Berikut di bawah ini bisa disimak kumpulan berita atau tulisan tentang seluk-beluk pemilihan presiden 2009, yang diambil dari berbagai sumber, Di samping disajikan di berbagai milis, kumpulan-kumpulan berita ini juga terus bisa dibaca selanjutnya dalam website http://umarsaid.free.fr/


* * * ==== * * * =====


Kubu Mega Serahkan Bukti Pelanggaran Pemilu


Selasa, 28 Juli 2009


TEMPO Interaktif, Jakarta - Kubu pasangan calon presiden-wakil presiden Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto hari ini akan mendaftarkan gugatan sengketa hasil pemilihan ke Mahkamah Konstitusi. "Bukti-bukti sudah lengkap," kata anggota Tim Hukum dan Advokasi, Arteria Dahlan

Untuk mendukung gugatannya itu kubu Mega telah menyiapkan 50 berkas dokumen bukti-bukti pelanggaran dan kecurangan. Bukti itu, antara lain, berupa data penggelembungan suara di sejumlah daerah. Total ada 28 juta suara mengalir ke pasangan calon SBY-Boediono.

Menurut Arteria, kasus penggelembungan suara itu ditemukan di 22 provinsi, seperti di Jawa Barat sebesar 8,6 juta suara, Jawa Tengah 4,9 juta, Sumatera Utara 2,7 juta, serta di Banten 1,8 juta suara.

Kubu Mega-Prabowo juga menuntut agar pemilihan presiden 2009 diulang. Dasar tuntutannya adalah adanya dugaan pelanggaran penggelembungan suara yang menguntungkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.

"(Lakukan) pemungutan suara ulang ini seperti dalam kasus pemilihan gubernur Jawa Timur," kata Koordinator Advokasi Megawati-Prabowo, Topane Gayus Lumbuun, di Jakarta kemarin. Yang ia maksudkan adalah pemungutan suara ulang di Sampang dan Bangkalan terkait dengan pemilihan gubernur Jawa Timur beberapa waktu yang lalu.

Selain menuntut pemungutan suara ulang, kubu Mega meminta penghitungan suara ulang di sejumlah daerah bermasalah dan pemilihan putaran kedua. Untuk penghitungan ulang, pasangan nomor urut satu itu telah mengumpulkan bukti berupa formulir C-1 atau formulir rekapitulasi di tempat pemungutan suara.

Pemilihan putaran kedua, kata Gayus, dilakukan karena, dalam hitungan mereka, perolehan suara Yudhoyono-Boediono tak mencapai 60,8 persen. Kubu Mega memperkirakan pasangan ini hanya meraup 48,6 persen.

Bukti lain, kata Gayus, adalah adanya daftar pemilih tetap yang masih bermasalah. Timnya telah memverifikasi daftar pemilih. Hasilnya, banyak nomor induk kependudukan, nama, tempat-tanggal lahir, dan alamat pemilih yang ganda.

Tuntutan pembatalan hasil penghitungan suara juga diajukan kubu Jusuf Kalla-Wiranto. Gugatan itu telah diserahkan ke Mahkamah Konstitusi kemarin. Koordinator tim kuasa hukum, Chairuman Harahap, mengatakan proses penyelenggaraan pemilu tidak sesuai dengan undang-undang. "Maka, kami menyampaikan agar keputusan penghitungan suara dibatalkan," kata dia.

Salah satu anggota tim, Elza Syarief, mengatakan mereka bisa membuktikan bahwa kecurangan dilakukan secara sistematis dan massif. "Ini bisa mengubah hasil pilpres."

Kubu Kalla antara lain mempermasalahkan pemutakhiran daftar pemilih tetap (DPT) yang tidak diberitahukan kepada calon presiden. Selain itu, ditemukan banyak nomor induk kependudukan (NIK) ganda. Total ada 30 juta nama dengan tanggal lahir dan NIK yang sama. "Suara mereka ini menguntungkan pasangan tertentu," kata Elza.

Kubu Yudhoyono membantah adanya penggelembungan 28 juta suara seperti dituduhkan tim Megawati-Prabowo. “ Silakan dibuktikan. Kami siap datang ke MK, walau gugatan itu diajukan untuk KPU,” kata Ruhut Sitompul, anggota tim hukum tim Yudhoyono.

Dia juga mengatakan timnya siap membuktikan bahwa kubu Mega-Pro juga melakukan kecurangan. ”Kami siap bertemu di pengadilan,” katanya.



· * *

·

Suara Pembaruan, 27 Juli 2009



Hasil Pilpres Sulit Dibatalkan



[JAKARTA] Gugatan hasil rekapitulasi pilpres yang diajukan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Jusuf Kalla-Wiranto ke Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai sebagai sebuah upaya sia-sia. Pasalnya, rentang perolehan suara antara pasangan yang memenangkan pilpres dengan dua pasangan lainnya sangat jauh. Hampir mustahil mereka bisa mengajukan bukti-bukti untuk membatalkan penghitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Lagipula, hasil pilpres ini adalah pilihan murni rakyat Indo-nesia.

"Kita menunggu kebesaran jiwa dua pasangan capres-cawapres yang lain untuk menerima hasil pilpres ini," kata Direktur Eksekutif Center for Electoral Reform (Cetro), Hadar Navis Gumay kepada SP di Jakarta, Senin (27/7). Sedangkan Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima), Ray Rangkuti mendukung upaya mengajukan gugatan hasil pilpres itu ke MK.

Menurut Hadar, gugatan kedua pasangan itu sangat sulit dikabulkan MK. Bahkan sekadar untuk melahirkan putusan bahwa pilpres harus dilakukan dalam dua putaran pun sulit. Ia yakin, kedua pasangan itu tidak bisa membuktikan dalil-dalil mereka bahwa mereka kehilangan suara puluhan juta. "Memang ada sejumlah suara yang seharusnya mereka miliki, tetapi gapnya ini sangat jauh," paparnya.

Hadar mengakui, KPU memang lemah dalam penyelenggaraan pilpres, terutama terkait masalah DPT. Namun, bila ada pasangan yang menyebut bahwa gara-gara masalah DPT mereka kehilangan suara sampai 20-an juta, maka pasangan itu pun harus membuktikan juga bahwa 20 juta orang itu memang betul-betul tidak dapat menggunakan hak pilihnya.

"Saya melihat tidak ada yang bisa membuktikan itu. Jadi, saya melihat sebetulnya agak sulit dikabulkan MK gugatan dua pasangan ini," imbuhnya.

Ray Rangkuti menyatakan, dengan dibukanya ruang untuk mengadili proses pilpres maka persoalan DPT yang ramai diributkan selama ini, dan kalau bisa dibuktikan, maka berpeluang mengurangi perolehan suara pasangan calon tertentu dalam pilpres yang lalu itu. Bila itu terjadi maka bukan tidak mungkin pilpres itu bisa berlangsung dalam dua putaran.

Dukungannya pada proses hukum di MK juga bertujuan memberi pembelajaran politik kepada masyarakat Indonesia. Sebab, menurut Ray, persoalan DPT bukan hal baru. Pola itu sudah lama diterapkan dalam pilkada di Jawa Timur. "Tetapi selama ini kita selalu berdamai dengan pola seperti itu. Maka dengan dibawa ke MK, ini adalah preseden bagi pemilu-pemilu selanjutnya. Pola-pola seperti ini, yaitu bermain-main dengan DPT, tidak boleh terjadi lagi," tegasnya.

Pengamat politik dari LIPI, Syamsuddin Harris menilai, gugatan pasangan Mega-Prabowo dan JK-Wiranto merupakan hak yang diatur oleh konstitusi. "Jadinya, tidak boleh ada pihak yang memaksakan mereka untuk menerima hasil tersebut. Karena hal itu diatur oleh konstitusi," ujarnya kepada SP, Senin pagi.

Namun, dia menilai gugatan tersebut tidak akan bisa membatalkan hasil pilpres, 8 Juli lalu. "Karena perbedaan jarak suara antara pemenang dengan kedua capres yang kalah cukup jauh. Apalagi sejauh ini, saya tidak melihat ada pelanggaran atau kecurangan yang masif," katanya.

Syamsuddin menambahkan, sebaiknya semua pihak menghormati proses hukum yang berlangsung, dan jalannya proses tersebut harus dijauhkan dari intervensi kepentingan suatu golongan. "Kita lihat saja nanti. Yang terpenting proses itu semuanya dihormati dan adil," tegasnya.


Dua Putaran

Tim hukum Mega-Prabowo berencana mengajukan gugatan hasil pilpres ke MK, Selasa (28/7) pukul 09.00. "Terjadi pelanggaran dan kecurangan dalam perhitungan suara secara global. Kalau ini diterima MK, maka tentu akan ada pilpres putaran kedua," kata Koordinator Tim Advokasi Gayus Lumbuun, Senin.

Tim sukses JK-Wiranto akan mengajukan gugatannya, Senin (27/7) pukul 15.00 WIB. Jubir Tim Sukses JK-Wiranto, Yuddy Chrisnandi mengatakan, pihaknya sudah memiliki bukti-bukti kuat untuk diajukan ke MK, di antaranya DPT yang tiga kali diubah oleh KPU.

"Kemudian hasil rekapitulasi penghitungan suara, serta adanya kecurangan dan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi pada proses pilpres lalu," ujarnya.

Yuddy enggan memberikan komentar banyak tentang harapannya terhadap proses persidangan mendatang. "Serahkan sepenuhnya ke majelis hakim, dan kita hanya berharap adanya keadilan di negara ini," tambahnya.

Sedangkan, Ketua Tim Advokasi pasangan SBY-Boediono, Amir Syamsuddin mengatakan, seandainya benar masalah DPT sedemikian signifikan tentu sejak awal para saksi dari masing-masing pasangan, para pengawas pemilu mulai dari TPS sampai ke panitia pemilih tingkat kecamatan (PPK) sudah ada yang menyampaikan laporan. "Dan, apabila benar ada nama ganda, sudah hampir pasti sudah tersaring dari awal," ucap Amir.

Dia mengemukakan, ada juga berbagai laporan penyimpangan dan kecurangan terhadap pasangan SBY-Boediono. Namun, laporan itu tidak cukup signifikan untuk memenuhi kriteria pelanggaran pemilu yang bersifat masif, sistematis dan terstruktur, sehingga tidak diteruskan ke MK.

Sementara itu, KPU menyatakan siap menghadapi gugatan. KPU sudah menginstruksikan KPU provinsi untuk menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan dalam persidangan, seperti DPT dan berita acara rekapitulasi penghitungan suara dari tingkat TPS hingga tingkat provinsi.

"Sudah kita amanatkan ke seluruh KPU provinsi. KPU akan menggunakan bantuan dari pengacara negara dan juga dari Biro Hukum KPU," tegas Komisioner KPU, Syamsulbahri. [NCW/L-10/ M-7/ M-16/A-21]


* * *
ICW Temukan Dugaan SBY-Boediono Terima Dana Asing

Senin, 27 Juli 2009

TEMPO Interaktif, Jakarta - Indonesia Corruption Watch menduga dua perusahaan penyumbang dana kampanye pasangan calon SBY-Boediono berafiliasi dengan perusahaan asing. Dua perusahaan itu adalah PT. Northstar Pasific Investasi dan PT.Polykfilatex.

"Kami menduga ini pelanggaran UU Pilpres pasal 103 karena ada unsur kepemilikan asing," kata Abdullah Dahlan peneliti ICW dalam konferensi pers di media centre Badan Pengawas Pemilihan Umum Jakarta, Senin (27/07).

Menurut Abullah berdasarkan penelitian ICW, PT Northstar Pasific Investasi diduga terafiliasi dengan perusahaan dari luar negeri bernama Texas Pasific Group (TPG) private equality dari Amerika Serikat. Sedangkan PT.Polykfilatex diduga perusahaan luar negeri yang memproduksi sepatu dan pakaian olahraga merek FILA. "Untuk PT. Polykfilatex kami masih duga perusahaan asing, jadi perlu klarifikasi lagi," ujar Abdullah Dahlan.

Dalam data ICW yang diperoleh dari Biro Hukum Komisi Pemilihan Umum PT.Polykfilatex menyumbang dana sebesar Rp 1,5 miliar. Perusahaan ini beralamat di Jl Oto Iskandarnata No.18 Bandung dengan NPWP 01.677.803.2-441.000.

Sedangkan PT. Northstar Pasific Investasi terdaftar menyumbang Rp 1 miliar. Selain diduga berafiliasi dengan asing, alamat perusahaan ini juga sama persis dengan empat perusahaan penyumbang lainnya. Yaitu PT. Surya Esa Perkasa, PT. Northstar Pasific Capital, PT. Bintara Internasional dan PT. Permata Niaga Prima. "Jadi kami juga menduga kelima perusahaan ini berada dalam satu holding company," kata Ibrahim Fahmy Badoh koordinator defisi korupsi politik ICW ditempat yang sama.

Jika benar kelima perusahaan ini satu Holding, lanjut dia maka telah terjadi pelanggaran batasan sumbangan. "Sebab jika ditotal sumbangan kelima perusahaan ini mencapai Rp 6.340.000.000,00," ujar Fahmy. Dengan indikasi alamat kantor yang sama, untuk pasangan SBY-Boediono diduga ada enam holding company yang menyumbang melebihi batas.

Pada pasangan lain dugaan pelanggaran juga terjadi. Pada pasangan Megawati-Prabowo dugaan palanggaran sumbangan melebihi batas juga terjadi. Dua perusahaan yang beralamat sama, PT Comexindo International dan PT. Tjigaru menyumbang masing-masing Rp 5 miliar. "Sehingga totalnya jadi Rp 10 miliar. Jika mereka satu holding company maka telah terjadi pelanggaran," ujar Fahmy. Sedangkan pada pasangan JK-Wiranto dugaan jenis pelanggaran seperti ini tidak ditemukan.

Secara keseluruhan ICW menemukan lima modus dugaan pelanggaran dalam laporan penerimaan dana kampanye capres dan cawapres. Yaitu identitas tidak jelas, tidak menyertakan NPWP bagi penyumbang diatas Rp20 juta, beralamat sama, terindikasi dalam satu holding company dan melebihi batas sumbangan.

Dengan temuan itu ICW merekomendasikan agar Bawaslu menindaklanjutinya secara hukum. Bawaslu dan KPU menindaklanjutinya menjadi masukan dalam proses audit. Dan agar Bawaslu dan KPU mengupayakan publikasi laporan penyumbang dana kampanye capres dan cawapres.

* * *

Presiden SBY Info, , 25 Juli 2009,

SBY-Boediono Memperoleh 60,80 Persen Suara

Jakarta: Capres dan Cawapres nomor 2, Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono, hari Sabtu (25/7) pagi menghadiri Rapat Pleno Terbuka Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang menetapkan Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara dan Pengumuman Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009, di kantor KPU Jl. Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat. Acara yang dibuka tepat pukul 10.00 WIB oleh Ketua KPU Abdul Hafidz Anshari, juga dihadiri pasangan Capres/Cawapres nomor 3 Jusuf Kalla - Wiranto. Sedang pasangan nomor 1 Megawati - Prabowo tidak hadir pada acara yang digelar di Ruang Sidang Utama, lantai 2 KPU itu.

Setelah rapat dibuka dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, anggota KPU Andi Nurpati membacakan hasil rekapitulasi penghitungan suara setiap provinsi dan seluruh Panitia Pemungutan Luar Negeri dari 117 TPS. Total perolehan suara secara nasional, nomor urut 1 pasangan Megawati - Prabowo memperoleh 32.548.105 suara atau 26,79 persen, nomor urut 2 pasangan SBY - Boediono memperoleh 73.874.562 suara atau 60,80 persen, dan nomor urut 3 pasangan JK - Wiranto memperoleh 15.081.814 suara atau 12,41 persen dari total suara sah secara nasional.

Usai pembacaan hasil rekapituliasi, acara kemudian dilanjutkan dengan Penetapan Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009 oleh Ketua KPU, disusul dengan Penandatanganan Berita Acara Keputusan Penetapan Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009 oleh Ketua dan Anggota KPU. Kemudian Sekretaris Jenderal KPU, Drs. Suripto Bambang Setyadi membacakan Surat Keputusan KPU tentang Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009.

Sebelum seluruh rangkaian acara selesai, dilakukan penyerahan SK Penetapan kepada pasangan SBY - Boediono dan pasangan JK - Wiranto, Bawaslu, Mahkamah Konstitusi serta perwakilan KPU Daerah yang diwakili KPU Provinsi Jawa Barat dan KPU Provinsi Papua Barat, serta Komisi Independen Pemilu Aceh. (mit)


* * *
Presiden SBY Info, 25 Juli 2009,


Pasangan SBY-Boediono Sampaikan Terima Kasih Kepada Semua Pihak


Cikeas: Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono atas nama pasangan Capres/Cawapres SBY-Boediono beserta timnya menyampaikan rasa syukurnya setelah Komisi Pemilihan Umum secara resmi menetapkan hasil penghitungan suara Pilpres 2009. Di pendopo kediaman di Puri Cikeas Indah, Kabupaten Bogor hari Sabtu (25/7) siang, SBY didampingi Cawapres Boediono, Hatta Rajasa, Andi A. Mallarangeng, Djoko Suyanto, Tifatul Sembiring dan Zulkifli Hassan mengatakan, salah satu tahapan penting dari rangkaian pemilu 2009 telah selesai dlakukan, yaitu penghitungan suara pemilihan presiden dan wakil presiden.

"Kita juga bersyukur karena hingga saat ini keseluruhan rangkaian Pemilu 2009 dapat berjalan secara aman, tertib dan lancar. Kita berharap dan kita akan sama-sama berupaya agar keseluruhan rangkaian Pemilu tahun 2009 ini dapat diselesaikan dengan baik," kata SBY kepada wartawan. SBY mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh pihak yang telah menyukseskan Pemilu 2009 ini.

"Pemilu 2009 jika dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya dan Pemilu di berbagai negara, pada hakekatnya berjalan dengan damai dan demokratis. Tentu sistem dan Undang-undang yang kita miliki memberikan ruang bagi pihak-pihak yang ingin menyampaikan protes dan aduan. Protes itu, harapan kita, harapan rakyat Indonesia, dapat disalurkan secara damai, menghormati nilai- nilai demokrasi dan rule of law," ujar SBY.

Ditambahkan, tim SBY-Boediono hingga saat ini telah menghimpun sejumlah temuan di lapangan, temuan yang termasuk dengan voting irreguralities, atau hal-hal yang tidak benar. "Dan terhadap temuan ini, sebagian telah kami salurkan kepada pihak yang berwajib untuk mendapatkan penyelesaian secara adil. Sebagai contoh, tim telah menemukan selisih suara di tempat-tempat tertentu. Namun, suara yang diyakini berbeda penghitungannya hanya ratusan suara. Oleh karena itu tidak disalurkan ke Mahkamah Konstitusi, karena tidak akan merubah hasil yang disampaikan oleh KPU hari ini. Namun, voting irregularities dalam election tidak selalu kecurangan, tetapi bagaimanapun harus dikoreksi dan diselesaikan secara baik," tambahnya.

Disamping itu juga ada dugaan kecurangan, dan telah disalurkan kepada Panwaslu di daerah masing-masing oleh tim SBY-Boediono. "Kami juga akan memberikan saran dan masukan kepada KPU menyangkut DPT, sosialisasi Undang-undang Pemilu kepada masyarakat luas, termasuk juga perbaikan mekanisme di waktu yang akan datang, karena masih cukup besar suara yang tidak sah, meskipun di negara lain, banyak yang lebih besar dibandingkan jumlah yang ada di negeri kita," ujarnya.

Di akhir pernyataan persnya, SBY mengajak semua pihak untuk terus mengawal dan menuntaskan proses Pemilu 2009 ini. "Sebagaimana yang menjadi harapan kita semua, harapan seluruh rakyat Indonesia, agar semuanya berlangsung dengan baik dan kemudian bangsa ini bersatu kembali untuk melanjutkan pembangunan lima tahun mendatang," ujarnya. (mit)

* * *


KPU di antara Putusan MK dan MA

Editorial Media Indonesia 25 Juli 2009



KOMISI Pemilihan Umum hari-hari ini tidak hanya dikepung kawat berduri, tapi juga dikelilingi masalah yang bertubi datang silih berganti. Belum lagi KPU melaksanakan keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai penghitungan suara tahap III, kini Mahkamah Agung mengeluarkan keputusan terkait dengan penghitungan suara tahap II.

Dua keputusan lembaga tertinggi di bidang hukum itu tentu saja membawa implikasi bagi KPU. KPU harus mengubah keputusannya mengenai perolehan jumlah kursi maupun caleg terpilih.

Yang diuji MK dan MA adalah Peraturan KPU No 15 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Penetapan dan Pengumuman Hasil Pemilu, Tata Cara Penetapan Perolehan Kursi, Penetapan Calon Terpilih, dan Penggantian Calon Terpilih dalam Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Peraturan KPU No 15 di antaranya mengatur bahwa penghitungan tahap III, sisa suara yang ditarik ke provinsi adalah sisa suara yang hanya terdapat di daerah pemilihan yang masih memiliki sisa kursi. Peraturan KPU itu dibatalkan MK dan memerintahkan KPU kembali ke Pasal 205 UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu.

Adapun putusan MA membatalkan peraturan KPU yang sama menyangkut pasal penghitungan suara tahap II dan kembali menggunakan Pasal 205 UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu. Jika keputusan MA tersebut dilaksanakan, sekitar 66 kursi DPR akan berubah posisi.

Keputusan MA tersebut membawa berkah bagi empat partai politik. Partai Demokrat akan menangguk tambahan terbanyak yakni sekitar 30 kursi. Dengan demikian jumlah kursi Partai Demokrat bertambah dari 150 kursi menjadi 180 kursi, Golkar membengkak dari 107 kursi menjadi 125, PDIP bertambah dari 95 menjadi 111, dan PKB bertambah dari 27 menjadi 29 kursi.

Sebaliknya bagi lima partai politik, keputusan MA menjadi malapetaka. Partai Hanura akan kehilangan 12 kursi dari 18 kursi menjadi 6 kursi. Partai Gerindra akan berkurang dari 26 kursi menjadi 10, PKS akan kehilangan 7 kursi dari 57 menjadi 50, PAN berkurang dari 43 menjadi 28, dan PPP berkurang dari 37 menjadi 21 kursi.

Persoalan utama adalah apakah MA berwenang mengadili kasus pemilu? Konstitusi menugaskan MA menguji peraturan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, sedangkan tugas MK adalah menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar.

Bagi sebagian orang, MA berwenang menguji peraturan KPU, sedangkan bagi sebagian lain MA tidak lagi berwenang karena semua sengketa pemilu diselesaikan di MK. MA dinilai telah memasuki ranah MK. Apalagi dalam keputusannya MA juga memerintahkan KPU menunda pelaksanaan keputusan No 259/KPTS/KPU/2009 tentang penetapan caleg terpilih.

Keputusan MA itu tidak sekadar berimplikasi pada bagi-bagi kursi di DPR, tapi juga bisa menggoyahkan seluruh sendi demokrasi yang sedang dibangun. Perubahan alokasi suara dan kursi di DPR akan melahirkan keraguan akan keabsahan partai-partai pengusung calon presiden. Jika keraguan itu berlanjut, akan bermuara pada keabsahan presiden terpilih.

Kita menunggu kecerdasan KPU untuk menyiasati keputusan MK dan MA tanpa menimbulkan guncangan yang berarti. Jangan sampai keputusan KPU melahirkan lagi gugatan baru seakan tak berujung.



* * *



Hasil Rekapitulasi KPU


Jk-Win Tolak Teken Rekapitulasi



Gatra, 24 Juli 2009


Juru Bicara Tim Kampanye Nasional Jusuf Kalla-Wiranto (JK-Win), Yuddy Chrisnandi, mengatakan bahwa pasangan calon presiden dan calon wakil presiden JK-Win tetap tidak akan menandatangani hasil rekapitulasi penghitungan suara pemilihan presiden (pilpres) 2009.

"Pak JK dan Wiranto akan hadiri undangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) namun tetap tidak akan menandatangani penetapan hasil rekapitulasi penghitungan suara pilpres," kata Yuddy di Jakarta, Jum`at (24/7).

Menurutnya, penolakan untuk menandatangani penetapan hasil pilpres dilakukan karena karena adanya berbagai indikasi kecurangan dalam pelaksanaan pilpres 8 Juli 2009. "Kita keberatan dengan berbagai indikasi kecurangan dan akan kita ungkapkan nanti dan kita ajukan ke MK (Mahkamah Konstitusi)," kata Yuddy.

Menurut Yuddy, penolakan atas penetapan hasil pilpres ini akan dijadikan pembelajaran demokrasi dan bukan sikap tidak mengakui kemenangan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. "Kita sudah mengumpulkan sekitar 150 temuan kecurangan dan kami siapkan bukti-buktinya," ungkapnya.

Tim kampanye nasional JK-Win, menurut Yuddy, selalu menghormati proses hukum sebagaimana yang selalu diungkapkan Presiden Yudhoyono, dan akan menyampaikan temuan kecurangan itu ke MK sebagai komitmen menegakkan demokrasi.

Yuddy juga berujar, meski begitu, kehadiran JK-Win ke KPU bertujuan untuk memberikan penghargaan pada proses demokrasi, serta atas pilihan-pilihan rakyat dan penghormatan terhadap keberadaan KPU. [TMA, Ant]



* * *
*

Siapa Pun Presiden Terpilih, Tidak Akan Aman



Jumat, 24 Juli 2009





JAKARTA, KOMPAS.com —Siapa pun yang menang dalam pemilu presiden 8 Juli lalu, Indonesia tidak akan aman jika KPU tidak mau menjelaskan jumlah total DPT pilpres. Selain itu, rencana KPU untuk menetapkan hasil pilpres, Sabtu (25/7), juga akan membuat celah delegitimasi capres-cawapres terpilih.

"Siapa pun presidennya, enggak akan aman karena memiliki potensi digugat," kata Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti di gedung Dewan Perwakilan Daerah RI, Jakarta, Jumat (24/7) siang. Karena itu, Ray mengimbau KPU untuk tidak meremehkan pasangan capres-cawapres yang tidak mau menandatangani hasil perhitungan suara pilpres.

"Jadi jangan dianggap lemah-lah. Kalau mereka enggak tanda tangan, berarti membuka ruang untuk selalu menggugat hasil pilpres," ujarnya.

KPU, Kamis (23/7), telah merampungkan rekapitulasi hasil pemungutan suara pilpres. Pasangan SBY-Boediono keluar sebagai pemenang dengan memperoleh 60,80 persen suara, disusul pasangan Megawati-Prabowo di posisi kedua (26,79 persen), dan JK-Wiranto berada di posisi ke iga (12,41 persen).


Dalam rekapitulasi itu, saksi dari pasangan Mega-Prabowo tidak hadir, sementara saksi dari pasangan JK-Wiranto walk out dari ruangan. Ke dua pasangan capres tersebut mengancam tidak akan menandatangani hasil perhitungan suara pilpres yang dilakukan KPU. Pasalnya, DPT yang mereka miliki berbeda dengan DPT yang digunakan oleh KPU provinsi seluruh Indonesia.

Tim sukses dari pasangan JK-Win bahkan menemukan sejumlah permasalahan dalam pelaksanaan Pilpres 2009, di antaranya ketidakakuratan jumlah data pemilih tetap di sejumlah daerah. Misalnya di Jawa Tengah yang mengalami pembengkakan 6 juta suara dibanding DPT sebelumnya. Juga di Riau.

Juga ada kesalahan tahapan penyelenggaraan pilpres yang terjadi di hampir seluruh daerah di Indonesia.



* * *



Detik News, 23 Juli 2009



Megawati-Prabowo Tak Akan Tolak Hasil Pilpres



Jakarta - Pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto menyatakan tidak akan menolak apapun hasil Pilpres 2009 yang akan diumumkan KPU. Alasannya, menolak hasil Pilpres sama saja dengan menolak konstitusi dan menolak rakyat yang telah menggunakan hak pilihnya.

"Kita ini kalau ikut pemilu tidak ada dalam benak kita untuk menolak hasil. Bahwa kita beri catatan, minderheit nota itu harus dilakukan. Jadi hal yang dikembangkan bahwa kita menolak hasil pemilu itu sama dengan menolak konstitusi, sama dengan menolak rakyat yang menggunakan hak pilih," kata penasihat Tim Kampanye Nasional (TKN) Megawati-Prabowo, Pramono Anung.

Hal itu dikatakan dia dalam jumpa pers usai rapat DPP PDIP di kantor DPP PDIP, Lenteng Agung, Jaksel, Kamis (23/7/2009).

TKN Mega-Prabowo, lanjut Pramono, akan tetap mengedepankan jalur hukum dalam penyelesaian sengketa hasil Pilpres, yaitu dengan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Tak ada bayangan kita menolak. Bahwa kita melakukan persengketaan gugatan itu diatur dalam undang-undang," tegas Pramono.

Mengenai wacana penolakan tanda tangan dalam berita acara rekapitulasi perhitungan suara nasional, Pramono menjelaskan, hal itu merupakan kesatuan sikap dari gugatan yang akan dilakukan pihaknya terhadap hasil Pilpres.

"Kalau kita sudah tanda tangan rekapitulasi artinya kita menyetujui itu. Maka dengan demikian kalau ada gugatan ke MK, maka gugatan itulah yang akan kita gunakan. Bahwa kita belum tanda tangan rekapitulasi, kita masih memberikan minderheit nota, kita melakukan keberatan, itu merupakan bagian dari persengketaan pemilu dan itu diatur dalam undang-undang," paparnya.

1 Comment:

  1. Anonymous said...
    Free Casino Play tyuueooru
    Free Casino
    Reliable Online Casinos
    Get free welcome bonus when depositing for the first time! You'll get 100% free with your first deposit or up to $20.
    [url=http://www.nhgaa.org/]Casino Free Game[/url]
    Last but not least, prior to participating in any of the online casino websites no matter it's freely accessible or it requires a certain amount of money to get started with, make sure that you have gone through their ?Terms and Conditions? in a thorough manner.
    http://www.nhgaa.org/ - Best Online Casino

    Also, check out whether or not their customer service is available 24/7.

Post a Comment