Posted: 19 Dec 2009 02:04 AM PST

Refleksi Hari Buruh Migran Internasional ke-19

Meskipun desakan kepada pemerintah (Presiden dan DPR) untuk meratifikasi Konvensi Migran 1990 telah beberapa kali dilakukan, dan pemerintah pun telah sepakat untuk meratifikasinya, namun hingga penghujung tahun 2009, belum ada tindakan konkret untuk meratifikasi konvensi. Maka di hari buruh migran internasional yang ke-19, kami kembali mendesak pemerintah untuk berhenti berkelit dan segera meratifikasi konvensi migran 1990. Alasan-alasan yang selama ini dikemukakan oleh pemerintah untuk tidak meratifikasi, sangat tidak mendasar dan cenderung menunjukan sikap pemerintah yang kerap menghindar dari kewajibanya.

Beberapa alasan pemerintah menolak meratifikasi Konvensi Migran diutarakan dalam pertemuan-pertemuan dengan masyarakat sipil maupun dalam pernyataan terbuka yang kesemuanya telah dijawab oleh masyarakat sipil. Beberapa alasan tersebut antara lain:

Pendapat Pemerintah

- Substansi Konvensi bertentangan kebijakan nasional dalam hal pengaturan tentang perlindungan hak berserikat bagi pekerja migran, akses untuk mencari dan mendapatkan pekerjaan, dan akses untuk pindah bekerja dan dapat bekerja mandiri bagi pekerja migran

- Ratifikasi hanya akan melindungi buruh migran dan keluarga buruh migran di dalam negeri (di Indonesia) dan tidak dapat mejangkau mereka yang ada di luar negeri (negara tujuan).

- Konvensi baru akan bermakna jika negara tujuan meratifikasi (asas resiprokal)

- Konvensi tidak memberikan perlindungan terhadap Buruh Migran Perempuan

- Pemerintah, dalam hal ini beberapa departemen menunda ratifikasi karena dianggap belum mendesak dan perlu melakukan kajian lagi.

Pendapat Masyarakat Sipil

- Indonesia sudah menandatangani Konvensi pada 22 Septermber 2004, dengan demikian Indonesia harus melakukan tindakan susulan berupa meratifikasi dalam waktu yang tidak terlalu lama. Selain itu, ratifikasi Konvensi merupakan komitmen negara menurut hukum internasional untuk mengikatkan diri pada Konvensi. Sehingag ratifikasi justru merupakan perwujudan kedaulatan negara sesuai dengan UUD 1945. Sedangkan implementasi Konvensi di tingkat nasional dilakukan menurut tata cara negara masing-masing, termasuk menyesuaikan kebijakan nasional dengan Konvensi.

- Jikapun ratifikasi Konvensi hanya akan melindungi buruh migran di dalam negeri,ratifikasi Konvensi tetap bermakna besar bagi perlindungan BMI. Hal ini karena pelanggaran hak dan ekspolitasi buruh migran terjadi secara sistematis di dalam negeri. Dengan demikian, negara melalukan kewajibannya dengan meratifikasi. Lagipula pengalaman Meksiko menunjukan bahwa paska ratifikasi, sistem perlindungan buruh migran di dalam negeri membaik, dan perbaikan tersebut berdampak pada peningkatan komitmen negara tujuan dalam melindungi buruh migran Meksiko, meskipun negara tujuan belum meratifikasi.

- Indonesia sebagai salah satu negara asal buruh migran terbesar, yang harus menunjukan komitmennya terlebih dulu melindungi warga negaranya. Sebagaimana halnya 42 negara yang telah meratifikasi Konvensi adalah negara-negara asal buruh migran. Justru jika Indonesia tidak meratifikasi Konvensi, Indonesia tidak akan didengar ketika mendesak negara tujuan untuk meratifikasi.

- Data pemerintah menyatakan bahwa pada tahun 2008 jumlah buruh migran (berdokumen) di Indonesia mencapai 900.129, dengan jumlah demikian BMI menyumbangkan 82,4 triliun rupiah (Bank Indonesia, 2008). Sejak tahun 2006, kurang lebih 80% di antaranya adalah perempuan (menakertrans, 2006). Dengan demikian perlindungan buruh migran secara keseluruhan sama dengan melindungi BM perempuan.

- Pemerintah sudah cukup lama melakukan kajian hingga akhirnya memasukan agenda ratifikasi pada 2 periode RANHAM, yaitu 1998-2003 dan 1998-2003. Artinya Pemerintah sudah selesai mengkaji dan sudah mengakui bahwa pentinganya ratifikasi Konvensi sejak 11 tahun yang lalu. Selain itu, berdasarkan laporan Indonesia kepada Komite CEDAW tentang kondisi buruh migran, telah direkomendasikan bahwa Indonesia harus meratifikasi Konvensi sebagais alah satu cara mengurangi pelanggaran HAM terhadap buruh migran.Khususnya dalam rekomendasi umum Komite No. 26 pada point 29 dan concluding comment point 44.

Tindakan-tindakan yang telah dilakukan masyarakat sipil sudah tidak terhitung jumlahnya untuk mendesak negara meratifikasi buruh migran. Sepanjang tahun 2009 saja, masyarakat Sipil yang tergabung dalam Arak 90 telah melakukan 6 konferensi pers, roadshow ke beberapa kantor media massa, bertemu dengan Wantimpres, bertemu dengan dengan Menakertrans, bertemu dengan dengan Komisi IX DPR RI , bertemu dengan Baleg DPR RI, bertemu dengan DPD RI, beberapa kali melakukan aksi di istana negara dan DPR RI untuk melakukan aksi desakan pemerintah agar meratifikasi Konvensi Migran 1990. Namun upaya tersebut ditanggapi secara dingin dan resisten oleh pemerintah RI.

Gambaran peristiwa di atas, menunjukan bahwa Pemerintah tidak responsif terhadap kebutuhan rakyat, khususnya buruh migran Indonesia. Pemerintah juga tidak mau taat kepada hukum internasional dan tidak membangun politik yang bermartabat dalam pergaulan internasional.

Dalam merayakan hari buruh migran internasional yang ke-19, kami terus mendesak pemerintah untuk segera meratifikasi konvensi Migran 1990 secepatnya, tahun ini atau setidak-tidaknya tahun 2010. Penundaan ratifikasi berarti pembiaran terhadap pelanggaran hak dan eksploitasi buruh migran.


Jakarta, 16 Desember 2009

ALIANSI RAKYAT UNTUK RATIFIKASI KONVENSI MIRGAN 1990

Aliansi Buruh Menggugat (ABM), Ardanary Institut, Asosiasi Pengajar dan Peminat Hukum Berperspektif Gender Perhimpunan Pengajar Hukum dan Gender Indonesia (APPHGI), Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI), Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK), Gerakan Perempuan untuk Perlindungan Buruh Migran (GPPBM), Human Rights Working Group (HRWG), Institute for National and Democratic Studies (INDIES), IWORK, LBH Apik Jakarta, LBH Jakarta, Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau-KWI, Peduli Buruh Migran, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Solidaritas Buruh Migran Karawang (SBMK), Solidaritas Buruh Migran Cianjur (SBMC), Kelompok Perempuan untuk Keadilan Buruh (KPKB), Solidaritas Perempuan, Solidaritas Perempuan Komunitas Jabotabek, Perkumpulan Praxis, FSPSI Reformasi, Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), Trade Union Rights Centres (TURC), Yayasan Genta Surabaya

CP: Ali Akbar Tandjung (081289018838), Restaria Hutabarat (085695630844), Thaufiek Zulbahary (08121934205)


0 Comments:

Post a Comment