Oleh : M. Syeun *


Mudik 2011 telah terlewati, sebuah ritual dan telah menjadi tradisi tahunan yang selalu menghadirkan banyak makna. Mudik selalu ditunggu-tunggu oleh masyarakat terutama kaum muslim karena berdekatan dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri. Banyak aspek yang muncul saat mudik tiba, aspek ekonomi, aspek sosial dan bahkan aspek politik. Dengan jumlah pemudik yang mencapai 15 juta orang tahun ini tentulah aspek ekonomi tak terbantahkan, bahkan mungkin ini yang mendongkrak roda perputaran uang dan perekonomian secara nasional. Momentum mudik seperti ini tidak dimiliki negara lain, walaupun di sisi lain juga mengakibatkan kenaikan harga-harga yang tidak bisa dikendalikan oleh negara.

Penulis mencoba untuk melihat mudik dari aspek sosial dan politik, dimana mudik menghadirkan kemacetan di ruas-ruas jalan. Kemacetan terutama dari arah Ibukota Jakarta yang menjadi daerah asal pemudik. Tercatat tahun ini mencapai 7 juta orang mudik ke arah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Hal lainnya adalah semaraknya kenaikan harga tiket bis reguler yang tak terkontrol dengan menjamurnya calo tiket di terminal-terminal. Dua hal tersebut secara sosial sangat mengganggu bahkan merugikan masyarakat pemudik dan secara politik menunjukkan betapa pemerintah abai atas kenyamanan dan pemenuhan kebutuhan publik.

Datanglah ke Terminal Purwokerto atau Terminal Jogja saat mudik tiba, maka anda akan menemukan para calo yang berkeliaran minus petugas. Petugas yang berkewajiban di bidangnya seolah hilang dari daerah tanggung jawabnya. Sehingga masyarakat dibiarkan sendiri kebingungan bahkan menjadi korban pemerasan harga tiket atau bahkan tindakan kriminal lainnya. Bahkan banyak pemudik yang membutuhkan bis malah menjadi koran penipuan.

Hal tersebut adalah satu kesatuan dari cerminan betapa karut-marutnya sistem transportasi publik di bumi Indonesia. Informasi tentang kenaikan harga tuslah (tiket saat mudik tiba) yang diumumkan oleh pemerintah tidak lebih dari 15%, tidak terbukti. Kenyataannya pemudik bahkan yang bukan pemudik harus membayar kenaikan tiket lebih dari 50% untuk bis ekonomi, dan lebih dari 100% untuk bis bisnis ber-AC.


Selain hal di atas yang jarang masuk dalam berita, karena sering yang diangkat oleh media hanya jumlah kendaraan dan jumlah pemudik, hal lain yang mendasar justru tidak diangkat. Berita seputar mudik dengan kemacetan di mana-mana seperti dianggap biasa tanpa melihat kerugian-kerugian yang diakibatkan oleh hal tersebut. Bahkan berita kecelakaan hingga jatuhnya korban jiwa hingga melayangnya nyawa, seolah dipandang biasa karena kelalaian pemudik, padahal banyak sebab dari kecelakaan seperti itu.

Penyebab dari kemacetan hingga membuat macet total dapat dilihat dari aspek konsumtif masyarakat akan motor dan mobil. Begitu pula dengan aspek infrastruktur jalan yang sempit dan tidak adanya alternatif jalan yang baru. Selain itu juga aspek kesigapan petugas dalam mengatur arah kendaraan dan aspek ketidaktaatan masyarakat pengemudi mobil dan motor pada petugas. Lebih jauh lagi adalah aspek pemerintah yang tidak mengendalikan dengan baik sistem transportasi.

Dari semua itu, tentu aspek pokok yang patut dikoreksi adalah aspek pemerintah. Dimana kebijakan pemerintahlah yang bisa mengurai kemacetan saat mudik, bahkan di saat hari-hari kerja biasa yang penuh kemacetan. Kebijakan akan pembenahan infrastruktur jalan, kebijakan pembatasan kepemilikan mobil, kebijakan pajak tinggi dan kebijakan akan jalur-jalur pemisah seharusnya menjadi prioritas untuk dibuat. Kebijakan di atas seharusnya dipandu dengan informasi yang akurat kepada pemudik dan pengguna transportasi umum secara cepat. Serta kesigapan petugas untuk menanganinya.

Kebijakan pemerintah harus dipadukan dengan penyebaran informasi kepada masyarakat sehingga ada pemahaman yang cukup akan sistem transportasi publik dan kesigapan petugas, agar kecarut-marutan itu terurai secara bersamaan. Bagaimanapun sistem transportasi menjadi aspek utama dalam perputaran ekonomi. Jangan sampai pemerintah hanya mau ambil untungnya saja dalam momen mudik, sementara abai memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan kepada masyarakat pemudik.


* Penulis adalah pemudik dan anggota serikat buruh di Cimahi, sekaligus Anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Bandung.

** Siapa saja dipersilahkan mengutip, menggandakan, menyebarluaskan sebagian atau seluruh materi yang termuat dalam portal ini selama untuk kajian dan mendukung gerakan rakyat. Untuk keperluan komersial pengguna harus mendapatkan ijin tertulis dari pengelola portal Prakarsa Rakyat. Setiap pengutipan, penggandaan dan penyebarluasan sebagian atau seluruh materi harus mencantumkan sumber (portal Prakarsa Rakyat atau www.prakarsa-rakyat.org).


0 Comments:

Post a Comment