Oleh Hadi Purnomo *

Dulu rakyat hanya mendengar kabar burung dari mulut ke mulut bahwa hukum bisa diperjualbelikan, hukum hanya berpihak pada kepentingan yang punya duit dan kekuasaan. Kini pasca diperdengarkan rekaman Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Judicial Review Undang-Undang KPK tentang penonaktifan pimpinan KPK ketika ditetapkan sebagai tersangka.

Pemutaran rekaman penyadapan percakapan Anggodo, adik buronan korupsi Anggoro, telah membuka mata dan telinga rakyat. Memunculkan sebuah kesadaran berpikir baru bahwa keadilan hukum sangatlah mahal sehingga tidak bisa dijangkau oleh rakyat miskin yang tertindas. Kasus kontroversial ini telah melibatkan sejumlah pejabat tinggi di dua institusi kepolisian dan kejaksaan yang seharusnya sebagai garda terdepan dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.

Padahal kita ingat belum lama berselang manipulasi dan persekongkolan Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samsul Nursalim juga melibatkan pejabat di kejaksaan melalui Artalita untuk meloloskan buronan koruptor tersebut.

Sungguh ironis di dalam negara yang katanya telah lolos dari reformasi dimana era transparansi dan akuntabilitas dilakukan, kasus suap dan persekongkolan masih sering terjadi. Di manakah letak keadilan yang ditanamkan dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 ataukah memang keadilan itu telah mati atau sengaja dimatikan? Tentu ini pertanyaan besar yang harus kita jawab dalam membangun konteks berbangsa dan bernegara dimana semua warga negara mempunyai tempat dan posisi yang sama di mata hukum seperti apa yang dicita-citakan para pendiri bangsa ini.

Bila pada Skandal BLBI dan Kasus Kriminalisasi KPK melibatkan oknum pejabat tinggi di kepolisian maupun kejaksaan, bagaimana dengan kasus-kasus kecil yang menimpa rakyat miskin dan tidak pernah diungkap ke permukaan. Logikanya, kalau mental pejabat tingginya saja sudah bobrok, bagaimana dengan bawahan mereka. Bisa dipastikan rakyat miskin yang berperkara melawan penguasa maupun pengusaha dipastikan tidak akan menang kecuali diimbangi dengan gerakan sosial yang besar untuk mengawal kasus tersebut.

Revolusi lembaga penegak hukum pun menjadi isu yang menarik untuk terus dipropagandakan di jalanan. Kini semuanya bergerak untuk menuntut perbaikan dalam lembaga penegak hukum baik di kepolisian maupun kejaksaan. Kalau hal ini tidak segera dijawab oleh pemerintah maka bisa dipastikan rakyat akan membuat pengadilannya sendiri. Rakyatlah yang akan menjadi hakim dan Peristiwa 98 bukan tidak mungkin akan kembali terulang.

Kasus Kriminalisasi KPK haruslah membuka kesadaran baru, kita bukan hanya menuntut dua pimpinan KPK, Bibit dan Chandra untuk segera dibebaskan dari tuduhan. Karena kini kesadaran rakyat akan hukum dan politik mulai terbuka sebagai tanda-tanda lahirnya kekuatan besar gerakan rakyat untuk mendorong revolusi di semua tatanan sistem bernegara. Korupsi yang sedang terjadi tidak hanya ada di kepolisian dan kejaksaan tetapi di semua sendi-sendi pemerintahan hingga masuk ke dalam gedung parlemen DPR/MPR.

Gerakan revolusi sistem politik dan hukum harus terus dimajukan dan digulirkan karena ketika negara masih berkiblat pada sistem kapitalisme maka persekongkolan dan rekayasa hukum maupun politik akan terus berlanjut. Hukum produk kapitalis tentu saja akan berpihak pada kaum cukong sementara rakyat dibuat terbuai oleh mimpi-mimpi indah tentang negara demokrasi yang berkeadilan sosial dan tidak berpihak. Tapi kini rakyat kaget ketika tahu bahwa semuanya itu adalah sandiwara yang dibuat rezim penguasa sebagai kaki tangan pemodal untuk merampok kekayaan Nusantara ini.

Sudah saatnya kekuatan rakyat bergerak bersatu dalam panji-panji merah perjuangan untuk menyuarakan ketidakadilan yang selama ini kita terima. Perlakuan yang tidak sama tak lebih hanya sekedar menjadi budak di negeri sendiri, menjadi bulan-bulanan hukum prosedural dan mengesampingkan substansi penegakan hukum. Sehingga rakyat dibuat apatis dan tidak percaya dengan proses hukum. Revolusi di bidang hukum mutlak harus dilakukan. Hukumlah yang menjamin kebebasan berpendapat. Koridor hukum harus dikembalikan untuk tetap berpihak pada kepentingan kelas yang tertindas dan termarjinal karena selama ini merekalah korban dari ketidakadilan..

Belajar dari Kasus Kriminalisasi KPK, makin jelaslah bahwa penangguhan penahanan oleh Bareskrim Mabes Polri terhadap Bibit dan Chandra bukan merupakan hadiah manis dari kepolisian melainkan kekuatan sosial rakyatlah yang yang melakukan penekanan. Rakyat yang tersadar telah tahu bahwa tanpa mereka bergerak turun ke jalan, Bibit-Chandra tentu tidak akan pernah menghirup udara kebebasan.

Tim Pencari Fakta (TPF) yang dibentuk presiden ketika didesak massa rakyat tak ubahnya hanya sebagai obat peredam ketidakpercayaan rakyat terhadap birokrasi borjuis. Kondisi ini tentu tidak akan terjadi pada awalnya ketika pengacara Bibit dan Chandra mengajukan pembentukan TPF kepada presiden. Upaya tersebut akhirnya baru dilakukan oleh presiden ketika banyak tuntutan dari rakyat. Gerakan rakyat dari berbagai elemen terus bergerak melakukan upaya pengawalan terhadap pembersihan dalam lembaga-lembaga peradilan dan penegak hukum.

Dan pada akhirnya oposisi yang berasal dari gerakan rakyat dibutuhkan untuk melakukan kontrol dan pada akhirnya akan menggantikan kepemimpinan rezim yang telah berkuasa hari ini berganti dengan kepemimpinan kelas pekerja. Oposisi rakyat terhadap penguasalah yang mampu mengembalikan rasa keadilan dan terciptanya kesejahteraan bagi rakyat tertindas.

* Penulis adalah Pengurus Serikat Buruh Kerakyatan - Surabaya, sekaligus Anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Jawa Timur.

** Siapa saja dipersilahkan mengutip, menggandakan, menyebarluaskan sebagian atau seluruh materi yang termuat dalam portal ini selama untuk kajian dan mendukung gerakan rakyat. Untuk keperluan komersial pengguna harus mendapatkan ijin tertulis dari pengelola portal Prakarsa Rakyat. Setiap pengutipan, penggandaan dan penyebarluasan sebagian atau seluruh materi harus mencantumkan sumber (portal Prakarsa Rakyat atau www.prakarsa-rakyat.org).

0 Comments:

Post a Comment