Oleh : Joel Fang*


Negara ini sedang diuji berbagai konflik dan persoalan hidup bernegara. Dari masa ke masa negara tidak dapat melepaskan dirinya dari isu-isu kekerasan, konflik rasial, perpecahan antar etnis, dan bahkan antar golongan. Sejak berdirinya negara Indonesia, konflik ras ataupun antar etnis terus bergulir.

Bila konflik itu terus terjadi sehingga mengakibatkan kerapuhan multikultural Indonesia dan pluralitas Indonesia, apakah Pancasila perlu direvisi isinya atau justru diabaikan? Jelas ini bukan kesalahan suatu bentuk tulisan, melainkan kesalahan pada tatanan negara. Persatuan Indonesia belum tercapai seutuhnya, maka tidak mengabaikan Pancasila dalam menciptakan kerukunan antar golongan dan etnis harus dilakukan.

Pancasila seolah-olah tidak memiliki peran lagi dalam kehidupan bermasyarakat. Bangsa Indonesia mengakui bahwa Pancasila dijadikan sebagai landasan ideal masyarakat Indonesia sebagai penentuan arah kebijakan dan acuan kesepakatan yang regulatif. Kehidupan negara yang legislatif, yudikatif, maupun eksekutif menentukan suatu kebijakan yang berpengaruh bagi masyarakat Indonesia atas dasar Pancasila.

Di dalam kehidupan bernegara, masyarakat dari berbagai golongan diatur oleh peraturan yang dibentuk oleh pengurus negara demi kepentingan masyarakat bersama (kolektif). Pancasila diakui sebagai falsafah, maka dari itu berbagai urusan kehidupan masyarakat sebisa mungkin berpijak pada nilai-nilai Pancasila.

Nilai-nilai Pancasila mengandung nilai-nilai kolektivitas yang tinggi, mengakui pluralitas atau keberagaman, menjaga keadilan dalam strata sosial, tanpa pembeda strata ekonomi, dan religiusitas atau Ketuhanan. Di sila pertama dijelaskan, bahwa Tuhan itu tunggal (esa), masyarakat dituntun untuk beragama dan memercayai Tuhan itu tunggal sesuai kepercayaan masing-masing. Tidak ada pengakuan secara tekstual di sila pertama untuk menganut satu agama. Di sila kedua dijelaskan, nilai humanisme dijunjung tinggi dalam menegakkan keadilan. Di sila ketiga terkandung nilai kebersamaan yang menyatu dalam suatu tatatan negara, baik secara perspektif historis maupun geografis. Di sila keempat dan kelima lebih menekankan nilai-nilai berkehidupan sosial yang adil serta menyinggung demokratisasi yang berpihak kepada rakyat.

Nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila, seperti yang diurai sedikit di atas, tampaknya menjadi ambivalen ketika dikontekskan terhadap situasi dan kondisi negara Indonesia. Namun ada beberapa nilai yang memiliki peran penting bagi negara. Ketika Pancasila mengarahkan negara untuk bersatu, tetapi kenyataannya negara Indonesia belum mampu menciptakan persatuan yang utuh. Bahkan, keadilan sosial yang tertera di sila kelima tidak mampu memperkecil kemiskinan bagi seluruh rakyat Indonesia. Justru jumlah indikator kemiskinan semakin bertambah.

Lebih tepat bila dikatakan, bahwa sebagian besar elite aparatur negara telah mengabaikan nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai yang seharusnya dijaga dan dikaji sebagai landasan bermasyarakat yang adil.

Seseorang yang menolak Pancasila mungkin telah memahami dan mengkaji nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Tetapi, pengabaian tidak menyentuh sama sekali pemahaman Pancasila, apalagi untuk mengkajinya. Inilah fakta sosial negara kita, lebih memilih mengabaikan daripada menolak. Perpecahan atau konflik sosial yang terjadi seharusnya tidak terjadi bila pengabaian Pancasila tidak terjadi.

Peran negara tidak hanya memanfaatkan momen, seperti pada Hari Kesaktian Pancasila, sebagai peringatan Pancasila. Lebih berarti bila negara memerankan wewenangnya sebagai kekuatan stuktural untuk meminimkan pengabaian Pancasila di masyarakat. Salah satunya adalah pembenahan dari dalam institusi pendidikan, yang efektivitasnya lebih tinggi terhadap generasi penerus. Untuk itu, kekerasan yang terstruktur maupun tidak terstruktur dalam kehidupan multikultural ini adalah tugas utama negara melalui penanaman kesadaran Pancasila secara filosofis.


* Penulis adalah mahasiswa Universitas Padjajaran, sekaligus Anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Bandung.

** Siapa saja dipersilahkan mengutip, menggandakan, menyebarluaskan sebagian atau seluruh materi yang termuat dalam portal ini selama untuk kajian dan mendukung gerakan rakyat. Untuk keperluan komersial pengguna harus mendapatkan ijin tertulis dari pengelola portal Prakarsa Rakyat. Setiap pengutipan, penggandaan dan penyebarluasan sebagian atau seluruh materi harus mencantumkan sumber (portal Prakarsa Rakyat atau www.prakarsa-rakyat.org).

0 Comments:

Post a Comment