Oleh : Leo Nardo Prasasi*

Manusia hidup butuh makan. Untuk makan perlu uang. Untuk mendapatkan uang harus bekerja, tetapi ketika lapangan pekerjaan tidak ada, maka kita jangan pernah berharap untuk bisa makan. Ya, itulah realita kehidupan yang ada di kota-kota seperti Jakarta, Medan, Bandung, Semarang, Surabaya dan Makassar. Semakin hari, semakin banyak orang miskin, pengangguran, pekerja informal dan gelandangan berkeliaran di jalan-jalan.

Persoalan kemiskinan yang terjadi di negeri kita, bukanlah nasib atau suatu takdir yang diciptakan Tuhan, tapi karena serakahnya pemerintah dalam menerapkan kebijakan yang hanya berpihak pada pemilik modal. Persoalan penggusuran yang ada di kota sudah tidak asing lagi bagi kita semua. Pastinya kita sering melihat banyak penggusuran yang terjadi dari mulai penggusuran pedagang kaki lima hingga pemukiman kumuh yang berada di atas tanah-tanah yang diklaim milik negara. Segala penggusuran tersebut selalu dengan alasan untuk menata keindahan kota, agar kota tidak terlihat kumuh, tidak terjadi kemacetan, agar tertib serta nyaman.

Namun kalau kita mau mengkaji persoalan penggusuran yang terjadi di kota, bukanlah sekedar untuk keindahan kota. Semua ini adalah kepentingan dari para pemilik modal asing yang menanamkan modalnya di Indonesia. Mereka mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya melalui kerja sama dengan pemerintah Indonesia. Logika kapitalis adalah tidak mau rugi, harus mengeruk untung sebanyak-banyaknya. Para pemilik modal mengeruk keuntungan di kota melalui pembangunan mal, apartemen dan hotel-hotel mewah.


Menurut logika kapitalis, ketika masih ada orang-orang miskin berada di jalan-jalan atau masih ada pasar tradisional, semua itu akan menghambat keuntungan yang masuk ke kantong mereka. Pada akhirnya pemilik modal bekerja sama dengan para pejabat untuk membuat kebijakan yang menggusur para pekerja informal dengan alasan keindahan kota. Hasilnya, para pejabat yang membuat kebijakan tersebut mendapatkan untung dari para pemilik modal.

Perlu dipahami di sini adalah membedakan antara menertibkan dengan menggusur. Bila pemerintah ingin menertibkan para pekerja informal yang berada di pinggir-pinggir jalan, pemerintah harus bisa memberikan ruang bekerja yang layak dan strategis untuk para pekerja informal tersebut. Tidak hanya menggusur atas nama ketertiban dan keindahan tanpa memberikan solusi apapun. Ini sama saja halnya dengan pemerintah ingin membunuh rakyat miskin perlahan-lahan dengan segala kebijakannya.

Kita bisa melihat di berbagai media elektronik atau pun media cetak, banyak orang miskin menjadi gila, bunuh diri, menjadi residivis lantaran persoalan himpitan ekonomi yang mencekik leher. Persoalan ini harusnya menjadi pekerjaan rumah yang penting bagi pemerintah untuk bisa menyelesaikan persoalan tersebut. Persoalan kriminalitas di kota tidak akan pernah selesai kalau pemerintah masih menerapkan kebijakan ekonomi yang hanya berpihak kepada pemilik modal.

Pemerintah harus bisa belajar dari negara-negara sosialis seperti Cuba dan Venezuela yang mampu mensejahterakan rakyat dengan kemandirian ekonomi negaranya. Mereka mampu memberikan pendidikan dan kesehatan gratis dengan mengalokasikan beberapa persen keuntungan dari hasil kekayaan alam negerinya. Selain itu mereka dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang layak dengan delapan jam kerja dan upah yang sesuai dengan kebutuhan hidup.

Semua itu dilakukan dengan cara memutus hubungan ekonomi dengan negara-negara imperialis yang sejatinya hanya menghisap dan menciptakan kemiskinan. Bahkan Hugo Chaves yang menjadi Presiden Venezuela pernah berbicara dalam pidatonya, “Setetes minyak pun tak akan pernah kuberikan kepada Amerika.” Kemandirian seperti inilah yang seharusnya dicontoh oleh pemimpin negeri kita. Pemerintah Indonesia seharusnya berani melawan kekuatan negara imperialis yang selalu mengeruk kekayaan alam kita. Bukan justru mengemis meminta bantuan yang akhirnya menyeret kita pada persoalaan utang yang tidak pernah bisa kita bayar.


* Penulis adalah anggota Serikat Kebudayaan Masyarakat Indonesia (SeBUMI), sekaligus Anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Jabodetabek.

** Siapa saja dipersilahkan mengutip, menggandakan, menyebarluaskan sebagian atau seluruh materi yang termuat dalam portal ini selama untuk kajian dan mendukung gerakan rakyat. Untuk keperluan komersial pengguna harus mendapatkan ijin tertulis dari pengelola portal Prakarsa Rakyat. Setiap pengutipan, penggandaan dan penyebarluasan sebagian atau seluruh materi harus mencantumkan sumber (portal Prakarsa Rakyat atau www.prakarsa-rakyat.org).

0 Comments:

Post a Comment