Oleh : Musrianto*

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang baru-baru ini dihukum pancung oleh pemerintah Arab Saudi, merupakan sebuah berita yang menyedihkan dan membuat kita menjadi sangat miris. Menerima hukuman pancung, tentu bukan yang dimimpikan oleh seluruh TKI di Arab Saudi, harapan dan mimpi mereka bekerja di luar negeri adalah bagaimana bisa mendapatkan uang dari hasil jerih payah untuk memenuhi kebutuhan hidup sanak saudara serta keluarganya. Kita tidak pernah tahu seperti apa perilaku majikan di Arab Saudi kepada TKI, sehingga dikabarkan TKI kita sampai berani melakukan tindakan yang melanggar hukum.

Tindakan membela diri atas ancaman bahaya terhadap dirinya sampai dengan terbunuhnya majikan, merupakan sebuah tindakan yang tidak seluruhnya salah dan juga menjadi pembenaran. Tapi kondisi demikianlah yang harus dihadapi oleh para TKI kita, tentu seperti sibuah malakama. Pilihan-pilihan yang diambil semua mengandung resiko, jika TKI tersebut tidak membunuh maka sangat dimungkinkan dirinya yang akan terbunuh oleh majikan. Kejadian matinya TKI oleh majikannya sendiri, pun sudah beberapa kali terjadi dan pulang ke tanah air hanya jasadnya.

Dengan kejadian tersebut, tentu menjadi tanda tanya besar kepada kita. Siapa yang salah dan harus bertanggung jawab atas hal ini?

Bagi penulis, yang bersalah dan seharusnya bertanggung jawab adalah Pemerintah Indonesia sendiri. Pemerintah bersalah karena tidak mampu menciptakan, memberikan lapangan pekerjaan dan memberikan pendapatan yang layak serta bermartabat bagi seluruh Warga Negara Indonesia. Sehingga, memaksa sekian banyak WNI yang mengais rejeki di negeri orang dengan berbagai macam profesi pekerjaan dan yang paling banyak adalah dengan menjadi pekerja rumah tangga.

Ketidakmampuan dalam menciptakan, memberikan lapangan pekerjaan dengan pendapatan yang layak tidak saja menjadi tanggung jawab pemerintah, namun juga menjadi tanggung jawab seluruh anggota DPR RI dan DPR Daerah. Para elite politik, baik di eksekutif maupun legislatif sekarang ini lebih sibuk bersaing membangun citranya masing-masing, tentu untuk kepentingan Pemilu 2014. Selain pencitraan yang dibangun, mereka berlomba-lomba, berdebat dan saling mengklaim partainya bebas dan bersih dari korupsi. Luar biasa memang permainan yang disuguhkan mereka kepada rakyat, sampai-sampai tidak mengetahui ada warga negaranya mati di hukum pancung. Lebih parahnya lagi, Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Arab Saudi dalam penyampaiannya secara langsung melalui telepon mengatakan bahwa mengetahui kejadian itu dari berita media Arab Saudi.

Kalaupun saat ini pemerintah Indonesia berupaya untuk menambah dana untuk pengacara TKI, bukan sebuah solusi yang akan mampu mencegah terjadinya korban hukuman mati atau hukuman dalam bentuk lain bagi TKI yang bermasalah dengan hokum di negara setempat. Pemerintah Indonesia seharusnya berbenah diri dengan memperbaiki aturan-aturan atau regulasi dalam negeri sendiri secara baik dan detil, semisal menghapuskan atau meniadakan rekrutmen calon tenaga kerja oleh PPTKIS. Hingga saat ini PPTKIS masih bisa menerima CTKI dari calo atau sponsor. Karena PPTKIS dan agensi tidak lebih menjadikan TKI sebagai ladang bisnis semata. PPTKIS dan agensi di negara penempatan, tidak punya perspektif bagaimana kemudian melindungi TKI yang direktrutnya. Lagi-lagi karena orientasinya bisnis semata, selesai transaksi dengan majikan maka selesailah sudah urusannya.

Oleh karenanya mulai dari rekrutmen, pendidikan, seleksi (majikan) pengguna jasa tenaga kerja Indonesia sudah harus dikerjakan oleh pemerintah yang bekerja sama dengan pemerintah negara penempatan (G to G). Lembaga atau badan yang mengerjakan untuk itu sudah ada, selanjutnya bagaimana mengefektifkan lembaga tersebut secara maksimal. Kemudian selama pemerintah memperbaiki regulasi, tetap harus ada upaya cepat yang dilakukan untuk saat ini. Yakni menjalin kerja sama dengan pemerintah di negara penempatan dengan membentuk tim pengawas bersama, untuk melakukan pengawasan secara ketat dan regular terhadap majikan dan TKI serta melaporkan secara berkala kepada pemerintah dan kepada publik. Agar kemudian masyarakat mengetahui dan turut mengawasi kinerja dari tim pengawas TKI, sehingga tim tersebut benar-benar bekerja secara baik.

Cukup sudah anak bangsa jadi korban dari lalainya negara dalam memberikan perlindungan. Jangan ada lagi Ruyati-Ruyati berikutnya. TKI bukanlah komoditi, tetapi TKI adalah warga negara yang berhak mendapatkan perlindungan dan dilindungi hak asasinya oleh negara.


* Penulis adalah Pengurus Pusat Konfederasi Serikat Buruh KASBI, sekaligus Anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Jabodetabek.

** Siapa saja dipersilahkan mengutip, menggandakan, menyebarluaskan sebagian atau seluruh materi yang termuat dalam portal ini selama untuk kajian dan mendukung gerakan rakyat. Untuk keperluan komersial pengguna harus mendapatkan ijin tertulis dari pengelola portal Prakarsa Rakyat. Setiap pengutipan, penggandaan dan penyebarluasan sebagian atau seluruh materi harus mencantumkan sumber (portal Prakarsa Rakyat atau www.prakarsa-rakyat.org).

Sumber: PrakarsaRakyat

0 Comments:

Post a Comment