Oleh: Odi Shalahuddin

1290447628393894843
Lukisan diri Yayak Iskra


Pendidikan di Taman Siswa memiliki pengaruh besar bagi Yayak Iskra. Ia sering kali mengemukakan kisah-kisah ketika ia bersekolah di Taman Siswa kepada rekan-rekannya. Ia merasa bahwa system pendidikan di Taman Siswa melalui kegiatan seni budaya telah berhasil menancapkan kesadaran yang melekat selama hidupnya.

Ia menuliskan dalam sebuah surat kepada seorang sahabatnya:

Ketika memutuskan (diantaranya) untuk memilih ladang garapan pendidikan untuk anak, seketika aku diingatkan kembali kepada pengalaman masa lampau, masa ketika aku anak-anak juga. Sungguh beruntung aku pernah hidup dan dibesarkan di lingkungan Keluarga Besar Perguruan Taman Siswa, yang hampir seluruh guru-gurunya adalah seniman atau mengagungkan seni dan budaya. Puluhan (ratusan?) lagu-lagu rakyat dari banyak daerah dan bangsa nancap utuh dalam ingatan.
Puluhan lainnya tak hapal syair tapi ingat melodinya. Puluhan tembang dolanan dan operet jawa seutuhnya bisa diulang mainkan dan nyanyikan. Bahkan menarikannya. 
Saat aku mahasiswa itu, aku terhenyak. Bah, ini bukan sekedar main-main. Ini methode pengajaran yang berhasil. Tanyaku, buat apa menghapal dan menyukai serta mengingat itu semua? Kenapa pengalaman dan dasar sederhana itu tak luluh, hilang atau menguap diganyang dan dikikis banyak pengaruh selama pertumbuhan menjadi dewasa selama ini? Atau karena aku diberkati kemampuan daya ingat tinggi? Tidak juga. Terbukti ketika kutanya banyak Kakak, kawan dan sodaraku, para alumni (Taman Muda/SD Taman Siswa), hampir semuanya pula memiliki kemampuan yang sama. Luar biasa itu methode..
12904484251117783550
Salah satu poster anti pelarangan buku

Lebih-lebih lagi bila mengingingati syair-syair atau teks lagu sederhana itu. Kebijaksanaan, keriangan, kegembiraan dan kesenangan kerja, kesetiakawanan, kerakyatan, cinta alam lingkungan, kedamaian dst. mengisi nafas dan ketukan2 irama. Pendidikan itu tidak netral. Aku telah jadi korban didik Taman Siswa. Jiwa kebangsaan, cinta tanah air dan kerakyatan mengisi dan menguasai bawah sadar secuil jiwaku, saat ke saat. Dan aku tak pernah menyesali. Bahkan bersyukur dan berterimakasih. Kesemua ini menjadi kebenaran -kalau menganggap diri sebagai batu uji methode- maka mesti disebar, diteruskan.

Kegiatannya mengembangkan pendidikan bagi anak dimulai ketika tahun 80-an. Pada masa itu ada gerakan anti kebodohan yang dimotori oleh para aktivis mahasiswa di ITB. Yayak bersama beberapa kawannya mulai mendampingi anak-anak yang berada di seputar kampus, dan beberapa perkampungan miskin.
Pada tahun 1985, bersama kawan-kawannya, ia membuat program ”Olah Anak Kreatif” yang kemudian dikembangkan dengan mendirikan Yayasan Sekretariat Anak Merdeka Indonesia (SAMIN) yang dimaksudkan untuk promosi dan memberikan dukungan kepada organisasi atau pihak-pihak yang bekerja untuk anak-anak. Ia menduduki posisi sebagai Koordinator sampai terjadi kasus yang menyebabkan ia meninggalkan Indonesia.

1290448491225839867
Mensikapi isu cicak VS Buaya…
12904485401137607555
Selain banyak mencipta lagu, sebenarnya Yayak Iskrasangat dikenal sebagai ”tukang gambar”.
  Ada berbagai lukisan dan karikaturnya yang sangat menyengat para penguasa, khususnya pada masa rejim Orde Baru. Gambar-gambarnya banyak menghiasi penerbitan-penerbitan alternatif, dibuat untuk kaos-kaos perlawanan, dan poster-poster.
Salah satu karikaturnya adalah mengenai berbagai persoalan tanah rakyat di berbagai wilayah di Indonesia, yang dijadikan poster kalender ”Tanah untuk Rakyat” yang dipublikasikan oleh berbagai organisasi radikal pada masa itu. Akibat poster kalender tersebut, Yayak dimasukkan ke dalam daftar orang yang harus diburu. Poster Kalender itu sendiri telah melahirkan korban dengan ditangkapnya beberapa mahasiswa yang diketahui turut mengedarkannya. Setelah hidup berpindah-pindah, akhirnya Yayak Iskra berhasil meloloskan diri dan hidup bersama istri dan anak-anaknya yang telah lebih dulu pindah di Koln Jerman. 
Berada dalam pengasingan tidak membuat jiwa perlawanannya berhenti. Ia masih terus menggubah lagu dan membuat gambar-gambar yang mengkritik penguasa. Goresan tangannya sangat fasih membangun sosok Soeharto dalam gambar. Terasa lekat. Sehingga kawan-kawannya sempat melontarkan komentar: ”Yayak mungkin setiap bangun tidur dan bermimpi selalu tergambar Soeharto. Sehingga Yayak begitu paham dan detil dalam menggambar anatomi wajah Soeharto, meski dalam ukuran kecil sekalipun, orang yang melihat akan paham bahwa yang digambar Yayak adalah Soeharto,”
1290448605392590439
Selama dalam masa ”pelarian”, ia aktif membuat pameran tunggal ataupun pameran bersama di berbagai kota di Eropa (lihat Riwayat Hidupnya). 
12904486651668579707
Poster Anti Pelarangan Buku

Lantaran gambar-gambarnya yang sangat tajam menusuk para penguasa, tanpa ragu-ragu Prof. DR. Benedict Anderson menyebut Yayak sebagai penerus Sibarani, kartunis terkemuka dekade 1960-an. Hal ini disebabkan keberanian Yayak menuding langsung kepada para pejabat publik yang dianggap bersalah, tanpa khawatir resikonya.

Setelah rejim otoriter Soeharto tumbang, Yayak baru bisa kembali ke Indonesia. Statusnya dalam DPO telah dicabut. Kepulangan pertamanya disambut oleh kawan-kawannya dengan menyelenggarakan Workshop Musik dan Lagu Rakyat Merdeka di beberapa kota. 
Pada Agustus 2003, untuk pertama kalinya ia menggelar pameran tunggal di Indonesia dengan tajuk ”Manusia Bumi Selatan” di Galeri Surabaya Dewan Kesenian Surabaya, yang disusul setahun berikutnya, pada Agustus 2004, atas sponsor dari Dewan Kesenian Jakarta, ia kembali berpameran tunggal Di Galeri Cipta Taman Ismail Marzuki dengan tema ”Semua orang itu guru semua tempat itu adalah sekolah” 
Akhirnya Yayak memutuskan untuk tinggal di Indonesia lagi, dan sesekali mengunjungi istri dan anaknya di Jerman. 
Ia tetap berkarya, menyoroti berbagai kasus di Indonesia melalui gambar-gambarnya. Dari persoalan Pelarangan buku, soal Buaya, soal Lapindo dan sebagainya. Di tengah kesibukannya, Ia juga selalu menyempatkan diri bila ada kegiatan-kegiatan bersama anak-anak yang terpinggirkan.
1290448735296246568
Poster untuk sebuah acara yang dibuat Yayak Iskra

Perhatian Yayak Iskra yang lain adalah pada masalah lingkungan. Ia selalu mengkampanyekan ke banyak orang untuk selalu menanam. Setiap ada acara bersifat masal yang melibatkan banyak orang, ia selalu meminta panitia untuk mengorganisir peserta membawa bibit-bibit tanaman untuk di tanam di seputar lokasi acara. 
Yayak Iskra yang sering berpakaian hitam-hitam, masih memiliki mobilitas tinggi untuk keliling ke berbagai wilayah di Indonesia, melakukan sesuatu bagi perubahan. 
Ia telah memberi inspirasi bagi banyak orang untuk membangun perlawanan atas ketidakadilan baik melalui lagu-lagunya maupun gambar-gambarnya, serta provokasi-provokasinya untuk kelestarian alam. 

Tetaplah sehat, dan semangat Guru Yayak…..
1290449198718930141
Yang Tak Mau Menyerah


Bahan Bacaan:
  • Brosur pameran ”Karya Eksil Yayak Iskra: Manusia Bumi Selatan”, Agustus 2003
  • Surat Yayak Iskra , tertanggal 30 April 2002
  • Wawancara dengan Yayak Iskra, dalam buku ”Berjalan sambil Buat Jalan”, Save the Children – SAMIN, 2010
  • Gambar-gambar Yayak Iskra dalam account FB-nya
—————————————————-
RIWAYAT HIDUP YAYAK ISKRA
  • 1956 Lahir di Yogyakarta
  • 1977 – 1984 Fakultas Senirupa dan Disain, Institut Teknologi Bandung, jurusan Desain Grafis
  • 1977 – 1989 Disaner grafis dan ilustrator beberapa majalah di Indonesia
  • 1992 Tinggal di Koln, Jerman
  • 1993 Pendiri Kelompok Seniman Wulung, Koln, Jerman
  • 1998 Anggota Federatian Critique, Paris, Perancis
Pameran Tunggal:
  • 1990 “Anak Selatan Bumi”, di 35 sekolah di Perancis Selatan
  • 1992 “Karikatur Politik dan Gambar”, Evangelishe Akademie, Iserlohn
  • “Karikatur Politik dan Gambar”, Wekstatt 3, Hamburg
  • “Aksi Gambar”, Palais du Trocadero, Paris
  • “Karikatur Politik dan Gambar”, Dam, Amsterdam
  • 1993 “Karikatur Politik dan Gambar”, Rote Fabrik, Zurich
  • “Karikatur Politik dan Gambar”, Okobildungswerk, Koln
  • 1994 ”Anak Selatan bumi”, Bilderschec, Koln
  • 1995 ”Selatan VS Utara” Jendela Seni Componet, Koln
  • ”Karikatur Politik dan Gambar” Universitas Humbold, Berlin
  • “General und Hightech” Cafe International, Hannover
  • ”Karikatur Politik dan Gambar”, Institut und Sammlung fur Volkerkunde Universitat Gottingen, Gottingen.
  • ”Aksi Gambar” Pasar Maling, Utrecht
  • 1997 ”Message From the Future” Galeria Asia Pasific Reisen, Koln
  • 1998 “Pekerja Anak dari Asia, Amerika Latin dan Afrika” Global March, Poitiers, Perancis
  • “Anak Sial Bumi Selatan,” Drittewelt Zentrum, Aachen
  • 2003 ”Manusia Bumi Selatan” Galeri Surabaya, Dewan Kesenian Surabaya
  • 2004 ”Semua Orang Itu Guru, Semua Tempat adalah Sekolah,” Cipta Galeri, Taman Ismail Marzuki, Jakarta
Pameran Bersama
  • 1984 Galeri Utama Taman Ismail Marzuki, Jakarta
  • 1990 Kunstschalter, koln
  • 1992 Kunstschalter, koln
  • 1995 Begegnung, EuroCentres, Koln
  • 1996 Alles Quadrat, Hotel Et Cetera, Koln
  • ”Gambar-gambar”, Chiang Mai, Thailand
  • 1998 Federation Critique, Grande Arche La Defense, Paris
  • 1999 “Seniman Melayu” Alte Leder Fabrik, Koln
  • 2000 ”Seni untuk Rakyat” Asien Haus, Essen
  • 2001 ”Seniman Jerman VS Indonesia” Deustsche Welle, Koln
  • 2002 “Anti Militerisme” Indonesia House, Amsterdam
  • 2003 “Seni Mutahir Indonesia” Atmoshphaere Galery, Koln
Publikasi
  • 1990 ”Tini” Komik, ORCADES, Poitiers
  • 1992 Ilustrasi majalah SuOstASIEN Essen, TAPOL, London, IFM Amsterdam, dan beberapa koran di Jerman, Inggris dan Swiss
  • 1993 ”Air untuk Sahel: material untuk pengembangan kesaedaran, ORCADES, Poitiers
  • ”Hak Asasi Anak” Poster, Terre des Hommes Germany
  • 1994 ”Buah dari Selatan bumi” seri poster dan mainan, ORCADES Poitiers
  • ”Salam dari Selatan”, Katalog, ORCADES, Poitiers
  • 1995 ”General und Hightect” LIT Verlag, Munster
  • ”Welcome to Indonesia” Poster, Amnesty International, London
  • 1996 ”Thibaud a la decouverte du Cacao” Pekerja Anak di Perkebunan Coklat di Pantai Gading, Komik, ORCADES, Poitiers
  • 1997 ”Thibaud a la decouverte de la banana” Pekerja Anak di Perkebunan Pisang Ecuador, Komik, ORCADES, Poitiers
  • ”Thibaud a la decouverte du The”, Pekerja Anak di Perkebunan Teh di India, Komik, ORCADES, Poitiers
  • 2000 ”Militerisme di Indonesia, untuk Pemula” Komik, penerbit bersama, Jakarta
  • 2002 “Pembantaian Massal Sejak Oktober 1965”, Poster, Penerbit Bersama, Jakarta
Sumber: Kompasiana

0 Comments:

Post a Comment