16 Desember 2009 - 17:22 WIB
Kurniawan Tri Yunanto

VHRmedia, Jakarta – Perusahaan jasa pengiriman tenaga kerja Indonesia diduga menghambat pembahasan RUU Pekerja Rumah Tangga. Rancangan undang-undang ini gagal masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2010.

Menurut Koordinator Aliansi Rakyat untuk Ratifikasi Konvensi Migran 1990 (Arak 90), Thaufiek Zulbahary, agen PJTKI menyusup ke DPR dan mempengaruhi penyusunan prolegnas.

“Kami mensinyalir ada beberapa pengusaha di belakang semua ini. Ada juga anggota Dewan yang mempunyai agen PJTKI,” kata Thaufiek, dalam diskusi memperingati Hari Buruh Migran Internasional, Rabu (16/12).

Thaufiek mengatakan, desakan agar pemerintah meratifikasi Konvensi Migran sudah dilakukan sejak tahun 1993. Saat itu publik melalui media massa menyuarakan pentingnya perlindungan terhadap buruh migran dan pekerja rumah tangga.

Thaufiek kecewa terhadap sikap Menteri Tenaga Kerja, Muhaimin Iskandar, yang menganggap rativikasi Konvensi Migran belum penting karena negara tujuan pengriman BMI juga belum meratifikasi konvensi ini.

”Dalam kesempatan berikutnya, kami akan mengungkap para anggota DPR yang menjadi pengusaha PJTKI. Kami mencurigai ada di beberapa Komisi di DPR,” kata Thaufiek.

Menurut Thaufiek, 42 negara telah meratifikasi Konvensi Migran. Salah satunya Meksiko, negara yang memiliki karakter mirip dengan Indonesia dan terbukti mampu memberikan perlindungan terhadap warga negaranya.

“Indonesia justru menginginkan amandemen UU Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri. Amandemen ini tidak akan efektif, sebelum ada ratifikasi konvensi,” kata Ali Akbar Tanjung, Program Officer Human Right Working Group (HRWG).

Berdasarkan data Depnakertrans tahun 2008, jumlah buruh migran Indonesia yang memiliki dokumen mencapai 900.129 orang. Mereka menyumbangkan devisi sekitar Rp 82,4 triliun pertahun. (E1)


Sumber:

0 Comments:

Post a Comment