Oleh : Edwin Partogi*


Majalah Tempo 4 Juli 2010, telah membuka ruang keingintahuan publik atas kekayaan para perwira polisi yang telah menjadi rahasia umum. Dari 21 rekening tidak wajar yang dimiliki para perwira itu, 6 di antaranya diulas secara gamblang.

Dari ulasan Tempo itu ada dugaan bahwa uang itu diperoleh dari berbagai permainan perkara yang melibatkan dunia usaha. Namun bila kita telisik lebih jauh maka akan muncul pertanyaan-pertanyaan yang butuh jawaban mendalam. Misal, mengapa rekening para perwira yang gendut? Bila itu diperoleh dari jalan yang tidak halal, apakah rekening gendut itu an sich berasal dari penanganan perkara? Bila kepentingan pemberi suap melampaui penanganan perkara, lalu kepentingan apa lainnya? Siapa saja yang memiliki kepentingan mempengaruhi para perwira itu? Lalu dengan jalan apa suap berlangsung?

Tulisan ini fokus pada modus para penyuap menggoda hingga dapat membuat rekening sejumlah aparat gendut. Tentu banyak pihak yang ingin mempengaruhi polisi yang memiliki kewenangan besar menentukan nasib orang lain. Karena itu suap mudah mengalir baik diminta maupun tidak diminta agar kewenangan yang dimiliki polisi tersebut mengikuti kemauan penyuap. Suap itu dimaksudkan agar polisi tidak melakukan apa yang mestinya mereka lakukan, tidak melakukannya dengan benar, dan melakukan apa yang tidak seharusnya mereka lakukan.

Modus Suap

Dari pengaduan kasus baik warga biasa maupun dari kalangan aparat yang masuk di KontraS, yang kemudian didalami dengan investigasi. KontraS mendapatkan temuan menarik terkait modus suap yang berlangsung.

Dalam praktek konvensional suap biasa diberikan pihak berperkara agar penyidik menghentikan suatu perkara. Bila tidak bisa dihentikan setidaknya dapat membuat pasal yang disangkakan menjadi ringan dan menghilangkan sejumlah sangkaan kumulatif yang memberatkan. Bisa pula dengan motif agar sangkaan yang dibuat lemah pembuktiaannya hingga akhirnya berujung pada dibebaskannya terdakwa dari tuntutan. Pada kasus Gayus yang dipersoalkan Susno Duadji, hal ini mengemuka.


Pada motif lain, suap diberikan agar polisi melakukan kegiatan lidik/sidik untuk menjerat lawan dari pihak penyuap. Menetapkan pihak lawan menjadi tersangka sebagai hukuman atau dapat pula sebagai alat tawar-menawar agar lawan itu mengikuti kemauan penyuap.

Kepentingan konvensional lainnya dari pihak penyuap yaitu menyangkut jaminan keamanan. Penyuap dalam konteks ini mendapat fasilitas pengaman eksklusif dengan memiliki pengawal pribadi dari pihak aparat keamanan. Pemberian fasilitas VIP keamanan tersebut meliputi juga pengamanan rumah dan tempat usaha dari pemberi suap.

Pemberi suap potensial pada level konvensional ini adalah pihak berperkara, pengacara hitam dan pengusaha.

Mencengkeram Kendali Institusi

Kenapa hal-hal tersebut di atas masih dikategorikan kepentingan konvensional? Karena kepentingan penyuap pada level tertinggi yaitu memegang kendali institusi penegak hukum. Pada level ini penyuap pantas disebut mafia. Dengan memegang kendali atas instansi penegak hukum, maka selain segala kepentingan konvensional didapatkan, jaminan kelancaran bisnis penyuap pun diperoleh. Pengaruh yang ingin dibangun mafia ini cukup besar, yaitu hingga dapat menentukan siapa pada jabatan apa orang-orang akan ditempatkan pada institusi itu. Sehingga kendali atas institusi tersebut terjaga.

Pihak yang potensial melakukan kegiatan mafia ini adalah pengusaha hitam. Yaitu pengusaha yang memiliki banyak bisnis legal, namun bisnis legal tersebut dijalankan dengan berbagai kecurangan. Transaksi ekspor/impor fiktif, manipulasi pajak, penyeludupan barang, monopoli pasar, memperkarakan kompetitor bisnis dan lain sebagainya.

Bagaimana bisa mereka kendalikan instansi penegak hukum? Suap kepada pemegang kendali institusi penegak hukum, misal para perwira telah membuat para pejabat tanpa sadar menyerahkan kunci kendali pada mafia. Mafia ini berlaku royal bak sinterkelas. Penyuap sadar betul kekuatan materi mereka berikan. Sebagaimana pepatah Yahudi Kuno, “Jika anda memiliki uang, pendapat anda akan diterima” (if you have money, your opinions will be received).

Seroyal apakah mafia ini? Mafia ini melayani sasarannya bak raja. Penerima suap menerima gaji buta bulanan yang nilainya variatif tergantung pada posisi jabatannya. Di luar gaji buta itu, mereka mendapatkan fasilitas pribadi yang mumpuni. Sebut saja rumah, kendaraan motor, kartu kredit, asuransi, wisata bahkan biaya pernikahan. Selain itu, mafia mengikat penerima suap dengan cara memberi saham di perusahaan termasuk memasukkan keluarga penerima suap sebagai karyawan di perusahaannya.

Tidak hanya itu, baik untuk biaya peribadatan seperti haji atau biaya hiburan macam apapun ditanggung mafia ini. Tak lupa THR setiap hari raya. Bagi mafia ini, perilaku ala malaikat atau setan pun dari si penerima suap akan dilayani.

Menanggung segala kebutuhan di atas bukan hal yang sulit bagi si mafia. Karena umumnya mereka memiliki banyak unit usaha sebut saja properti, perbankan, otomotif, pesawat komersil, perkebunan dan banyak macam lainnya.

Bukan hanya kepentingan pribadi yang dipenuhi. Bantuan untuk kepentingan kedinasan juga menjadi konsens dari mafia ini. Dari kebutuhan pembangunan/renovasi kantor, peralatan kantor, perjalanan dinas, biaya operasi, kendaraan dinas dan lain sebagainya mereka siap menyalurkan tangan.

Siapa yang dibidik untuk dipelihara oleh mafia ini? Orang-orang jabatan strategis menjadi target utama dari mafia. Selanjutnya, para pelaksana operasi tidak lepas dari bidikan mereka. Namun lebih jauh dari itu, para mafia ini memiliki pandangan yang visioner. Mereka telah membidik setiap orang yang lulus berprestasi dari pendidikan dinas. Mafia ini sadar betul bahwa lulusan berprestasi itu berpotensi memiliki jabatan penting di kemudian hari.

Bagi kepentingan karir, mafia ini akan memberikan beasiswa penuh atas jenjang pendidikan karir jaringannya.

Bagaimana suap diberikan? Suap bisa diberikan dalam bentuk barang misal kendaraan, rumah dan lainnya. Dapat pula reimbursement setelah si perima suap menikmati jasa yang digunakan. Umumnya diberikan via transfer antar bank. Pada teknis transfer ini baik pihak pengirim maupun penerima dapat saja menggunakan perantara. Bentuk lain adalah cek yang dapat dicairkan penerima kapan saja. Namun pilihan memberi uang secara tunai masih menjadi primadona, mengingat transfer antar bank dapat terpantau oleh pihak lain.

Lalu di mana uang suap disimpan? Umumnya uang suap disimpan dalam rekening keluarga. Atau sebagian dialihkan dalam unit-unit usaha. Pilihan penyimpanan terhadap uang atau benda berharga yaitu disimpan di safe deposit box. Pilihan terhadap safe deposit box ini karena barang yang disimpan tidak berhak diketahui oleh bank, sehingga apa yang tersimpan di dalamnya tidak dapat diaudit. Apalagi bila penyuap menyimpan di safe deposit box bank milik si mafia.

Tuan Jadi Pelayan

Konsekuensi dari hubungan antara mafia dan penerima suap ini merubah hubungan antara pelayan dan tuan. Pada pola hubungan awal pemberi suap selaku pelayan. Namun dalam perjalanan waktu, si penerima suap tanpa sadar menghamba pada pemberi suap. Pola hubungan penghambaan ini bukan hanya dikarenakan balas jasa, namun karena penerima suap pun makin sadar power jaringan yang dimiliki si tuan amat besar. Jaringan mafia besar ini lintas instansi dan lintas sektor. Sehingga ia mendapat legitimasi untuk dilindungi kepentingannya baik diminta maupun tindak diminta.

Bila berkaca pada kasus 21 perwira polisi yang memiliki rekening gendut. Tentu rasanya ganjil bila Polri mengambil sikap yang lembut terhadap mereka. Penggunaan proses klarifikasi bukan penyidikan seolah membuat perbedaan perlakuan antara polisi dan bukan polisi. Karena di lain sisi, bila rekening gendut itu subyeknya di luar polisi, polisi seolah tanpa beban melakukan penyidikan atasnya, kasus Gayus misalnya.

Sebaiknya Polri kembali ke masalah utama, yaitu mengungkap asal rekening gendut itu, bukan alih-alih mempersoalkan ilustrasi celengan babi yang tidak penting. Penting kembali mengingatkan Polri bahwa problem kepercayaan masyarakat terhadap polisi belum sepenuhnya pulih. Polri harus dapat menunjukkan pada publik bahwa mereka dengan keras melawan dan memerangi korupsi di tubuhnya. Dan jauh lebih itu patut dipertimbangkan bahwa ratusan ribu anggota polisi lainnya yang menyadari pilihan karir ini sebagai pengabdian kepada negara tidak ikut tercoreng oleh perilaku korup plus tamak sebagian kecil rekan mereka. Karena perilaku korup itu seolah melempar kotoran di wajah institusi.

Momentum ini saatnya digunakan untuk memurnikan sumpah/janji pengabdian kepada negara dan mengakhiri loyalitas ganda yang merusak sendi-sendi pengabdian itu. Anggaplah kasus bukan sebagai kiamat, namun hanya satu-dua apel busuk dalam pohon yang rindang.


* Penulis adalah Badan Pekerja KontraS, sekaligus anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Jabodetabek.

** Siapa saja dipersilahkan mengutip, menggandakan, menyebarluaskan sebagian atau seluruh materi yang termuat dalam portal ini selama untuk kajian dan mendukung gerakan rakyat. Untuk keperluan komersial pengguna harus mendapatkan ijin tertulis dari pengelola portal Prakarsa Rakyat. Setiap pengutipan, penggandaan dan penyebarluasan sebagian atau seluruh materi harus mencantumkan sumber (portal Prakarsa Rakyat atau www.prakarsa-rakyat.org).

Sumber:

0 Comments:

Post a Comment