Oleh : Jerry Indrawan Gihartono*

Upaya penanggulangan bencana alam di Indonesia secara koordinatif telah digariskan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 tahun 1979, tentang Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam (BAKORNAS PBA) atau yang biasa lebih dikenal dengan nama BAKORNAS saja. BAKORNAS ini adalah suatu lembaga koordinasi yang ditugaskan untuk mengkoordinasikan semua kegiatan penanggulangan bencana alam.

Sejak tahun 2008, badan ini disempurnakan menjadi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). BNPB sendiri dibentuk melalui Peraturan Presiden RI No 8 tahun 2008. Pembentukan BNPB merupakan amanat UU No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Realisasinya, di masing-masing propinsi terdapat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), yang komposisi perangkat operasionalnya melibatkan hampir setiap instansi (lintas sektoral). BPBD dulunya bernama Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana Alam (SATKORLAK PBA). BNPB di tingkat pusat harus melakukan koordinasi dengan BPBD di tingkat daerah untuk mengkoordinir dan memadukan kegiatan-kegiatan penanggulangan bencana alam yang secara fungsional dilakukan oleh sektor masing-masing tanpa mengurangi wewenang dan tanggung jawabnya.

Upaya penanggulangan bencana alam ini telah berkembang di mana pemerintah tidak hanya mengutamakan atau menunggu terjadinya bencana untuk siap memberikan pertolongan penyelamatan dan bantuan kepada para korban saja. Utamanya pemerintah harus mampu mencegah terjadinya bencana, atau setidaknya mengurangi penderitaan dan kerusakan yang mungkin terjadi.

Dalam hal ini, kesiagaan yang mengarah kepada peningkatan kemampuan dan keterampilan para petugas atau aparat penanggulangan bencana alam bersama-sama dengan masyarakat adalah syarat mutlak. Begitu pula secara teknis tenaga-tenaga terampil akan lebih siap sesuai dengan persyaratan yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas fungsionalnya.

Selain itu, pembuatan fasilitas-fasilitas pendukung yang sifatnya permanen juga diperlukan. Contoh, pada kasus bencana Merapi, seharusnya dibuat tempat-tempat pengungsian permanen dalam radius zona aman merapi, sehingga pengungsi tidak terbengkalai seperti yang kita saksikan sekarang.

Pengungsi pun tahun ke mana harus mengungsi karena tempat pengungsian permanen sudah siap sedia, jadi tidak lagi memadati balai desa, kantor-kantor pemerintah, sampai stadion sepakbola untuk mengungsi. Tindakan seperti ini wajib dilakukan bagi daerah-daerah yang secara gradual berpotensi bencana, seperti daerah-daerah di sekitar gunung berapi aktif, seperti di Merapi.


Pelibatan Masyarakat

Kesiagaan dan kewaspadaan masyarakat sebagai objek utama dan yang terkena langsung di lokasi sangatlah diperlukan dalam sebuah upaya penanggulangan bencana alam, baik berupa tindakan preventif maupun represif dan yang dilakukan atas bimbingan pemerintah di bawah koordinasi BNPB.

Upaya preventif diarahkan untuk mencegah dan menanggulangi berbagai jenis bencana alam pada setiap daerah kejadian. Antara lain adalah dengan cara membuat perencanan yang mantap dan terarah untuk menanggulangi faktor penyebab bencana alam di daerahnya. Dengan demikian secara bertahap kejadian bencana alam dapat diantisipasi.

Lebih daripada itu, kepada masyarakat di daerah-daerah rawan bencana, perlu diberikan penyuluhan-penyuluhan tentang kewaspadaan dan kesiagaan dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana alam termasuk usaha menghindar atau menyelamatkan diri dari bencana. Selain itu yang paling penting adalah pemerintah harus menindak tegas perusahaan-perusahaan 'hitam' yang menggunduli hutan dan mencemari lingkungan.

Selain upaya yang bersifat preventif, perlu juga ada upaya-upaya yang sifatnya represif. Tentunya upaya-upaya tersebut harus dikoordinasikan secara baik oleh pemerintah. Beberapa contoh upaya-upaya tersebut adalah: (1) Melaksanakan tindakan darurat dengan mengutamakan keselamatan manusia dan harta bendanya; (2) Segera membentuk pos posko-posko penanggulangan bencana, regu penyelamat, dapur umum, dan lain-lain; (3) Melakukan pendataan terhadap faktor penyebab timbulnya bencana alam, maupun besarnya kemungkinan korban yang diderita untuk bahan tindakan selanjutnya, serta berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait; (4) Sesuai dengan situasi dan perkembangan bencana alam serta kemajuan yang dicapai dari upaya-upaya penanggulangan darurat, segera menetapkan program rehabilitasi baik bidang fisik, sosial, dan ekonomi; (5) Perlunya melaksanakan sebuah program pemantapan terhadap semua faktor kehidupan yang realisasinya dikaitkan dengan pelaksanaan pembangunan demi terwujudnya konsolidasi dan normalisasi secara penuh.


* Penulis adalah pengamat masalah sosial dan politik, sekaligus Anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Jabodetabek.

** Siapa saja dipersilahkan mengutip, menggandakan, menyebarluaskan sebagian atau seluruh materi yang termuat dalam portal ini selama untuk kajian dan mendukung gerakan rakyat. Untuk keperluan komersial pengguna harus mendapatkan ijin tertulis dari pengelola portal Prakarsa Rakyat. Setiap pengutipan, penggandaan dan penyebarluasan sebagian atau seluruh materi harus mencantumkan sumber (portal Prakarsa Rakyat atau www.prakarsa-rakyat.org).


Sumber: Prakarsa Rakyat

0 Comments:

Post a Comment