Para aktivis mahasiswa dan gerakan parlemen jalanan, walau mungkin tidak mengenal sosok Yayak Iskra secara langsung, mungkin pernah mengumandangkan lagu-lagu-nya dalam aksi-aksi mereka. Lagu ”Topi Jerami”, ”Roti Matahari”, ”Titik Api”, ”Aku Anak/Rakyat Indonesia”, ”Satukanlah” yang kemudian dikembangkan oleh Kris dari Lontar Band Surabaya menjadi lagu ”Rakyat Bersatu”, seolah menjadi lagu semi resmi bagi aksi-aksi jalanan.
Lagu-lagu ”Anak Merdeka”, lirik-liriknya banyak berkisah tentang kehidupan keseharian anak-anak. Tentang ”Burung”, ”Laut”, ”Petani”, ”Bayam Merah”, ”Ambil Biji” dan sebagainya. Lirik-liriknya juga mengajarkan tentang semangat belajar dan bekerja bersama, tentang kemerdekaan sebagai manusia, tentang semangat, dan sesungguhnya juga mengajarkan ”nasionalisme” dan pijakan terhadap nilai-nilai sosial-budaya masyarakat setempat serta kecintaan terhadap lingkungan. Simak saja lagunya tentang ”Roti Matahari”, ”Desa Merdeka” ”Sama-sama”, ”Sama Kenyang,” dan lain-lain.
Lagu itu berlirik pendek, dengan irama yang mudah dinyanyikan, sehingga anak-anak-pun dapat dengan cepat menghafalnya ketika menyanyikan dua-tiga kali. Hal ini pernah dijelaskan oleh Yayak Iskra dalam salah satu tulisannya bahwa: ”Aku belajar tentang Disain Grafis. Diantaranya belajar tentang ilmu periklanan. Di dalamnya sedikit dipelajari psikologi (sosial) dan jingle serta copy writting. Ini dia. Prinsip Jingle itu antaranya adalah musik pendek, nada esensial, nyacing kuping, diulang-ulang, sesuai sifat dan karakter produk dan seterusnya. Pun bisa dipakai. Tinggal syairnya saja kemudian kita pikirkan menuruti pesan, atau isyarat-isyarat apa yang akan kita sampaikan. Iklan tak lebih dari propaganda (suatu produk). Dan kita sadar, gerakan yang kita lakukan waktu itu adalah Propaganda counter propaganda. Perang lawan iklan, perang lawan budaya pop cengeng.”
Sedangkan lagu-lagu ”Rakyat Merdeka” banyak berkisah tentang kisah-kisah duka dari rakyat yang terpinggirkan dan menjadi korban dari para penguasa yang serakah. Hampir setiap ada kejadian, ada lagu yang tercipta. Kadang tidak hanya satu lagu. Sebagian lagu, misalnya ”Kedung Ombo”, ”Tanah Badega”, ”Tanah Aceh”, kumpulan lagu tentang ”Ciliwung”, dan sebagainya.
Yayak Iskra, selain dikenal sebagai pencipta lagu anak/rakyat merdeka juga dikenal sebagai ”tukang gambar” yang sangat tajam menggugat para penguasa yang bersikap tidak adil terhadap rakyatnya. Berbagai karyanya menghiasi majalah/buletin, poster, komik, dan kalender. Salah satu karyanya berupa kalender ”Tanah Untuk Rakyat” yang dihiasi sebuah puisi dari Wiji Tukhul yang dipublish oleh berbagai organisasi masyarakat sipil menyebabkan kemarahan penguasa Orde Baru. Yayak menjadi sosok yang diburu sehingga ia harus ”nomaden” berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk menghindari dari penangkapan. Akhirnya ia bisa menyusul istri dan anak-anaknya yang telah lebih dulu kembali ke Jerman.
Jatuhnya rejim Orde Baru, yang salah satunya akibat kontribusi dari gerakan massa di berbagai wilayah di Indonesia, telah berhasil mendongkel Soeharto dari kekuasaannya. Periode baru yang disebut sebagai Orde Reformasi membawa angin segar bagi para eksil agar bisa kembali ke Indonesia. Salah satunya adalah Yayak Iskra.
Kepulangannya pertama, pada tahun 2003, disambut dengan rangkaian Workshop Musik dan Lagu Merdeka yang digelar di berbagai kota seperti Yogyakarta, Surabaya, Mataram, Jakarta, Medan, dan kota lainnya.
Sosok kurus, tinggi, dengan mata bulat yang tajam menghujam dan suara bass-nya, seakan tak kenal lelah. Selalu menyapa dengan pekikan lantang ”MERDEKA!”, ia bersama dengan berbagai kelompok musik, kelompok anak, dan organisasi-organisasi mahasiswa, kembali memperkenalkan lagu-lagu anak/rakyat merdeka dan bersama-sama menciptakan lagu-lagu baru.
Banyak lagu-lagu karya Yayak Iskra, yang beredar dari mulut ke mulut dan tidak banyak diketahui siapa pencipta lagu itu. ”Itulah makna lagu merdeka.. Semua orang boleh merubah liriknya, menambah atau mengurangi, sesuai dengan kebutuhannya,” katanya dalam suatu kesempatan.
Tawaran untuk rekaman ditolaknya. Tawaran dari beberapa penyanyi nasional untuk menyanyikan lagu-lagu-nya juga pernah ditolak. Pada sebuah surat dimana saya mendapatkan tembusannya, Yayak Iskra menuliskan:
”Waktu dulu di awal 80 an, tak kurang-kurang kami menerima tawaran untuk rekaman. Kami sengaja menolak. Lagu Anak Merdeka itu biarkan menyebar dari mulut ke mulut. Menyebar antar kawan. Dari kelompok merdeka satu ke kelompok merdeka binaan yang lain. Biarkan nyebar lewat workshop, lewat training-training CO (Community Organizing). Lewat pamong-pamong pendamping , malah masuk ke jiwa anak-anak berbareng sekalian dengan penyadaran,”.
Pilihan yang dilakukan oleh Yayak Iskra untuk mengembangkan lagu-lagu anak/rakyat merdeka yang diarahkan agar dapat tercipta secara kolektif sudah banyak menginspirasi berbagai kelompok. Lagu-lagu yang berkisah tentang realitas kehidupan sehari-hari semakin tumbuh subur, menyebar dari mulut ke mulut saling bertukar lagu, sehingga menjadi lagu perjuangan bagi mereka.
Dijelaskan oleh Yayak bahwa hal yang menarik adalah bahwa penciptaan lagu-lagu dan syairnya rata-rata dilakukan secara kolektif. Sehingga semua orang yang terlibat bisa mengakui sebagai pencipta atau lebur menjadi karya kelompok atau anonym. Psikologis, ini membantu memberi rasa aman untuk menggali semerdekanya kreativitas, imajinasi,greget dan seterusnya dalam proses penciptaan. Suatu Lyrik ditawarkan, lalu dibahas bersama. Bunyi, warna, unikum, irama, thema dst. Lalu di lagukan. Atau sebaliknya, nada-nada atau irama tertentu ditawarkan, lantas lyrik diisikan. Atau bila ada yang menemukan satu lagu utuh, langsung duji bersama. Namun, -disepakati dari awal- semua orang siap dan terbuka hati untuk menerima saja bila lagu atau lyriknya itu diaduk-aduk, dibongkar, dirombak atau diganti. Dengan cara ini, maka, puluhan lagu tercipta. Semua kawan senang menyanyi dan melagukannya.
————————————————-
Lagu-lagu Yayak Iskra yang dinyanyikan oleh berbagai kelompok, diantaranya:
Kita pasti menang - Rakyat Bersatu - Tanah Aceh.