PERCAKAPAN 1: KUASA GURUN PASIR
T = ANAK-ANAKU BERJUANGLAH AGAR TERBEBAS DARI CENGKERAMAN KUASA GURUN PASIR.
J = Wow, suatu ayat suci rupanya.
Pertama kali saya agak bingung juga membaca ayat itu, mengingat bahwa saat ini saya sudah tidak pernah merasa jatuh lagi ke dalam cengkeraman kuasa gurun pasir. However, saya harap nasihat itu bisa berguna juga kalau ada teman-teman lainnya yg selama ini ternyata masih tercengkeram oleh kuasa gurun pasir, baik disadari maupun tidak.
Caranya mudah: Baca saja ayat di atas setiap kali anda mao bobo, dijamin anda akan terbebas dalam waktu singkat. Bisa juga dibuat wiridan, dibaca seratus kali setiap kali duduk. Insyallah anda akan selamat dari segala macam kuasa gurun pasir yg biasanya berupa pengharaman penggunaan otak manusia. Ciri cengkeraman kuasa gurun pasir akan terlihat jelas kalau kita bilang bahwa otak kita terbatas dan sebaiknya tidak usah dipake aja. Kalo kita masih mau pakai otak untuk berpikir rasional dan logis, maka artinya kuasa gurun pasir tidak berhasil menempel di diri kita.
Gaya hidup di gurun pasir mempengaruhi cara berpikir dan kultivasi spiritualitas manusianya yg tentu saja tidak compatible dengan life style manusia Indonesia pada umumnya. Kalau mengikuti petunjuk penghuni padang pasir, akhirnya kita akan terbuai untuk stop berpikir dengan alasan bahwa otak manusia terbatas. Pedahal yg terbatas kapasitasnya cuma otak manusia yg hidup di gurun pasir saja dan bukan di bagian dunia lainnya. Kita di Indonesia memiliki kapasitas otak yg jauh lebih oke dibandingkan dengan penghuni gurun pasir.
+
PERCAKAPAN 2: KEMERDEKAAN SPIRITUAL
T = Merdeka !
Happy Independence Day ya bang. Apa arti menurut abang ?
J = Hari Kemerdekaan tidak terlalu berarti bagi saya dalam tahun-tahun terakhir ini. Dulu saya selalu menyempatkan diri nonton upacara Hari Kemerdekaan di Istana Merdeka melalui TV, tetapi tidak lagi. Useless. Saya tahu ratusan orang yg hadir di sana adalah koruptor. Pejabat-pejabat kotor. Tahun lalu orangnya pernah hadir di acara serupa, dan tahun ini the person stays in the bui karena belangnya terbukti. Tetapi ratusan yg lain belangnya tidak terbukti walopun korupsi. Dan mereka duduk di tempat terhormat di upacara Hari Kemerdekaan di Istana Merdeka.
I am very cynical about the meaning of independence for Indonesia. Seharusnya kita sudah maju seperti India, Malaysia dan Singapura. Mereka dulu menjadi koloni dari Inggris, dan Indonesia menjadi koloni dari Belanda. Belanda itu kolonisator yg sangat tercerahkan, tidak jauh berbeda dari Inggris. Tetapi ternyata segalanya dibubarkan oleh pendahulu kita karena rasa rendah diri.
Soekarno membubarkan Uni Indonesia Belanda karena rasa rendah diri as well as ada issue Irian Barat yg masih tertinggal. Perang dingin waktu itu antara Blok Barat dan Blok Timur juga menjadi katalis sehingga Indonesia akhirnya berhasil merebut Irian Barat dengan memedi berupa persenjataan mutakhir dari Russia, plus tekanan Amerika Serikat yg ingin agar Indonesia tidak masuk ke blok Komunis dan tetap menjadi negara liberal.
Tetapi liberalisme kita berupa pemikiran bebas merdeka yg kita warisi dari Belanda sempat sedikit demi sedikit hancur lebur berantakan ketika Sukarno membungkam oposisi dan menjalankan Demokrasi Terpimpin which was nothing but autoritarianisme ala Sukarno. Masyumi dan PSI dibubarkan, tokoh-tokohnya ditangkapi. Pedahal mereka sohib dari the president sendiri. Ditangkap karena berani mengkritik the government, i.e. Yang Mulia Presiden Soekarno.
Lalu muncul era Soeharto yg dibangun dengan 1001 dusta yg diangkat dari neraka jahanam. Katanya ada kudeta PKI, pedahal most possibly itu cuma akal-akalan Soeharto saja agar Angkatan Darat bisa menduduki jabatan-jabatan strategis di semua jenjang pemerintahan, termasuk di BUMN. Ini era greedy go lucky. Yg greedy akan lucky. Saya lihat anak-anak mantan pejabat lembaga tinggi negara di masa Soeharto masih bisa hidup adil makmur dan gemah ripah loh jinawi sampe sekarang. Jadi mungkin bener juga pameo yg bilang bahwa hasil korupsi dan sejenisnya bisa menghidupi sampe tujuh turunan.
Pemikiran di Era Soeharto adalah prinsip "Trickle Down". Jadi, walopun kekayaan negara diselewengkan oleh para pejabatnya, bantuan luar negeri dicatut, dsb... dipercaya bahwa pada akhirnya akan terjadi tetesan ke bawah yg akan mengenai tangan rakyat kecil juga. Kalo ada menteri korupsi Rp 100 juta, misalnya. Kemudian Pak Menteri jajan ketoprak seharga Rp 5 ribu. Artinya sebagian dari uang korupsinya itu dipake buat jajan ketoprak sehingga bisa "menetes" ke bawah.
Tapi ternyata tidak menetes ke bawah melainkan terjadi pembusukan massal. Korupsi merajalela dari atas sampai bawah, tradisi mana masih berlangsung sampai sekarang. KPK itu basa basi doang, untuk membuat perasaan nyaman bahwa ada lembaga yg menangani korupsi. Pedahal korupsi yg tidak dikejar atawa yg bisa diselesaikan secara bawah tangan juga tidak terhitung. Pemberitaan hasil investigasi KPK cuma pucuk gunung es dari pelembagaan korupsi di Indonesia yg masih menduduki tempat sangat terhormat sebagai salah satu negara yg paling korup di dunia sampai saat ini.
T = Apakah kita sudah merdeka secara spiritual ?
Anda bertanya apakah kita sudah merdeka secara spiritual. Dan saya balikkan pertanyaan itu ke anda, apakah anda berpikir kita sudah merdeka secara spiritual kalau masih harus membahas banyak hal dari sudut pandang agama ? Ketika kita masih menghitung waktu puasa, waktu sembahyang, jumlah zakat, dsb... maka artinya kita belum bebas merdeka. Kita masih terikat kepada kuasa gurun pasir. Ketika kita takut membuka penutup tubuh kita sendiri di kolam renang umum dengan alasan Allah SWT mengharamkan, maka artinya kita belum merdeka.
Tinggalkan saja semuanya daripada capek ngurusin segala macam ayat tentang hal tetek bengek dan preseden yg sudah tidak relevan lagi itu. Eropa Barat sudah sejak ratusan tahun lalu membuang jauh-jauh ke tong sampah segala hukum-hukum agama dan dalil-dalilnya. Tidak usah dibicarakan lagi, tapi langsung dibuang saja. Itu cara paling efektif untuk menjadi bangsa yg modern. Eropa Barat sudah memperlihatkannya. That's the only way to do it.
We shall lose nothing by getting rid of those religious laws and thinkings. Tidak rugi malahan untung karena kita akan menjadi orang bebas merdeka secara spriitual. Merdeka secara spiritual artinya kita akan menjadi orang biasa-biasa saja, kita tidak akan sesumbar tentang Allah yg juga cuma hasil fantasi kita saja, kita tidak akan menginginkan dibilang sebagai orang mukmin, dan kita juga tidak akan perduli dibilang sebagai orang kafir. Such terms have nothing to do with us.
Mereka yg masih menjadi budak dari kuasa gurun pasir, on the other hand, selalu akan berbicara tentang sembahyang, zakat, ibadah, amal, sorga, neraka,... pahala. Kafir dan mukmin. Ini semua adalah istilah-istilah yg dipakai untuk menjerat leher kita agar menjadi manusia yg terbelenggu seumur hidup sampai mati. Kita akan bisa disetir dengan mudahnya atau paling tidak bisa dibuat histeris dengan segala macam issue, dari pemakaian jilbab yg konon sangat diridhoi Allah sampai makanan mengandung babi yg konon bisa bikin orang masuk neraka.
Kalau masih seperti itu berarti manusianya belum merdeka. Mereka yg seperti itu bukan manusia merdeka, melainkan budak agama, in this case budak dari kuasa gurun pasir because the agama berasal dari gurun pasir.
You know what, kalau bertemu dengan orang seperti itu biasanya saya cuma akan tertawa saja. Jadi, orang semacam itu akan berkhotbah tentang "Agama Allah" (dalam tanda kutip), dan bahwa kita harus takwa kepada Allah, harus begini, harus begitu. The kata kunci is "harus".
Pedahal, kalau kita sudah bebas merdeka secara spiritual, kita tidak akan berbicara tentang keharusan ini atau itu. Tidak ada yg mengharuskan kita untuk puasa atau sembahyang kecuali kita sendiri yg mau. Dan segala macam khotbah tentang keharusan itu bisa kita buang saja ke keranjang sampah, karena kita tahu bahwa mereka bukan untuk kita melainkan untuk orang yg masih mau menjadi budak.
The key word untuk menjadi manusia bebas merdeka secara spiritual is to think. Berpikir menggunakan otak. Kalau kita mau berpikir, maka kita akan bisa tahu bahwa segala macam khotbah itu cuma akal-akalan saja agar kita tetap menjadi budak, dan mereka yg duduk di organisasi kegamaan itu tetap menjadi tuan. Pedahal kita semuanya adalah manusia merdeka.
Kemerdekaan, secara politik kemasyarakatan maupun pribadi individual merupakan suatu keputusan. Yg satu diputuskan bersama, dan yg satu lagi diputuskan secara pribadi per pribadi. Kita semua cepat atau lambat harus memutuskan apakah masih tetap mau menjadi budak dari kuasa gurun pasir atau mau menjadi tuan bagi diri kita sendiri secara spiritual.
The answer is up to us. Kita mau yg mana ?
+
Leo
@ Komunitas Spiritual Indonesia .