Oleh : Triyanto*


Sejak beberapa tahun terakhir penggunaan Information dan Communication Technologies (TIK), biasa disebut Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), bukan hanya menjadi dominasi masyarakat perkotaan yang klaimnya adalah masyarakat terpelajar, seperti beberapa dasawarsa lalu. TIK kini berkembang sedemikian jauhnya menerobos masuk pada wilayah-wilayah kota kecil dan bahkan di pelosok-pelosok pedesaan terpencil sekalipun.

Di pedesaan-pedesaan terutama di wilayah Pulau Jawa kini internet bukan lagi menjadi barang yang terbilang langka. Sekolah-sekolah dan komunitas-komunitas sudah menggunakan teknologi ini untuk memudahkan kegiatan pembelajaran dan media sosialisasi mereka. Kondisi tersebut tentunya dapat dimaklumi mengingat bahwa TIK tidak bisa dilepaskan dari proses globalisasi dan perdagangan global yang dalam konteks ini jasa teknologi dan pengetahuan adalah komoditas utamanya.

Bagi komunitas berbasis pedesaan tentunya hal ini membawa tantangan sekaligus peluang. Untuk yang bisa memanfaatkan dan mendayagunakan, TIK benar-benar bisa memberi banyak kemudahan baik untuk menunjang kerja maupun kegiatan lain. Hal ini disebabkan TIK menyediakan banyak fasilitas yang mudah untuk dipelajari serta tidak memerlukan biaya mahal untuk mengaksesnya.

Akan tetapi bagi yang mengenalnya hanya sekedar sebagai penunjang gaya hidup maka TIK akan dengan mudah menjebak mereka masuk ke dalam perangkap dan jebakan-jebakannya. Pada wilayah pedesaan hal ini terjadi pada anak-anak muda yang sebagian besar dari mereka memiliki ketergantungan pada teknologi (telepon genggam dan internet), akan tetapi tidak memiliki pengetahuan untuk mendayagunakannya.

Akibat dari hal ini tentunya menjadikan mereka sangat konsumtif. Gaya hidup ala dunia hiburan dan pornografi adalah konsumsi yang paling banyak mereka akses mengingat pesan yang mereka terima melalui berbagai media selama ini hanya seputar hal tersebut.

Di lain pihak, kalangan orang tua pedesaan kebanyakan masih sedemikian menutup diri dari teknologi informasi karena ketakutan dengan dampak global dan budaya negatif yang citranya memang selalu melekat pada TIK ini.

Namun demikian dari kesemuanya itu sebaiknya pola pikir yang alergi dan antipati terhadap TIK sebaiknya segera ditinggalkan karena memang pada dasarnya akan sangat sulit untuk membendung arus globalisasi yang sudah sedemikian kuat mencengkeram segala sektor kehidupan di negeri ini.

Barangkali yang sebaiknya dilakukan adalah mengupayakan satu cara supaya TIK ini bisa makin banyak yang mengenal, memanfaatkan, menguasai dan bahkan mengembangkan teknologi itu sendiri agar sesuai (tepat guna) dan bermanfaat untuk menunjang kegiatan di komunitasnya.

Hal tersebut menjadi sangat penting dilakukan oleh komunitas-komunitas di pedesaan mengingat bahwa sebuah komunitas tentunya memiliki tujuan untuk berinteraksi secara luas dengan komunitas lain maupun mengkampanyekan tujuan dan visi dari sebuah organisasi.

Pada situasi tersebutlah peran TIK menjadi penting sebagai media alternatif karena pada wilayah media konvensional dan arus utama, ruangnya semakin menyempit untuk mengakomodir suara rakyat.

Namun demikian untuk menjadikan TIK sebagai sesuatu yang bermanfaat terutama bagi komunitas tentunya bukan tanpa prasyarat. Ada beberapa prasyarat supaya adopsi TIK ini benar-benar menjadi bermanfaat terutama untuk komunitas.

Salah satu prasyaratnya adalah pendidikan. Pendidikan yang dimaksudkan bukan sekedar pendidikan teknis belajar komputer namun pendidikan untuk mendayagunakan TIK misalnya pendidikan menulis, membuat blog dan lain sebagainya yang tentunya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pada setiap komunitas yang terkait teknologi. Pendidikan TIK di komunitas ini memungkinkan terjadinya transformasi pengetahuan terutama bagaimana menggunakannya secara efektif.

Ketika prasyarat tersebut di atas terpenuhi maka kita akan dengan mudah merasakan manfaat TIK bagi komunitas terutama di pedesaan. Cobalah rasakan manfaatnya jika penduduk desa dapat mencari informasi terbaru mengenai benih padi unggul, bibit unggul tanaman budidaya lainnya atau komoditas hortikultura unggulan. Begitu juga dengan para peternak yang dapat mengetahui tentang primadona produk unggulan peternakan. Membuat jaringan pemasaran dan lain sebagainya. Tentunya akan bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat pedesaan.

Hal selanjutnya yang menjadi sangat penting juga dilakukan adalah sejauh mungkin mengantisipasi ketergantungan terhadap produk TIK tertentu, tapi mencoba membuat inovasi-inovasi serta mencari alternatif lain. Hal ini berkaitan dengan posisi organisasi masyarakat sipil terkait teknologi yang masih bersifat memanfaatkan dan menjadi pengguna. Jika organisasi masyarakat sipil masih menggunakan teknologi tanpa sebuah inovasi, maka organisasi masyarakat sipil akan dengan mudah tergerus oleh jaman. Hanya sebagai pemakai yang pasif dan lagi-lagi akan tergantung pada produk perusahaan tertentu.


* Penulis adalah salah satu pendiri dan pegiat Community Technology Centre (CTC) Basecampnet, Desa Babakan-Cirebon Timur, sekaligus Anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Jabodetabek.

** Siapa saja dipersilahkan mengutip, menggandakan, menyebarluaskan sebagian atau seluruh materi yang termuat dalam portal ini selama untuk kajian dan mendukung gerakan rakyat. Untuk keperluan komersial pengguna harus mendapatkan ijin tertulis dari pengelola portal Prakarsa Rakyat. Setiap pengutipan, penggandaan dan penyebarluasan sebagian atau seluruh materi harus mencantumkan sumber (portal Prakarsa Rakyat atau www.prakarsa-rakyat.org).

0 Comments:

Post a Comment