BERAPA HARGA DEMOKRASI KITA?
"Mari Bung, Jaga Harkat dan Martabat Demokrasi"

Oleh Ripana Puntarasa

Pemilihan Presiden: Komitmen Demokrasi

Apa gentingnya Pemilu Presiden berlangsung dua putaran? Boleh saja Tim SBY-Boediono menimbang soal efisiensi pembiayaan politik Pilpres, walaupun itu mencampuraduk urusan SBY sebagai salah satu kandidat dalam pemilu presiden dengan kepentingan pemerintah untuk menghemat anggaran. Bombardemen iklan kampanye dan mobilisasi gerakan pilpres satu putaran, jelas merupakan provokasi politik yang menyudutkan rakyat pada pilihan tanpa alternatif. Lebih tidak santun, adalah prakondisi dengan publikasi hasil survei LSI yang secara provokatif melambungkan nama SBY, survei yang kaidah dan etika akademiknya dipertanyakan banyak kalangan.

Kampanye banyak masuk pada ruang batas tidak etis. Tipu muslihat akademik, manipulasi moralitas dan tampilan sok santun banyak diwujudkan dalam berbagai kemasan. Apapun hal pokok mesti diingatkan, bahwa upaya rekayasa pemilihan presiden satu putaran akan sangat mengingkari kaidah demokrasi dan kedaulatan rakyat. Ini menyangkut komitmen terhadap demokrasi.


Rakyat Dijebak: Tidak Ada Soal Pilpres Dua Putaran

Ya. Rakyat pasti tidak akan ambil pusing Pemilu Presiden dalam satu atau dua kali putaran. Namun ada satu pertanyaan mendasar patut dijawab seluruh anak negeri ini: berapa sesungguhnya nilai harga demokrasi kita? Benarkah cukup dengan rupiah 4 (empat) trilyun?

Jajaran Partai Demokrat dan Tim Kampanye SBY-Boediono mengumandangkan dengan tidak henti-hentinya, pemilihan presiden dalam satu putaran akan menghemat 4 (empat) trilyun anggaran negara. Pemilu presiden satu putaran digelindingkan menjadi gerakan, diiklankan membabi buta dan dimobilisasi ribuan relawan untuk mendukung dan memperkuatnya di lapangan. Arahnya sudah pasti: pendapat umum dapat dibentuk, rakyat dipengaruhi, rakyat mendukung, setuju pemilu presiden satu putaran saja dan memilih. Pilihan yang ditawarkan tidak bikin sulit dan gak usah pusing-pusing: SBY, lanjutkan!

Pemilu presiden satu putaran saja adalah gerakan yang menyudutkan rakyat pemilih pada alternatif tanpa pilihan. Rakyat dijerat oleh jebakan perangkap kampanye Pilpres Satu Putaran Saja, maka jangan diteruskan! Tidak ada soal dengan Pilpres Dua Putaran.


Sesat Pikir + Sesat Kelakuan = Menjerumuskan

Dalam semangat, pikiran dan kepentingan pragmatis politik menang-kalah dalam demokrasi, boleh-boleh saja itu dilakukan. Perkaranya, sedemikian inikah cara pikir, sikap dan kesadaran kita bernegara? Sungguh sampah sekali jika mereka yang karena pendidikan dan posisi politik menjadi elit negeri, orang-orang istimewa dan penikmat keistimewaan ruang publik bersikap pikir dan tindakan seperti itu. Sampah juga pemimpin utama negeri ini menyetujui, mengamini atau mendiamkan hal itu terjadi, apalagi dilakukan oleh „orang-orangnya“ sendiri. Sesat pikir dan sesat kelakuan, ini istilah saya untuk

Ada perdebatan di rumah para amtenar dan feodal di hari-hari awal revolusi kemerdekaan: Mengapa harus bersusah-susah melakukan revolusi dan merdeka kalau harus dibayar dengan perang, ketidakdamaian, kemiskinan, kematian dan resiko ketidaknyamanan? Ikut pemerintah Hindia Belanda sudah pasti jaminannya. Jabatan, kemewahan, keistimewaan, nyaman dan enakan. Sikap para pemuda yang progresif, revolusioner dan menatap jauh kedepan sangat jelas: Republik Indonesia atau Belanda adalah Merdeka atau Mati... Sekali Merdeka tetap Merdeka… Bung, Ayo Bung… Mari Bung Rebut Kembali.... Maju Terus, Pantang Mundur...!!!

Biaya penyelenggaraan yang disebut Denny JA beserta kawan-kawannya di Tim Kampanye SBY-Boediono dan Partai Demokrat senilai Rp. 4 trilyun, sesungguhnya adalah perkiraan biaya sebesar Rp. 17.391,30 (tujuhbelasribu-tigaratus-sembilanpuluh-satu rupiah tigapuluh sen) untuk indeks biaya per jiwa penduduk (sekitar 230 juta penduduk); atau Rp. 22.680,00 (duapuluhduaribu-enamratus-delapanpuluh rupiah) indeks biaya per jiwa pemilih terdaftar dalam DPT Pilpres 2009 (176.367.056 jiwa pemilih).

Untuk kedaulatan rakyat, berapa mahalnya Rp. 17.391,30 per orang atau jiwa penduduk untuk lima tahun? Untuk kedaulatan rakyat, berapa mahalnya Rp. 22.680,00 per orang atau jiwa pemilih untuk lima tahun? STOP! Sesat pikir dan sesat kelakuan memang menjerumuskan.


Mari Bung, Jaga Harkat-Martabat Demokrasi

Demokrasi tidak terkirakan nilainya. Kedaulatan rakyat dan demokrasi adalah harkat dan martabat rakyat, bangsa dan negara. Jika kepada kita ditanyakan, wahai diriku dan seluruh rakyat, Berapa nilai harga demokrasi? 4 (empat) trilyun, sesuai perkiraan harga pemilu presiden putaran kedua? Saya akan menjawab: Tidak! Jangan lanjutkan pikiran itu. Perkara demokrasi adalah perkara harkat dan martabat rakyat bernegara!

Bung, Ayo Bung! Singkirkan pikiran-pikiran sesat yang menilai demokrasi dengan rupiah tanpa mempertimbangkan harkat dan martabat kedaulatan rakyat bernegara. Itu laknat! Anggaran dan pembiayaan memang dapat diangkakan dalam uang. Memang bukan hanya 4 trilyun rupiah saja biaya penyelenggaraan pemilihan umum, lebih dari itu. Berapapun beaya penyelenggaraan, itu menjadi wajibnya negara (pemerintah dan seluruh rakyat) harus membayarnya.

Satu atau dua putaran bukan soal. Soalnya adalah daulat rakyat, mandat rakyat dan suara rakyat yang dipakai tumpuan dan ukuran, bukan berapa rupiah dihemat dan dapat atau tidak dapat dibayar jika Pilpres sampai dua putaran.

Sungguh laknat dan terkutuklah para sesat pikir dan sesat kelakuan yang menggiring ke pemaksaan pemilihan presiden cukup satu putaran saja. Daulat Rakyat adalah Daulat Negara. Rakyat ada sebelum ada Negara. Negara ada dikarenakan Rakyat ada dan menyatakan daulatnya.



Jakarta, 28 Juni 2009
Ripana Puntarasa

0 Comments:

Post a Comment