan mentah dalam negeri. Itulah perkara-perkara kunci yang telah disarikan oleh Bolivia dalam kalimat ‘Jika bicara soal investasi asing, kami tak butuh boss – kami butuh mitra.’ Jika mereka (pihak asing – penerj.) bisa menerima aturan tersebut, mereka dipersilakan datang. Kami tak lagi mau menerima pola hubungan yang ada sebelumnya.”[7]

Proses mengubah institusi sosial dan perekonomian Bolivia akan menjadi tugas di bidang legislatif, yang akan merancang lebih dari 100 undang-undang untuk mengimplementasikan konstitusi baru negara yang bersifat plurinational. Titik berat dari sistem baru ini adalah usaha untuk memperkuat penduduk pribumi dan memberikan akses sumberdaya pada mereka untuk membentuk sosialis-komunitarian. Hukum reformasi agraria yang ada akan dikaji ulang. Menurut Victor Camacho, Wakil-Menteri Urusan Pertanahan, “Kami akan mengembalikan wilayah komunitas-komunitas pribumi,” sebab memang tanah-tanah komunal warisan nenek moyang kaum pribumi telah direbut dari mereka sejak masa penaklukan. [8] Sambil bergerak membangun hubungan harmonis antara kekuatan-kekuatan sosial dan politik, usaha yang tengah dilakukan Bolivia memberikan sumbangan pada kemajuan sosialisme di tingkat global. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Wakil Presiden Garcia Linares: “Masyarakat kami sekarang adalah sebuah masyarakat yang memiliki terlalu banyak ketidakadilan... kami punya benih-benih sosialisme komunitarian. Memang benih-benih itu tak terawat dan nyaris kering, namun jika kami memelihara benih-benih tersebut di Bolivia, semuanya akan berbuah untuk negara kamu, dan untuk dunia.”

Bagi Evo Morales, sosialisme menjadi kebutuhan global yang mendesak, berkaitan dengan kondisi seluruh dunia. “Jika kapitalisme menghasilkan krisis sistem finansial, juga di bidang energi, pangan, lingkungan, dan perubahan iklim; maka apa manfaat kapitalisme jika hanya menimbulkan banyak sekali krisis? ... Apa solusinya? Saya yakin sosialisme adalah jawabannya, untuk sebagian mungkin sosialisme abad ke-21, sedangkan untuk yang lain sosialisme komunitarian.”[9]

[1] Garcia Linare: Bolivia deja el Estado aparente e impulsa el Estado Socialista, Arzobispado de La Paz, 22 de Enero, 2010, http://www.arzobispadolapaz.org/noticias/Nacional
[2] Garcia Linare Plantea Socialismo Comunitario Contra el Capitalismo, Jornadanet.com, 8 de Febrero, 2010, http://www.jornadanet.com/n.php?a=43340-1
[3] Bolivia Vira al Socialismo Comunitario y Comienza a Sepultar el Capitalismo, Cambio, Periodico del Estado Plurinacional Boliviano, 8 de Febrero, 2010, http://www.cambio.bo/noticia.php?fecha=2010-02-08&idn=14526
[4] Bolivian Foreign Minister: Communitarian Socialism Will Refound Bolivia, Bolivia Rising, http://boliviarising.blogspot.com/2009/05/bolivian-foreign-minister-communitarian.html
[5] James Petras, Latin America’s Twenty First Century Socialism in Historical Perspective, The James Petras Website, http://petras.lahaine.org/articulo.php?p=1789&more=1&c=1
[6] Juan Nicastro, Environment Continues to Suffer, Latinamerica Press, Febr. 11, 2010, http://lapress.org/articles.asp?art=6061
[7] Jason Tockman, Bolivia’s New Political Space: An Interview with Ambassador Pablo Solon, NACLA News, Views and Analysis, March 15, 2010, https://nacla.org/node/6473
[8] Victor Camacho, Vamos a Reterritorializar las Comunidades Indigenas, La Prensa, 16 de Febrero, 2010, http://www.laprensa.com.bo/noticias/16-02-10/noticias.php?nota=16_02_10_nego2.php
[9] Evo Morales Defiende al Socialismo como la Solucion al Capitalismo y sus Crisis, EcoDiario, http://ecodiario.eleconomista.es/politica/noticias/1740280/12/09/Evo-Morales-defiende-al-socialismo-como-la-solucion-al-capitalismo-y-sus-crisis.html


* Konsep negara “plurination”, mengakui hak-hak bangsa minoritas. Istilah ini digunakan di Ekuador dan beberapa negara Amerika Latin lainnya (Egan 1996)

** Roger Burbach adalah Direktur Center for the Study of the Americas (CENSA – Pusat Studi Amerika) yang berbasis di Berkeley, California. Bersama Jim Tarbell, ia menulis buku Imperial Overstretch: George W. Bush and the Hubris of Empire. Artikel dimuat di http://globalalternatives.org/node/113

*** Terima kasih kepada Roger Burbach yang telah mengijinkan tulisannya dimuat di Buletin Elektronik SADAR, dan kepada Desiyanti Wirabrata yang telah menerjemahkannya dari Bahasa Inggris.

**** Siapa saja dipersilahkan mengutip, menggandakan, menyebarluaskan sebagian atau seluruh materi yang termuat dalam portal ini selama untuk kajian dan mendukung gerakan rakyat. Untuk keperluan komersial pengguna harus mendapatkan ijin tertulis dari pengelola portal Prakarsa Rakyat. Setiap pengutipan, penggandaan dan penyebarluasan sebagian atau seluruh materi harus mencantumkan sumber (portal Prakarsa Rakyat atau www.prakarsa-rakyat.org).

0 Comments:

Post a Comment