Oleh Ustad Abdul Khodir *


Masyarakat Indonesia setiap saat selalu dibuat berdebar-debar, “Harga apalagi yang akan naik?” Listrik, air dan gas semakin mahal harganya, telat sedikit membayar tagihan pastilah akan terkena sanksi putus aliran listrik atau pipa airnya. Belum lagi harga bahan pangan seperti beras yang juga merangkak naik di berbagai daerah. Sementara kesempatan mencari pekerjaan semakin sempit dan tuntutan akan kapasitas ketrampilan semakin tinggi. Problem ini dipersulit dengan pendidikan formal yang tidak menunjang lahirnya ketrampilan kerja. Selain itu, pendidikan yang mahal membuat kesempatan mendapatkan ilmu menjadi tertutup.

Problem besar ini muncul karena negara menghilangkan peran-peran pokoknya, yakni melayani kepentingan rakyat yang bersifat kolektif. Sumber dari pelayanan ini adalah penguasaan atas sumber daya alam oleh negara dan pajak rakyat. Praktek yang terjadi di Indonesia adalah sebaliknya. Terjadi pembiaran akan hak kolektif dan diberinya ruang begitu besar pada individu yang bermodal untuk menguasai hajat hidup orang banyak.

Kata lain adalah terjadi privatisasi atau swastanisasi di semua sektor dan negara mengejar pendapatan lewat pajak. Lagi-lagi yang mendapatkan bebannya adalah rakyat. Proyek privatisasi ini disahkan oleh undang-undang yang dibuat oleh wakil rakyat tanpa melihat satu kenyataan yang dialami rakyat dan tanpa melihat akibatnya. Seharusnya undang-undang dibuat dengan bersandarkan pada kepentingan rakyat. Privatisasi justru dilakukan oleh rezim penguasa terhadap sektor-sektor vital yang melayani kepentingan rakyat banyak seperti listrik, air, pesawat terbang, pabrik baja, kapal laut, kereta api, migas, kesehatan dan pendidikan.

Melihat fakta yang telah ada bahwa privatisasi di negara manapun dan di negeri Indonesia sendiri, lebih banyak mudharat-nya (merugikan) bagi rakyat. Lalu apa yang bisa kita kerjakan untuk (paling tidak) menghadang laju privatisasi?

Pertama, membumikan kesadaran dari individu pekerja akan arti penting menolak dan melawan privatisasi. Kesadaran bisa tumbuh dan lahir bila kita memiliki pengetahuan akan baik dan buruk privatisasi, pengetahuan akan bahaya privatisasi terhadap masa depan pekerja dan masyarakat secara umum. Pengatahuan secara benar bahwa privatisasi tidak memberikan keuntungan dan hanya akan menghancurkan generasi selanjutnya.

Pengetahuan inilah yang akan menjadi landasan sikap kita sebagai pribadi, apakah akan mendukung atau menolak privatisasi. Ketika pengetahuan sudah menjadi kesadaran maka akan memandu kita pada pendirian dan tanggung jawab pada pilihan yang akan kita tentukan. Pendirian itu tercermin dari tindakan kita. Setiap tindakan akan kita pertanggungjawabkan pada sejarah, bangsa, keluarga dan massa rakyat.

Kedua, kesadaran individu harus dijadikan kesadaran bersama (kolektif). Dan kesadaran ini harus dimanifestasikan dalam sebuah kekuatan gerakan perlawanan. Gerakan perlawanan secara massal akan lahir bila pendirian dan tanggung jawab berlandaskan kesadaran dan pengetahuan juga dimiliki secara bersama pula. Tentulah peralawanan ini bukan saja dari kaum pekerja yang berada dalam ancaman privatisasi, tetapi juga kekuatan rakyat lainnya yang akan menerima imbas dari privatisasi. Kedua kekuatan ini harus dipadu dengan baik dan dipandu dengan satu kesepahaman dalam melakukan perjuangan.

Caranya dapat dilakukan dengan berkampanye seluas mungkin secara nasional akan penolakan terhadap privatisasi. Bisa dengan menyebarkan selebaran, membuat seminar atau diskusi publik, audensi dengan instansi terkait, talk show di televisi atau radio, membuat tulisan opini di koran-koran atau membuat surat pembaca secara massal. Selain itu juga dengan membuat kartu pos “Tolak Privatisasi” secara massal dan nasional yang ditujukan kepada Presiden RI dan Menneg BUMN serta DPR RI.

Perlawanan terhadap privatisasi harus menggalang sebanyak mungkin serikat pekerja, serikat petani dan organisasi massa lainnya untuk bersama-sama menentang privatisasi dengan terorganisir dan disinkronkan dengan aliansi atau gerakan konsumen. Dari kalangan akademisi dan intelektual yang anti privatisasi dan pro nasionalisasi juga harus dirangkul untuk bergabung dalam kerja-kerja yang dibangun aliansi. Jaringan ini juga penting untuk menyusun langkah-langkah perlawanan secara nasional melalui aksi nasional menolak privatisasi maupun aliansi-aliansi di seluruh daerah di Indonesia.

Gerakan yang melibatkan masyarakat, khususnya konsumen misalnya pelanggan listrik, pelanggan air harus menjadi agenda perjuangan bersama. Masyarakat harus dibangunkan kesadarannya tentang apa yang menjadi milik negara merupakan mandat rakyat. Jadi penyelamatan peran negara, bisa dibangun melalui gerakan konsumen.

Dengan kesadaran bahwa privatisasi penuh ke-mudharat-an bagi rakyat, maka perlawanan harus digaungkan sekeras dan seluas mungkin. “Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, bila kaum itu tidak merubahnya sendiri,” (QS.Ar-Ra'du:11). Upaya perlawanan privatisasi adalah upaya merubah kaum (rakyat) Indonesia menjadi lebih baik.

Kita pun menyadari sepenuhnya bahwa privatisasi adalah sebuah ke-dzalim-an dan kesewenang-wenangan kaum pemodal dan penguasa, maka perlawanan harus dikumandangkan dan digerakkan. Seperti dalam Alquranul Karim yang memerintahkan, “Angkatlah pedangmu ketika melihat kesewenang-wenangan dan ketidakadilan.”

Dengan membangun kekuatan perlawanan privatisasi, sebenarnya kita juga telah membangun proses belajar memimpin diri sendiri dan kaum (rakyat) tertindas saat ini. Karena kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan yang lahir dari rakyat itu sendiri dan dari proses perjuangan bersama, “Dan Kami hendak angkat pemimpin dan pewaris di muka bumi dari kaum yang tertindas,” (QS. Al Qashash:5).

Perjuangan kaum pekerja dan masyarakat dalam menolak privatisasi harus kita letakkan sebagai sebuah perjuangan jangka panjang dalam menyelamatkan kehidupan bernegara dan kehidupan anak-cucu kita semua. Mari kita mulai dengan keikhlasan dan keyakinan untuk masa depan bangsa yang lebih baik dan bermartabat.

* Penulis adalah Majelis Ta’lim Mardhatilah Perum Permata Hijau Bandung, Buruh Pabrik anggota KASBI Bandung Raya, sekaligus Anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Bandung.

** Siapa saja dipersilahkan mengutip, menggandakan, menyebarluaskan sebagian atau seluruh materi yang termuat dalam portal ini selama untuk kajian dan mendukung gerakan rakyat. Untuk keperluan komersial pengguna harus mendapatkan ijin tertulis dari pengelola portal Prakarsa Rakyat. Setiap pengutipan, penggandaan dan penyebarluasan sebagian atau seluruh materi harus mencantumkan sumber (portal Prakarsa Rakyat atau www.prakarsa-rakyat.org).


1 Comment:

  1. Anonymous said...
    Good day, sun shines!
    There have been times of hardship when I felt unhappy missing knowledge about opportunities of getting high yields on investments. I was a dump and downright pessimistic person.
    I have never imagined that there weren't any need in large initial investment.
    Nowadays, I feel good, I started take up real income.
    It's all about how to select a correct companion who utilizes your funds in a right way - that is incorporate it in real deals, parts and divides the income with me.

    You may get interested, if there are such firms? I'm obliged to answer the truth, YES, there are. Please get to know about one of them:
    http://theinvestblog.com [url=http://theinvestblog.com]Online Investment Blog[/url]

Post a Comment