Oleh : Khamid Istakhori *


Kemenangan Serikat Karyawan Indosiar (SEKAR INDOSIAR) dalam persidangan perdata kasus Union Busting yang menyatakan bahwa PT. Indosiar Visual Mandiri bersalah telah melakukan pelanggaran Union Busting dan mewajibkan direksinya untuk membayar denda sebesar 2 juta rupiah per hari serta meminta maaf selama dua hari berturut-turut di media cetak nasional adalah kemenangan gerakan buruh Indonesia secara luas. Kita bersepakat untuk tidak mengklaim sebagai kemenangan SEKAR INDOSIAR, Federasi, maupun Komite. Karena sejatinya dalam kapasitasnya masing-masing gerakan buruh Indonesia secara luas memberikan kontribusinya masing-masing.

Hanya dengan cara seperti inilah, setiap “kemenangan kecil” akan menjadi inspirasi dan memiliki arti sejati . Mengklaim atau mempatenkan kemenangan menjadi milik satu kelompok bukan saja menciderai kesatuan gerak kaum buruh Indonesia tetapi juga akan menjadikan kemenangan ini tidak berarti apa-apa.

(Catatan kecil dari Malam Refleksi Kemenangan SEKAR INDOSIAR, di kantor LBH PERS, 31 Januari 2011)


Perkara Union Busting, adalah perkara yang gawat saat ini. Perkara yang sudah tidak bisa lagi kita tolerir karena dia sudah seperti gurita yang menjeratkan kakinya dan menyerangkan racun hitamnya ke dalam sendi kehidupan kaum buruh Indonesia. Ungkapan ini, mungkin tak mampu mewakili kondisi yang sebenarnya terjadi tetapi setidaknya memberikan penyadaran kepada kita bahwa kini, kita sedang berhadapan dengan puncak keburukan Union Busting. Dalam istilah keseharian, Union Busting dapat dijelaskan dengan sederhana sebagai sebuah upaya (oleh siapapun) secara tersistematis untuk memberangus serikat buruh.

Memberangus, berarti membuatnya rusak, membuatnya tak berfungsi, membuatnya lemah dan tak berdaya. Dengan cara halus sampai cara yang paling kasar, baik dilakukan oleh pengusaha kelas kacangan sampai negara sebagai aktornya. Intinya Union Busting adalah upaya untuk melemahkan dan bahkan membunuh serikat, kalau perlu dengan membunuh pimpinan dan anggotanya sebagaimana yang kita kenal dalam sejarah perjuangan Marsinah, terbunuh karena membela haknya, hak kaum buruh.


Kemerdekaan Berserikat dan Konstitusi

Konstitusi negara yang diamanahkan oleh para pendiri bangsa telah dengan tegas, memberikan rambu-rambu dan bahkan sebenarnya inilah ruh dari undang-undang dasar kita: kemerdekaan secara hakiki kepada seluruh warga negara. Konstitusi ini, disusun dalam suasana revolusioner ketika bangsa ini lepas dari cengkeraman penjajah, maka sangat tegas memberikan jaminan agar kemerdekaan itu menjadi milik sebenarnya seluruh rakyat. Seperti yang dikatakan Ami dari Komite Solidaritas Nasional, “Kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat dijamin dalam konstitusi kita, artinya tidak ada satupun pihak di republik ini dengan kekuasaannya merasa berhak melakukan pencabutan hak itu demi dan atas nama kepentingan apapun, apalagi demi kepentingan modal, investasi dan stabilitas.”

Konstitusi yang sangat gamblang tersebut, kemudian dipertegas dengan undang-undang yang telah berusia satu dekade lebih, UU 21 tahun 2000. Undang-undang ini memberikan rambu-rambu yang lebih tegas, bahkan kemudian memberikan sanksi bagi siapapun yang melanggar ketentuan pidana di dalamnya. Tetapi, sepertinya UU ini juga hanya macan kertas karena meskipun telah memasuki tahun kesebelas sejak ditandatangai oleh presiden, tetap saja tidak mampu memberikan jaminan keamanan bagi seluruh buruh untuk bisa bebas berserikat tanpa tekanan.

Dalam refleksi kemenangan SEKAR INDOSIAR kemudian Ichsan Malik dari Titian Perdamaian memberikan sebuah gambaran yang lebih konkrit terkait dengan kondisi tanpa kepemimpinan hukum ini, sebuah kondisi yang gelap gulita. Ichsan Malik menegaskan bahwa apabila tidak segera diupayakan perubahan mendasar atas gerakan kita dalam melawan pemberangusan serikat bukan tidak mungkin kondisi gelap tanpa lentera hukum ini akan bertahan 50 tahun lagi, bahkan lebih panjang. Upaya yang ditumbuhkan harus mencakup sebuah gerakan yang meluas bagi seluruh kalangan terutama buruh untuk menjadikan kesadaran terhadap hukum sebagai “panglima” bagi gerakan kita. Kesadaran hukum yang kuat pada masyarakat akan memberikan tekanan yang kuat bagi negara untuk bertindak ketika terjadi pelanggaran.

Bahkan dalam keadaan tanpa undang-undang yang baik sekalipun tetapi ketika tekanan masyarakat kuat, niscaya akan terjadi perubahan secara signifikan. Sebagai contoh lihatlah apa yang terjadi di Indonesia pada kurun waktu tahun 1998 dan awal kemenangan Hugo Chavez di Venezuela. Dalam kasus Venezuela, begitu memenangkan revolusi di Venezuela, Chavez langsung “mewajibkan” seluruh rakyatnya untuk melek konstitusi. Chavez sadar bahwa hanya dengan rakyat yang melek dan sadar akan nilai-nilai konstitusi sajalah maka kesadaran hukum akan terwujud. Dengan kesadaran hukum yang kuat maka kontrol terhadap kekuasaan dan juga kontrol terhadap upaya penyelewengan kekuasaan atau rongrongan pihak yang kontra revolusi dapat dikalahkan.

Jadi meskipun Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang 21 tahun 2000 telah memberikan dasar dan legitimasi bagi kita untuk berserikat tetapi kalau pemahaman dan kesadaran masyarakat belum tumbuh, bagai jauh panggang dari api.


Perlawanan Union Busting dan Gerakan Massa

Kemenangan SEKAR INDOSIAR memberikan sebuah pelajaran berharga kepada kita bahwa kekuatan kolektif dan kesatuan gerak merupakan kunci kemenangan. Bukan saja mempersiapkan gugatan yang disusun secara detil dengan fakta-fakta yang kuat tetapi juga pengawalan secara ketat dalam persidangan. Tercatat bahwa setiap kali persidangan digelar, tak pernah absen mereka hadir dalam jumlah yang besar.

Pengerahan massa dalam persidangan memiliki arti penting, setidaknya akan memberikan dampak psikologis bagi para hakim dan lembaga peradilan bahwa apabila mereka melakukan kesalahan fatal dengan memenangkan pihak pengusaha yang seharusnya kalah, maka akan terjadi gejolak, minimal kantor pengadilan akan berubah menjadi ajang demonstrasi. Pengalaman demikian juga dilakukan oleh Serikat pekerja Angkasa Pura 1 dalam menghadpi persidangan di Pengadilan Hubungan industrial Jakarta dengan keputusan memenangkan para pekerja.

“Gugatan yang sempurna dan detil bukti yang kuat akan memudahkan kita memenangkan tuntutan, tetapi itu saja tidak cukup. Dibutuhkan kekuatan penekan lainnya yaitu gerakan massa yang solid dan terus menerus melakukan tekanan,” kata Aben, pengacara dari LBH Jakarta. “Salah besar kalau kita mengharapkan keadilan di pengadilan, karena di Indonesia, negara yang sangat korup ini, prinsip pengadilan yang berpihak kepada kebenaran bagi rakyat sudah bergeser, di sini yang ada adu kuat bukti,” lanjut Aben sambil memberikan penekanan bahwa kekuatan massa yang solid merupakan alat tekan yang efektif.

Sejarah telah memberikan pelajaran berharga bagi kita, betapa gerakan massa tahun 1998 telah sangat efektif menumbangkan kekuasaan rezim otoriter dan bagaimana kekuatan massa aksi buruh yang bergelombang mampu menahan keinginan rezim untuk merevisi UU 13 tahun 2003 menjadi lebih buruk lagi pada tahun 2006. Maka, terkait dengan perlawanan terhadap Union Busting, selayaknya kita harus bekerja sangat keras untuk mampu memobilisasi perlawanan secara lebih besar lagi. Tanpa itu semua, maka jangan pernah berharap keadilan dan kemenangan akan datang dengan sendirinya, meskipun hukum ditulis dengan keberpihakan kepada kaum buruh.


2011, Tahun Perlawanan Terhadap Union Busting

Melalui Raker yang berlangsung selama dua hari, pada akhir Desember 2010, Komite Solidaritas Nasional (KSN) telah mengambil sebuah keputusan besar dengan menetapkan tahun 2011 sebagai tahun perlawanan terhadap Union Busting. Keputusan ini diambil dengan pertimbangan utama bahwa Union Busting telah menjadi musuh utama bagi gerakan buruh Indonesia dan menunjukkan kondisi yang memburuk. “Jangankan serikat yang baru terbentuk, serikat yang sudah bertahun-tahun terbentukpun menghadapi ancaman yang besar dan modus yang paling sering digunakan adalah memecah belah buruh dengan membentuk serikat tandingan!“ kata Sulistiani, Sekretaris KSN, memberikan alasan.

Fenomena yang luar biasa terkait dengan union busting membuat semua pihak semestinya bersatu melakukan perlawanan, dan setelah satu dekade UU 21 tahun 2000 diberlakukan, justru kondisinya semakin memburuk. KSN menemukan setidaknya 25 pola terkait dengan upaya untuk melakukan pemberangusan serikat buruh, dari cara yang paling halus dengan tawaran naik jabatan bagi pengurus serikat, sampai membentuk serikat tandingan dan kemudian dengan memecat ketua merupakan modus yang dilakukan oleh para pengusaha. Ada semacam ketetapan tidak tertulis yang dibela dengan sangat serius oleh para pengusaha, bahwa mereka akan ngotot berusaha sampai titik darah penghabisan agar seluruh kasus union busting dapat mereka menangkan.

Tak terbilang berapa besar uang yang harus mereka keluarkan untuk membayar preman, membayar aparat penegak hukum sampai memberikan sogokan kepada pimpinan serikat gadungan yang mereka bentuk agar menuruti semua skenario yang telah mereka rancang. Bahkan, kemudian negara abai terhadap tanggung jawab mereka untuk melindungi rakyatnya. Keterlibatan negara, dalam pandangan KSN telah dimulai dengan menetapkan ketentuan yang sangat liberal dalam hal kebebasan berserikat di antaranya dengan menetapkan persyaratan pembentukan serikat buruh yang hanya memerlukan 10 orang. Tampak seakan-akan memberikan kemudahan bagi buruh untuk mengekspresikan kebebasannya dengan membentuk serikat, tetapi sejatinya inilah cara pemerintah atas pesanan lembaga donor internasional melakukan politik pecah-belah terhadap buruh.

Pasca UU ini diberlakukan, kondisi yang sangat ironis terjadi, jumlah serikat buruh bertambah sangat pesat tetapi jumlah buruh yang berserikat justru mengalami penurunan yang cukup besar. Ini artinya menunjukkan bahwa UU 21 tahun 2000 telah sangat ampuh melakukan politik pecah-belah bagi buruh.

Di samping itu, kemudian melalui UU 02 tahun 2004 tentang PPHI, negara memasukkan perselihan antar serikat buruh sebagai materi yang akan dapat disidangkan secara perdata. Inilah bukti konkrit bahwa negara memang membuat skenario untuk melemahkan serikat buruh. Maka tepatlah ketika KSN membuat prioritas program dengan menjadikan tahun 2011 sebagai tahun perlawanan terhadap union busting. Pilihan ini didasarkan pada kondisi yang semakin memburuk dan harus secepatnya dilakukan penggalangan dan mobilisasi yang sangat besar untuk melakukan gugatan kepada negara yang telah abai kepada rakyatnya.

Ichsan Malik memberikan catatan penting, bahwa perubahan akan terjadi dengan terciptanya konflik yang besar, yang berarti terjadinya perlawanan. “Sebagai perumpamaan dapat digambarkan bahwa tiga syarat untuk menjadikan perlawanan kita terhadap union busting ini membesar adalah terjadi titik api yang menyebar di banyak tempat, ada angin yang menghembus dan ada rumput kering,” katanya. Artinya perlawanan terhadap union busting harus dilakukan dengan sistematis. Banyaknya kasus-kasus union busting berupa pemecatan ketua serikat, memecah-belah serikat dan tindakan represi merupakan titik api yang harus tetap dijaga sebagai momentum perlawanan. Tetapi itu semua tak berarti apa-apa dan hanya akan membakar diri kita kalau tidak dibarengi dengan hembusan angin besar berupa konsolidasi dan penguatan secara terus-menerus melalui pendidikan, penyadaran dan aktivitas membangun perlawanan lainnya. Maka, apabila syarat pertama dan kedua sudah terpenuhi, bersiaplah untuk berlawan karena lahan dengan rumput kering berupa mandegnya hukum akan menjadi pemicu perlawanan yang sangat dahsyat.

Apakah upaya ini akan menjadi kenyataan ditandai dengan kebangkitan gerakan buruh Indonesia terutama dalam upaya melakukan perlawanan terhadap union busting? Semua berpulang pada kita semua, maukah kita secara bersama, dengan kesatuan gerak dan kesamaan cita-cita menjadikan upaya perlawanan tidak terpisah sendiri-sendiri tetapi menjadikannya sebagai agenda bersama menuju perubahan.

Sebagaimana ditulis dalam awal tulisan ini, kita seharusnya tidak menjadikan perlawanan dan memaknai setiap kemenangan yang sudah kita capai sebagai milik diri sendiri, tetapi mendedikasikannya untuk kemenangan sejati gerakan buruh Indonesia.

Ayo berlawan, jadikan 2011 sebagai tahun perlawanan terhadap union busting!


* Penulis adalah anggota serikat buruh FSPEK Karawang, sekaligus Anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Jabodetabek.

** Siapa saja dipersilahkan mengutip, menggandakan, menyebarluaskan sebagian atau seluruh materi yang termuat dalam portal ini selama untuk kajian dan mendukung gerakan rakyat. Untuk keperluan komersial pengguna harus mendapatkan ijin tertulis dari pengelola portal Prakarsa Rakyat. Setiap pengutipan, penggandaan dan penyebarluasan sebagian atau seluruh materi harus mencantumkan sumber (portal Prakarsa Rakyat atau www.prakarsa-rakyat.org).

Sumber: PrakarsaRakyat

0 Comments:

Post a Comment