Oleh : Suratmi Anung *

Beberapa bulan yang lalu sebagian besar warga DKI Jakarta, disibukkan dengan pendaftaran Sekolah Dasar untuk anak-anak mereka. Pendaftaran sekolah yang menggunakan sistem On Line dan pendaftaran langsung dengan beberapa persyaratan tertentu, cukup membuat sebagian kalangan calon orang tua murid mengalami kesulitan, ditambah dengan batas waktu yang boleh dikatankan cukup singkat. Penerapan sistem On Line menjadi hal yang baru untuk pendaftaran Sekolah Dasar, walaupun pada tahun sebelumnya sistem On Line tersebut telah diterapkan oleh Pemerintah DKI Jakarta untuk SMP dan SLTA.

Selain penerapan sistem On Line yang belum mampu diakses oleh calon orang tua murid, persyaratan administrasi lainnya selain Kartu Keluarga yang menjadi kewajiban dalam pendaftaran seperti adanya Akta Kelahiran anak calon peserta didik dari Kantor Catatan Sipil pun menjadi tambahan beban bagi orang tua. Kalau pun Dinas Pendidikan Pemprov DKI Jakarta memberikan sedikit kelonggaran atas persyaratan administratif, yakni dengan surat Keterangan Kelahiran dari Kelurahan setempat sebagai pengganti Akta Kelahiran. Namun tetap saja keluhan orang tua calon peserta didik masih ada, semisal bertambah biaya yang harus dikeluarkan dan juga perbedaan penafsiran pegawai kelurahan atas permohonan Surat Keterangan Kelahiran. Karena didapati pernyataan dari pegawai kelurahan, bahwa kelurahan tidak bisa memberikan Surat Keterangan Kelahiran namun hanya bisa memberikan Surat Keterangan sebagai pengantar untuk pembuatan Surat Akte Kelahiran ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.

Beban biaya tambahan dimaksud yang harus dikeluarkan oleh orang tua calon peserta didik untuk mendapatkan surat keterangan dari kelurahan, antara lain uang untuk kas RT atas permintaan surat pengantar, kemudian meminta stempel dan tanda tangan RW pun ada sumbangan untuk kas, ditambah transportasi ke kelurahan dan bolak-balik ke sekolah tujuan.

Penerapan sistem On Line oleh Dinas Pendidikan Pemprov DKI Jakarta bukan tanpa kelemahan khususnya untuk yang reguler, sekalipun untuk mempermudah pendaftaran dan tertib administrasi selain tujuan, prinsip dan azas yang dituliskan oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Setidaknya kelemahan itu terlihat dari tidak adanya pengawasan yang ketat oleh Dinas Pendidikan, yakni dalam memasukan nomor-nomor tertentu yang menjadi persyaratan pokok dalam proses Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB). Mudah saja bagi panitia penerimaan pendaftaran di tempat sekolah tujuan, untuk memasukan asal nomor yang wajib diisi dalam kolom pertama bertuliskan Nomor Akte Kelahiran atau Nomor Surat Keterangan Kelahiran.


Jika kita menilik sedikit kepada azas yang dibuat oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta, dimana disebutkan dalam point 3 huruf (d) yang berbunyi sebagai berikut, "Tidak diskriminatif, artinya PPDB di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta tidak membedakan Suku, Agama, dan Ras atau Golongan." Namun kemudian jika dikaitkan dengan Persyaratan Calon peserta didik baru yang terdiri dari 5 butir, tentu boleh kita katakan masih adanya ruang diskrimintatif.

Mengapa masih bisa dikatakan diskriminatif dalam hal ini?

Persyaratan pendaftaran Sekolah Dasar yang mewajibkan adanya Surat Akte Kelahiran, Surat Keterangan Kelahiran dari Kelurahan dan juga Kartu Keluarga tentu menjadi kendala serius bagi orang tua yang memiliki anak usia sekolah sebagai Warga Negara Indonesia yang hidup dan tinggalnya di pinggiran bantaran sungai, di gerobak-gerobak dan pinggiran rel kereta api yang boleh dibilang tidak termasuk atau berada dalam catatan kota administratif tertentu, mulai dari tingkat RT, RW dan seterusnya. Seharusnya keberadaan mereka jauh-jauh sebelum persyaratan itu ditetapkan, Pemprov DKI Jakarta khususnya Dinas Pendidikan memikirkan ruang kemudahan bagi anak-anak mereka agar tetap bisa mengikuti proses verifikasi dan seleksi. Artinya bagi anak-anak yang orang tuanya tidak memiliki catatan domisili kota administratif tertentu, masih memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan formal.

Walaupun demikian, penulis cukup memberikan apresiasi yang tinggi kepada Dinas Pendidikan DKI Jakarta dalam memberikan layanan pendidikan. Karena penulis memandang dengan tidak menerapkan persyaratan pernah mengikuti pendidikan tertentu misalkan TK atau ukuran nilai tertentu kepada calon peserta didik baru, merupakan tindakan yang baik dalam memberikan kesempatan bagi calon-calon peserta didik baru yang "mungkin" tingkat kecerdasannya di bawah rata-rata. Ekstrimnya penulis hendak mengatakan, seorang anak yang bodoh sekalipun dan orang tuanya tidak memiliki tempat tinggal, anak tersebut tetap memiliki hak yang paling mendaasar untuk mendapatkan pendidikan yang setinggi-tingginya serta dibiayai oleh negara. Dengan begitu, maka Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia benar-benar terpenuhi dan hal itu menjadi tanggungjawab negara.

* Penulis adalah Ibu rumah tangga, buruh konveksi di  Jakarta Utara, sekaligus Anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Jabodetabek.

** Siapa saja dipersilahkan mengutip, menggandakan, menyebarluaskan sebagian atau seluruh materi yang termuat dalam portal ini selama untuk kajian dan mendukung gerakan rakyat. Untuk keperluan komersial pengguna harus mendapatkan ijin tertulis dari pengelola portal Prakarsa Rakyat. Setiap pengutipan, penggandaan dan penyebarluasan sebagian atau seluruh materi harus mencantumkan sumber (portal Prakarsa Rakyat atau www.prakarsa-rakyat.org).

0 Comments:

Post a Comment