Berikut di bawah ini bisa disimak kumpulan terbaru berita atau tulisan tentang seluk-beluk pemilihan legislatif dan pemilihan presiden 2009, yang diambil dari berbagai sumber, Di samping disajikan di berbagai milis, kumpulan berita ini juga bisa dibaca selanjutnya dalam website http://umarsaid.free.fr/ Harap para pembaca maklum hendaknya.

= = =

Rakyat Merdeka, 27 Mei 2009,

Bendung Kampanye Hitam, Tim SBY

Efektifkan Sayap Islam



Jakarta, RMonline. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono mulai mendapat serangan kampanye negatif.

Pasangan incumbent ini mulai disudutkan melalui layanan pesan singkat (SMS) maupun dalam bentuk lainnya.

Hal itu diungkapkan Ketua Tim Kampanye Nasional SBY-Boediono, Hatta Radjasa, usai memberikan pembekalan pada Majelis Dzikir SBY Nurussalam sebagai tim sukses SBY-Boediono di Hotel Sahid, Jakarta, Senin (25/5) malam.

“Kami menemukan adanya sinyalemen kampanye nagatif melalui SMS dan yang lainnya,” ujar Hatta kepada wartawan.

Hanya saja politisi PAN yang menjadi orang dekat SBY ini enggan membeberkan bentuk kampanye negatif itu. Ia hanya meminta Tim Sukses dan Tim Kampanye pasangan lainnya untuk berkampanye secara bermartabat, bermoral dan beretika.

Karenanya, Hatta mengaku akan menghubungi Tim Kampanye pasangan capres/cawapres lainnya untuk membuat kesepakatan agar kampanye Pilpres dapat dilakukan secara bermartabat.

Sebelumnya, Hatta juga memberikan pembekalan kepada jamaah Majelis Dzikir SBY Nurussalam. Di hadapan para jamaan dzikir, Hatta menegaskan bahwa sebagai salah satu sayap politik Majelis Dzikir SBY Nurussalam perlu memberikan pemahaman yang baik kepada masyarakat tentang berbagai hal positif yang dicapai selama pemerintahan SBY.

“Masyarakat perlu tahu bahwa ekonomi kita tumbuh, angka pengangguran turun dan angka kemiskinan juga turun. Itu bukan kata Ketua Tim Kampanye Nasional, tetapi kata Badan Pusat Statistik,” ujar Hatta yang disambut tepuk tangan paa jamaah dzikir.

Sedangkan Ketua Jamaah Majelis Dzikir SBY Nurussalam, Haris Thahir mengatakan, pihaknya telah menginstruksikan kepada seluruh pengurus dan anggota majelis dzikir untuk berjuang memenangkan SBY-Boediono.

“Memerintahkan kepada selurung penhurus dan kader majelis dzikir untuk merapatkan barisan mengawal perjuangan pasangan SBY-Boediono di Pilpres,” sebut Haris.

Menurutnya, di bawah kepemimpinan SBY kehidupan beragama semakin kondusif. “Toleransi kehidupan umat beragama di tanah air dan hubungan Indonesia dengan negar-negara Islam juga semakin berkembang,” ulasnya. [hta]

* * *

Komentar Media Indonesia 26 Mei 2009
Neolib dan Kerakyatan Ramai-Ramai ke Pasar

POLEMIK yang sekaligus menjadi platform pembeda di antara calon presiden yang bersaing dalam pemilu mendatang adalah neoliberalisme dan kerakyatan. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono, walaupun membantah berulang kali, tetap saja dicap kaum neolib.

Sebaliknya pasangan Jusuf Kalla-Wiranto dan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo sama-sama mengklaim penganut sekaligus pembela paham ekonomi kerakyatan.
Tanpa penjelasan yang memadai tentang perbedaan di antara dua paham ekonomi itu, para calon presiden ramai-ramai terjun ke pasar. Di sana mereka ingin memperlihatkan bahwa mereka tidak menganut neolib.


Yang pertama dan yang paling rajin adalah Jusuf Kalla. Dia memulai dengan kunjungan ke Pasar Tanah Abang, Jakarta, kemudian ke Pasar Beringharjo di Yogyakarta. Ke mana-mana Jusuf Kalla pergi, pasar selalu menjadi tempat yang dikunjungi.
Tidak kalah dengan Jusuf Kalla, capres SBY mengunjungi Pasar Sukowati di Denpasar, Bali. Selain di pasar ada kerumunan manusia, mengunjungi pasar dilakukan SBY untuk menepis tuduhan terhadap dirinya sebagai orang neolib.


Megawati yang mampu menciptakan drama 'wong cilik' dengan memilih Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantar Gebang sebagai lokus deklarasi juga terjun ke pasar. Dalam rangka pembuatan iklan yang memperlihatkan keberpihakannya kepada ekonomi kerakyatan, Mega masuk Pasar Blok A di Jakarta Selatan.
Sama-sama mengunjungi pasar oleh kedua kubu yang sedang mencari poin perbedaan memperjelas bahwa mereka sesungguhnya tidak menghayati betul distingsi antara kerakyatan dan neolib.
Sesungguhnya tidak ada negara di dunia yang melaksanakan neoliberalisme maupun ekonomi kerakyatan secara murni. Neoliberalisme sebagai paham yang mendewakan pasar tanpa campur tangan negara terlalu banyak ternyata memerlukan banyak regulasi atau intervensi. Tidak mungkin sebuah perekonomian bebas dari intervensi negara.


Sebaliknya, paham ekonomi kerakyatan tidak bisa mengunci pintu rapat-rapat dari pengaruh dan mekanisme pasar. Baik karena pengaruh globalisasi maupun pengaruh kebutuhan pertumbuhan dan kesejahteraan itu sendiri. Semakin sebuah bangsa keluar dari kemiskinan karena perkembangan ekonomi yang membaik, dia mau tidak mau harus membuka diri untuk diekspos atau mengekspos mekanisme pasar.
Jadi, kita sesungguhnya tidak sedang beperkara dengan kaum neolib atau kaum kerakyatan. Kita semua, terutama dalam masa pencarian mandat baru kepemimpinan nasional di masa depan, sedang menggugat seluruh kemandekan dari proses pencarian kesejahteraan dan keadilan.
Karena itu, para capres jangan menyibukkan diri dengan cap neolib atau kerakyatan. Berilah kepada rakyat, dalam proses kampanye sekarang, harapan dan rasionalitas tentang kepastian akan kemakmuran dan kesejahteraan itu.


Perasaan hati kolektif bangsa ini yang paling menyakitkan adalah kelambanan negara merealisasikan kemakmuran dan keadilan itu. Padahal kita bernegara di atas tanah dan air yang kaya raya. Setiap kali kampanye pemilu datang, selalu hadir tokoh dan kaum yang menjanjikan kemampuan dan kemauan. Namun, selalu kandas di tengah jalan.
Jadi, janganlah mengacaukan diri sendiri dengan paham-paham yang tidak kita pahami secara mendalam. Neolib atau kerakyatan semua bermuara pada keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Kalau sekarang para capres ramai-ramai ke pasar, anggaplah mereka sedang mencuri show komunikasi. Tidak ada penjelasan yang membuat kita paham tentang perbedaan di antara mereka.

* * *

Kompas, , 26 Mei 2009
Slank Tolak Ikut Kampanye Pilpres

KUALA LUMPUR, KOMPAS.com -- Grup Band Slank kembali memegang komitmennya untuk tidak mendukung salah satu kandidat calon presiden, agar tidak membuat bingung dan mengecewakan para pendukungnya.

"Memang tawarannya besar. Bahkan banyak yang sampai mengancam agar Slank bersedia ikut meramaikan kampanye Pilpres. Namun kami tolak semuanya demi kebaikan para fans Slank," kata vokalis Slank Kaka dan penabuh drumnya Bimbim, di Kuala Lumpur, Senin.

Usai konser Rhythm of Unity di Bukit Jalil, Selangor, Kaka dan Bimbim mengatakan mereka lebih baik kabur ke Lombok dan bersembunyi di sana jika terus menerus dikejar untuk ikut serta dalam kampanye.

"Kebiasaan kami memang lebih baik menghindar dan bersembunyi daripada diteror terus untuk ikut partisipasi kampanye," katanya.

Sejak lama Slank memiliki pendirian untuk menolak permintaan manggung mendukung salah satu calon atau salah satu partai politik karena hal itu akan membuat pecah-belah penggemarnya. (ANT/EH)

* * *

Kompas, 26 Mei 2009

Apa Salahnya Sih Kuda Prabowo?

JAKARTA, KOMPAS.com — Belakangan ini calon wakil presiden Prabowo Subianto diragukan komitmennya dalam membangun ekonomi kerakyatan. Terutama setelah tim verifikasi Laporan Harta dan Kekayaan Penyelenggara Negara mendapati Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu memiliki 98 kuda berharga miliaran rupiah.

Kuda-kuda tersebut, yang tiga di antaranya bernilai sekitar Rp 9 miliar, kemudian menjadi sasaran empuk rival Prabowo, untuk mengkritisi mantan Komandan Jenderal pasukan elite di TNI, Kopassus, itu.

Puncaknya, kemarin, Juru Bicara Tim Nasional Kampanye SBY-Boediono, Rizal Mallarangeng, mengatakan, kepemilikan Prabowo terhadap kuda-kuda mewah tersebut merupakan indikasi bahwa mantan Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) itu tidak mendukung ekonomi kerakyatan.

Kubu Mega-Pro pun angkat bicara. Sekretaris Umum Tim Nasional Kampanye Mega-Pro, Fadli Zon, menilai tidak ada yang salah dengan kepemilikan kuda-kuda tersebut. Menurut dia, memiliki kuda mewah tidak ada kaitannya dengan tidak mendukung ekonomi kerakyatan.

"Kita tidak harus menjadi miskin agar dapat membangun ekonomi kerakyatan. Ini cara berpikir yang tidak logis," ujar Fadli Zon, Selasa (26/5) di Gerindra Media Center, Jakarta.

Menurut Fadli Zon, sebagian kuda-kuda Prabowo telah turut mengharumkan nama Indonesia pada ajang olahraga Sea Games 2007 di Bangkok, Thailand. Saat itu, untuk pertama kalinya, Indonesia menurunkan atletnya pada cabang olahraga polo.

"Tim itu dibawa langsung oleh Pak Prabowo. Tim itu juga bukan terdiri dari orang-orang aristrokrat, tapi anak-anak petani yang dididik oleh beliau," ujar Fadli.

Ia kemudian berharap agar perseteruan mengenai kuda-kuda Prabowo dapat segera diakhiri.



* * *



Detik News, 26 Mei 2009


Persaingan Para Purnawirawan Jenderal

Bisa Berbahaya



Jakarta - Sejumlah purnawirawan perwira tinggi TNI menjadi tim sukses para capres dan cawapres. Jika tidak bersaing secara sehat, persaingan antara para jenderal yang berlainan kubu ini dianggap berbahaya.



Para purnawirawan jenderal diminta tidak menarik anak buahnya yang masih aktif untuk ikut dalam pemenangan pilpres. Karena jika hal ini dilakukan, bisa menimbulkan konflik.



"Kekuatan TNI adalah jaringan, khususnya TNI AD yang memiliki komando teritorial. Bukan mencurigai, tapi jangan sampai incumbent mengunakan jaringan teritorial tersebut," ujar Pengamat Politik dan Militer LIPI, Ikrar Nusa Bhakti kepada detikcom, Senin (25/5/2009) malam.



Ikrar menjelaskan walau sudah pensiun, para jenderal ini dinilai masih memiliki anak buah yang loyal. "Prabowo juga mantan danjen Kopassus yang mungkin masih punya anak buah di lapangan," jelasnya.



Menurut Ikrar penggunaan TNI aktif maupun purnawirawan, bukanlah hal yang aneh dalam kampanye pilpres. Hal ini telah dilakukan dalam pilpres sebelumnya. "SBY pada 2004 melakukan hal ini," jelasnya.



Ikrar menambahkan para jenderal ini akan memanfaatkan jaringan organisasi kemasyarakatan (ormas) untuk menggalang dukungan massa. Walau tidak seefektif pada saat Orde Baru, mungkin saja para purnawirawan jenderal tersebut memanfaatkan cara-cara yang sama.



"Dahulu karang taruna, KNPI, AMPI itu diciptakan negara untuk menjaga kekuasaan Soeharto. Bisa saja metode-metode pada Orde Baru digunakan lagi," jelasnya.



++++



Detik News, 26 Mei 2009


Pilpres 2009, Adu Strategi Para

Pensiunan Jenderal



Jakarta - Para purnawirawan jenderal ramai-ramai menjadi tim sukses pasangan capres-cawapres. Para mantan jenderal ini akan adu strategi dan tenaga untuk memenangkan jagoan mereka dalam pilpres.



Sejumlah pensiunan perwira tinggi menemui JK, Senin (25/5/2009). Mereka membentuk tim sukses yang dinamakan Tim Garuda. Mantan Aspam KSAU Marsdya Purn Basri Sidehabi menjadi ketua Tim Garuda. Sementara sejumlah nama seperti mantan KSAL Laksamana Purn Bernard Kent Sondakh, Mantan KSAD Jenderal Purn Subagyo HS, Mantan Wakasad Letjen (Purn) Sumarsono, menjadi penasihat Tim Garuda. Ada juga Jenderal TNI (Purn) Fahrul Rozi, mantan Kapolri Jenderal Pol (Purn) Chaeruddin.



"Tim Garuda ini untuk mengimbangi kehandalan permainan politik para purnawirawan yang ada di kubu capres lainnya," ujar Jubir Tim Sukses JK-Wiranto Yuddy Chrisnandi kepada detikcom, Senin (25/5/2009).



Yuddy yakin, kubu lawan telah siap dengan strateginya masing-masing. Pihaknya pun tidak mau kecolongan. Mantan Jenderal harus dihadapi dengan mantan jenderal.



"Tapi kita akan melakukan kampanye dengan cara yang santun. Kita tidak akan melakukan black campaign," jelasnya.



Di Kubu SBY-Boediono ada sejumlah nama. Mantan KSAU Marsekal Purn Djoko Suyanto menjadi wakil ketua tim sukses pemenangan pasangan incumbent ini. Ada juga Mantan KSAU, Marsekal Purn Herman Prayitno dan Mantan Kapolri Jenderal Purn Sutanto.



Sementara di Kubu Megawati-Prabowo, tidak kalah kuat. Ada Mantan Dan Sesko TNI Mayjen Purn Theo Syafei, Mantan Danjen Kopassus Muchdi PR dan Letjen Purn M Jasin.



* * *





Kompas, 26 Mei 2009

Kabinet 2009-2014 Akan Kental

Balas Jasa Politik

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik LIPI, Syamsudin Harris, memprediksi, kabinet yang terbentuk pada pemerintahan berikutnya, periode 2009-2014 , akan kental dengan nuansa "balas jasa" politik.

Fenomena ini, menurut dia, sebenarnya sudah terjadi pada Kabinet Indonesia Bersatu, Kabinet Gotong Royong di era Megawati, dan Kabinet Kesatuan Nasional pada masa Abdurrahman Wahid.

Kabinet dengan latar "balas jasa", dikatakan Syamsudin, lebih bersifat politis. Salah satu faktornya karena presiden terpilih memiliki kekuatan dukungan parlemen yang minim.

"Kabinet 2009-2014 menurut saya akan jauh lebih bersifat politik. Bila SBY menang lagi, dia didukung koalisi partai-partai yang menuntut porsi di kabinet," ujar Syamsudin pada diskusi "Postur Kabinet Berdasarkan UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara" di Jakarta, Selasa (26/5).

Riak-riak tuntutan porsi di kabinet sudah mulai muncul dengan statement sejumlah parpol mengenai jatah yang akan didapatkan jika pasangan calon yang diusung meraih kemenangan. "Apakah presiden yang terpilih nanti bisa meminimalkan potensi pemenuhan 'balas jasa' politik? Kalau tidak, siap-siap saja agenda bangsa akan banyak yang terbengkalai. Apalagi, jika sinyalemen benar bahwa duduk di kabinet menjadi ATM (mesin penarik yang) bagi partai politik," ujar dia.

Seharusnya, dalam pandangan Syamsudin, pembentukan kabinet tidak sekadar mendasarkan pada sesuatu yang bersifat politis. Hal ini akan membuat banyak janji presiden kepada rakyat tidak akan terpenuhi dan upaya menciptakan pemerintahan yang bersih akan sulit tercapai. Ia juga memberikan masukan, ke depannya capres dan cawapres hendaknya berakar dari kekuatan politik yang seimbang. "Kalau imbang, maka negosiasi koalisi di kabinet akan lebih diminimalkan," kata Syamsudin.

* * *

Media Indonesia, 26 Mei 2009
Gus Sholah Yakin Nahdliyin Dukung JK-Win

SURABAYA--MI: Pengasuh Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, KH Sholahuddin Wahid (Gus Sholah) yakin warga Nahdlatul Ulama (NU) akan mendukung pasangan Jusuf Kalla-Wiranto (JK-Win) pada putaran kedua Pilpres 2009.

"Dukungan warga NU akan terpecah pada putaran pertama, tapi jika ada putaran kedua dan JK-Win lolos, maka dukungan warga NU akan ke JK-Win, karena Pak Kalla adalah tokoh NU dan warga NU tentu ingin tokohnya menjadi pemimpin," katanya di Surabaya, Selasa (26/5).

Mantan Cawapres dalam Pilpres 2004 itu mengemukakan hal itu setelah berbicara dalam seminar bertajuk "Mempertegas Posisi Intelektual Muda Dalam Peta Politik Nasional Jelang Pilpres 2009" yang digelar Pesantren Mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya. Adik kandung mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu mengakui, dukungan warga NU terhadap Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat ini relatif tinggi, namun tingkat dukungan itu cenderung menurun.

"Setidaknya, begitulah menurut beberapa survei, apalagi beberapa tokoh NU dan Muslimat NU secara pribadi mengisyaratkan dukungan kepada JK-Win. Muslimat NU itu 'kan paling solid, terbukti saat Khofifah menjadi Calon Gubernur Jatim," katanya.

Karena itu, katanya, dukungan warga NU sangat signifikan dalam Pilpres 2009, apalagi jumlah pemilih saat ini diperkirakan 170 juta orang, sedangkan warga NU diperkirakan berjumlah 80 juta orang. "Karena jumlahnya banyak, kepentingan masyarakat NU otomatis menjadi kepentingan masyarakat Indonesia, namun bukan berarti NU ingin mendapatkan prioritas dari negara," katanya.

Pandangan itu berbeda dengan pendapat mantan Ketua PWNU Jawa Timur Dr KH Ali Maschan Moesa MSi yang juga menjadi pembicara dalam seminar di IAIN Sunan Ampel Surabaya itu. "Saya yakin suara warga NU akan tetap terpecah, termasuk di putaran kedua. Itu konsekuensi dari keinginan NU yang ingin menjauh dari politik, sehingga warga NU semakin dewasa dan petunjuk tokoh dalam politik praktis bukan patron lagi," kata Ali Maschan. (Ant/OL-06)

* * *

1 Comment:

  1. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono said...

Post a Comment