Berikut di bawah ini bisa disimak kumpulan berita atau tulisan tentang seluk-beluk pemilihan presiden 2009, yang diambil dari berbagai sumber, Di samping disajikan di berbagai milis, kumpulan berita ini juga bisa dibaca selanjutnya dalam website http://umarsaid.free.fr/
Suara Pembaruan, 24 Juni 2009
SBY Menang Satu Putaran
[JAKARTA] Lembaga Survei Indonesia (LSI) kembali menempatkan pasangan SBY-Boediono pada posisi teratas dengan 67,2 persen dukungan suara. Sementara Mega-Prabowo hanya mendapat 15,8 persen, dan JK-Wiranto 8,3 persen. Sedangkan yang belum menentukan pilihan hanya 8,7 persen. Dengan hasil ini jelas bahwa Pilpres 2009 akan berlangsung satu putaran untuk kemenangan SBY-Boediono.
Hasil survei terbaru itu diungkapkan Saiful Mujani dalam diskusi dengan anggota tim sukses JK-Wiranto, Indra J Piliang, anggota tim sukses Mega-Pro, Maruarar Sirait, serta anggota tim sukses SBY-Boediono, Rizal Mallarangeng, di Jakarta, Rabu (24/6).
Survei LSI itu dilakukan pada 15-20 Juni 2009 dengan metode wawancara langsung kepada 2.000 responden di seluruh Indonesia yang mempunyai hak pilih. Survei menggunakan metode multistage random sampling dengan margin of error 2,8 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Survei didanai oleh Fox Indonesia yang merupakan konsultan pemenangan pasangan SBY-Boediono dan Yayasan Pengembangan Demokratis Indonesia (YPDI) sebagai Yayasan Pendidi LSI.
Menurut Saiful Mujani, kalau dibaca secara konservatif dengan margin of error 2,8 persen itu, maka dukungan pada SBY-Boediono 64 persen. Sementara pasangan Mega-Prabowo kalau dibaca secara optimis bisa mencapai 19 persen, dan JK-Wiranto 12 persen. Pasangan SBY-Boediono dalam 20 hari terakhir mengalami penurunan sebesar 3 persen dan akan cenderung menurun. Tetapi kalau dibaca secara konservatif, maka pada waktu yang tersisa hingga 8 Juli nanti pasangan ini akan mendapat sekitar 60 persen suara.
Sebaliknya, pasangan JK-Wiranto selama 20 hari terakhir mengalami kenaikan 2 persen dari survei sebelumnya sebesar 7 persen. Bila dibaca secara optimis maka pasangan ini mendapat 9 persen dengan margin of error 1,8 persen dan bila kenaikan 2 persen dibaca secara optimis maka JK-Wiranto naik 5 persen. Bila dalam 20 hari ke depan kemajuan ini linier, maka JK-Wiranto akan mendapatkan suara sekitar 20 persen pada 8 Juli nanti.
Saiful Mujani menambahkan, Mega-Prabowo sangat kuat di daerah-daerah non Muslim seperti Bali, NTT, Kalbar dan di daerah-daerah basis PDI-P, tetapi lemah di daerah-daerah Muslim. Sedangkan pasangan SBY-Boediono pemilihnya tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Jadi, untuk menang di lebih dari 18 provinsi bagi pasangan SBY-Boediono sangat besar.
"Tren SBY sebagai incumbent menurun dan itu biasa terjadi di Indonesia. Sedangkan JK cenderung naik. Kalau pemilu ditunda setahun lagi, JK bisa unggul atas SBY. Tetapi kan pemilu tidak bisa ditunda," ujarnya.
Tidak Terpengaruh
Menanggapinya, Indra J Piliang mengatakan, hasil survei dengan seluruh variabelnya lebih transparan daripada survei-survei sebelumnya. Meski demikian, masyarakat tidak terlalu terpengaruh dengan hasil survei seperti ini. Pasalnya, survei ini hanya menjadi bagian kampanya pasangan SBY-Boediono. Karena itu, bagi tim JK-Wiranto tidak terlalu penting mengomentari hasil survei seperti itu. "Saya ke sini hanya untuk menghormati undangan," ujarnya.
Senada dengan Indra, Maruarar Sirait mengatakan, hasil sejumlah lembaga survei yang menempatkan pasangan SBY- Boediono pada posisi teratas dengan perolehan suara sangat tinggi adalah bagian dari upaya yang dilakukan secara terang-terangan untuk menggiring publik agar pilpres satu putaran.
Penggiringan publik itu sangat jelas dilakukan oleh lembaga-lembaga survei. Lembaga-lembaga survei itu justru dilakukan oleh intelektual-intelektual bayaran. "Sekarang ini ada kecenderungan bahwa banyak intelektual bayaran," ujarnya.
Upaya menggiring opini publik agar pilpres satu putaran diiringi dengan upaya-upaya lain, yakni upaya-upaya pembenaran agar pilpres betul-betul satu putaran. Untuk itu, dia mengimbau masyarakat hati-hati dan kritis ter- hadap upaya-upaya sema- cam itu.
Dia khawatir gaya kepemimpinan Orde Baru akan terulang di masa mendatang. Dia menyebut contoh, tekanan-tekanan terhadap media massa untuk mendukung calon tertentu, meskipun orang yang melakukan tekanan itu tidak mengakuinya. "Masa orang jahat mau mengakui perbuatannya," tandas Maruarar.
Lecehkan Etika Demokrasi
Sementara itu, pengamat politik Yudi Latif dan pengamat politik dan hukum dari Universitas Atma Jaya, Jakarta, Daniel Yusmic menyatakan survei itu melecehkan etika demokrasi.
"Survei itu tidak sesuai dengan akal sehat, karena pada waktu yang hampir bersamaan, UI juga melakukan survei dan hasilnya hanya menunjukkan bahwa SBY-Boediono hanya bisa meraup suara maksimal 52 persen," kata Yudi.
Dikatakan, survei itu tidak bertanggung jawab dan tidak serius dijalankan, serta menghancurkan peran lembaga-lembaga akademis dan intelektual. Survei itu tidak lebih dari strategi melemahkan lawan dan menggiring lawan politik untuk masuk dalam demoralisasi.
"Hasil survei itu bisa saja melemahkan kubu lawan SBY, namun bisa juga semakin menunjukkan bahwa SBY tidak memiliki rasa percaya diri untuk memenangkan pilpres, sehingga angka-angkanya perlu dilambungkan sedemikian tinggi," tuturnya
Sedangkan, Daniel Yusmic mengatakan survei memang merupakan bagian dari perkembangan demokrasi dan politik. Namun, esensi survei akan dicederai jika dijalankan untuk mengarahkan pemilih secara tidak elegan. "Jika survei-survei dijalankan secara valid, tentunya hal tersebut berguna sekali bagi masyarakat. Namun, jika survei tersebut dijalankan dengan motivasi tertentu untuk mengerdilkan peluang dan partisipasi lawan politik, maka hal ter-sebut sangat bertentangan dengan etika," katanya. [EMS/LOV/C-4/A-21]
* * *
Pemilih Muslim Lebih Pilih JK
Republika , 24 Juni 2009
JAKARTA -- Partai-partai berbasis massa Islam yang tergabung dalam koalisi Partai Demokrat, ternyata tidak mampu menaikkan elektabilitas pasangan SBY-Boediono. Pemilih yang beragama Islam ternyata lebih memilih pasangan JK-Wiranto dibandingkan pasangan SBY-Boediono yang didukung PKS, PPP, PAN, dan PKB.
Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) terhadap 1.989 responden di seluruh Indonesia pada tanggal 15 Juni sampai 20 Juni 2009, menunjukkan, distribusi pemilih muslim pada pasangan SBY-Boediono justru menurun sampai empat persen. Sedangkan pasangan JK-Wiranto meraup kenaikan sebesar dua persen dari pemilih muslim.
“Nampaknya JK berhasil masuk dan mengambil suara pemilih muslim seperti suara NU dan lain-lain,” ujar Direktur Eksekutif LSI, Saiful Mujani, saat memaparkan hasil survei di Jakarta, Rabu (24/6).
Pada survei serupa yang dilakukan pada bulan Mei lalu, distribusi pemilih muslim pada pasangan SBY-Boediono masih berada pada posisi 71 persen. Sementara pada survei bulan Juni angka keterpilihan SBY-Boediono dari pemilih muslim anjlok di angka 67 persen.
Adapun JK-Wiranto mendapat limpahan suara dua persen dari pemilih muslim. Semula JK-Wiranto hanya dipilih tujuh persen pemilih muslim pada bulan Mei, namun di bulan Juni JK-Wiranto dipilih sembilan persen pemilih muslim.
Selain SBY-Boediono, pasangan Megawati-Prabowo juga mulai ditinggalkan pemilih muslim. Distribusi pemilih muslim terhadap Mega-Prabowo terkoreksi satu persen dari 16 persen pada bulan Mei menjadi 15 persen pada bulan Juni.
Non Muslim ke SBY
Terkait pemilih non muslim, distribusi pilihan mereka mulai beralih kepada pasangan SBY-Boediono. Pasangan nomor urut dua tersebut mendapatkan limpahan suara pemilih non muslim sebesar 18 persen.
Pada bulan Mei, pemilih non muslim yang memberikan suara kepada SBY-Boediono hanya sebesar 47 persen. Namun pada bulan Juni naik menjadi 65 persen.
Hal sebaliknya terjadi pada pasangan Mega-Prabowo. Bila pada bulan Mei pasangan nomor urut satu ini dipilih oleh 37 persen pemilih non muslim, namun pada bulan Juni angkanya merosot menjadi 28 persen. “Sementara pemilih non muslim pada JK-Wiranto tetap, yaitu tiga persen,” jelas Saiful.
Kendati demikian, Saiful menuturkan, secara umum pasangan SBY-Boediono tetap memperoleh dukungan tertinggi dari pemilih muslim. Begitu pun tingkat pilihan pemilih non muslim.
“SBY-Boediono didukung mayoritas muslim secara proporsional, sedangkan dukungan dari non muslim mulai lebih proporsional,” ucap Saiful.
Juru Bicara Tim Kampanye Nasional pasangan JK-Wiranto, Indra Jaya Pilliang, menilai, kenaikan elektabilitas JK-Wiranto semakin menumbuhkan rasa optimisme mereka untuk meraih hasil optimal dalam pilpres.
Indra mengaku bersyukur kenaikan elektabilitas JK-Wiranto didasarkan pada indikasi-indikasi keberhasilan kampanye dan meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada JK-Wiranto.
“Kami tidak menjual citra sebagai pihak yang dizalimi, padahal faktanya sekarang Pak JK sudah tidak lagi diajak mendiskusikan masalah-masalah negara dan sidang kabinet. Padahal dia kan masih wakil presiden,” papar Indra.
Dia melanjutkan, para pemilih yang melarikan suaranya ke JK-Wiranto adalah mereka yang berasal dari kelompok masyarakat rasional, kelas menengah, dan punya kualitas pendidikan yang bagus.
“Di sisa waktu ini kami akan menggenjot dukungan dari lapisan masyarakat lain. Survei-survei lain juga menyebutkan kecenderungan sama, yaitu elektabilitas JK-Wiranto makin naik,” ucap Indra.
Peneliti senior LSI, Burhanuddin Muhtadi, menambahkan, jika JK-Wiranto ingin mendapatkan limpahan suara yang signifikan, maka harus mengoptimalkan kampanye pada lapisan masyarakat bawah dan pesisir. “Sejauh ini pemilih JK-Wiranto cenderung berasal dari masyarakat kelas menengah, kalau bisa lebih mendekati masayarakat bawah di sisa waktu kampanye, saya fikir ada peluang elektabilitas lebih meningkat,” tandas Burhanuddin. ade/ahi
* * *
Jenderal Saurip Kadi Singgung Peran SBY di Balik 27 Juli 1996
Rakyat Merdeka, 24 Juni 2009,
Jakarta, RMOL. Semua jenderal yang ikut dalam Pilpres 2009, Prabowo, SBY dan Wiranto, punya peranan dalam sejumlah kasus pelanggaran HAM.
“Ketiganya terlibat pelanggaran HAM. Siapa yang tidak melanggar HAM?,” begitu kata mantan asisten teritorial KSAD, Mayor Jenderal (pur) Saurip Kadi di kantor Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI), Jalan Diponegoro, Jakarta, sore ini (Rabu, 24/6).
Saurip Kadi mencontohkan SBY yang selama ini dianggap bersih dari kasus HAM. Menurut Sarip, SBY punya peranan dan harus ikut bertanggung jawab dalam kasus kerusuhan 27 Juli 1996. Ketika kerusuhan itu terjadi, SBY menjabat sebagai Kepala Staf Kodam Jaya. Ia sempat keberatan ketika ditugaskan untuk menyiapkan pasukan dan logistik. Namun, jelas Saurip lagi, ada ketentuan di TNI bila belum mengajukan keberatan dalam delapan hari sang pelaksana tugas harus ikut bertanggung jawab.
“SBY saat itu sebagai Kasdam, orang nomor dua di Metro Jaya yang menyiapkan logistik dan pasukan. Itu semuanya urusan Kasdam. Memang yang bertanggung jawab secara komando adalah Sutiyoso (Pangdam Jaya saat itu),” demikian Saurip menambahkan. [wid]
* * *
Survei: Yudhoyono Turun Tipis, Kalla Merangkak Naik
Rabu, 24 Juni 2009
TEMPO Interaktif, Jakarta : Lembaga Survei Indonesia merilis hasil survei terbaru yang menunjukkan tingkat keterpilihan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono turun sekitar 3 persen dibandingkan hasil survei sebelumnya. Adapun keterpilihan pasangan Jusuf Kalla-Wiranto merangkak naik.
Survei LSI masih menempatkan pasangan Yudhoyono-Boediono pada posisi puncak dengan keterpilihan sekitar 67,2 persen, turun dari 70 persen pada survei 3 Mei 2009. "Kalau pemilihan dilakukan sekarang, SBY 67 persen, Mega 15,8 persen dan JK 8,3 persen," kata Peneliti LSI, Syaiful Mujani, saat mengumumkan hasil survei di Hotel Sari Pan Pasifik, Jakarta, pagi ini.
Peneliti LSI Burhanudin Muhtadi menjelaskan, tren keterpilihan pasangan Kalla-Wiranto merangkak naik dari 7 persen pasa survei sebelumnya menjadi 8,3 persen. Kenaikan ini diduga berkaitan dengan banyaknya pemberitaan dan iklan di media soal aktivitas pasangan Kalla-Wiranto. "Namun, iklan masih kurang menarik bagi kalangan bawah, hanya berpengaruh di perkotaan,” kata dia.
Adapun pasangan Megawati-Prabowo, menurut survei LSI, mengalami penurunan elektabilitas dari 18 persen pada survei 3 Mei 2009 menjadi 15,8 persen. Pemilih Megawati, menurut Burhanudin, masih terkonsentrasi pada masyarakat tradisional.
Survei ini dilakukan dengan wawancara tatap muka pada 15-20 Juni. Pengambilan sampel menggunakan teknik multistage random sampling, dengan melibatkan 1.989 resonden. Survei memasukkan faktor margin of error 2,8 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
* * *
Yudhoyono Tiba di Tempo, Masyarakat Ikut Menyaksikan
Rabu, 24 Juni 2009
TEMPO Interaktif, Jakarta: Mengenakan baju batik keemasan, calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono, disambut oleh jajaran redaksi Majalah Tempo hari ini (24/6) pukul 11.30 WIB di kantor Tempo Jalan Proklamasi 72, Menteng, Jakarta Pusat. Masyarakat sekitar ikut menyaksikan kedatangan Susilo.
Redaksi Tempo yang menyambut Susilo antara lain Direktur Utama PT Tempo Inti Media Bambang Harymurti, Pemimpin Redaksi Majalah Tempo Toriq Hadad, Pemimpin Redaksi Koran Tempo S Malela Mahargasarie, Redaktur Senior Fikri Jufri, dan Redaktur Eksekutif Majalah Tempo Wahyu Muryadi.
Sedangkan Susilo didampingi Menteri Sekretaris Negara Hatta Radjasa, Menteri Komunikasi Muhammad Nuh, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, Juru Bicara Andi Mallarangeng, dan Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana.
Masyarakat sekitar kantor Tempo tampak berbondong-bondong menyaksikan kedatangan Presiden. Sekitar lima menit, pasukan pengamanan menutup Jalan Proklamasi. Namun setelah Susilo hadir jalan dibuka kembali, sehingga kemacetan kembali terurai.
Kunjungan Susilo sebagai calon presiden mengulangi kunjungannya lima tahun lalu yaitu menjelang pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Sebelumnya Majalah Tempo juga pernah dikunjungi calon presiden Jusuf Kalla.
* * *
Tim Sukses: Prabowo Fokus, Tak Cengengesan
24 Juni 2009
TEMPO Interaktif, Jakarta: Anggota Tim Kampanye Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto, Halida Hatta, membantah bila Prabowo saat tampil debat tadi malam dalam kondisi tegang. Debat calon wakil presiden yang diselenggarakan KPU di Gedung Senayan City Jakarta, kesan kaku karena memang pembawannya seperti itu.
“Beliau tidak tegang, tapi karena sikap disiplinya maka penampilannya seperti itu. Fokus dan tidak cengengesan,” ujar Halida kepada Tempo.
Menurut Halida, latar belakang Prabowo yang mendapat didikan militer membuat selalu tampil disiplin dan penuh konsentrasi. Sikap Prabowo di panggung debat, lanjut dia, adalah wujud jati dirinya. “Dia tidak pernah tegang kok,” ujarnya.
Halida juga menegaskan bahwa Prabowo orang ang selalu yakin dengan kata-katanya. Dalam debat ini sebagian besar materi yang disampaikan buah dari pemikiran Prabowo. “Tim tentunya juga memberi masukan dan beliau terbuka untuk itu, tapi sebagian besar adalah buah dari pemikiran beliau sendiri,” ujarnya.
Dalam debat perdana calon wakil presiden ini, Prabowo terlihat paling tegang. Calon lain seperti Boediono tampak santai dan tenang dalam bertutur. Begitu pula dengan calon wakil presiden Wiranto yang tampil rilek. Bahkan mantan Pangila ABRI ini sempat menyanyi. Dia juga sempat salah mengambil minum milik Boediono.
Sejak awal Prabowo terlihat serius dan jarang tersenyum. Setiap kali rehat dia selalu minta minum dan jarang sekali berkonsultasi dengan timnya. Prabowo juga seringkali mengelap sendiri keringat di dahi dan wajahnya. Hanya sesekali petugas SCTV membenahi tampilan wajahnya.
Walaupun nampak tegang, namun sesekali dia mengajak berbincang peserta debat lainnya. Sesekali juga dia mengajak tersenyum Boediono atau wiranto. Ketegangan jenderal bintang tiga itu baru terlihat mereda saat akhir-akhir acara. Dia mulai sering tersenyum dan tubuhnya terlihat lebih rilek.
* * *
Prabowo: Perubahan atau Lanjutkan Sistem Ekonomi yang Tidak Sejahtera
Selasa, 23 Juni 2009
JAKARTA, KOMPAS.com — Cawapres PDI Perjuangan-Gerindra, Prabowo Subianto, mengatakan, jati diri bangsa bisa dibangun, salah satunya dengan memperbaiki kondisi ekonomi bangsa. Sistem ekonomi saat ini, menurutnya, tidak berhasil membawa kemakmuran dan manfaat bagi rakyat.
Seperti yang sering diutarakan Prabowo, kekayaan negara banyak yang mengalir ke luar negeri. "Bicara jati diri bangsa, kita lihat kondisi bangsa dan kekayaan negara yang mengalir ke luar negeri. Tanpa menyelesaikan masalah kebocoran ini, bangsa kita akan menjadi bangsa yang lemah dan kalah terus, tidak bisa berdiri di atas kaki sendiri," ujar Prabowo, dalam paparan visi misi pada Debat Cawapres, Selasa (23/6) malam ini.
Hal itu, menurut dia, membuat rakyat tak bisa menikmati hasil kemerdekaan. "Hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang saja. Karenanya, saya dan Ibu Mega menawarkan ekonomi kerakyatan, menyelamatkan kekayaan negara dan tidak menyuplai tenaga murah ke luar negeri. Rakyat yang akan menentukan, apakah ingin yang mengusung perubahan atau kembali ke jati diri bangsa sesuai cita-cita pendiri bangsa," kata dia. Prabowo juga memaparkan, tidak ada jati diri bangsa yang lepas dari kemakmuran rakyat.
Mengutip data Bank Dunia, ia mengatakan, 50 persen masyarakat Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan atau sekitar 115 juta orang berpenghasilan di bawah Rp 20.000 per hari.
* * *
Wiranto: Indonesia Butuh Pemimpin yang Kuat
Selasa, 23 Juni 2009
JAKARTA, KOMPAS.com — Calon Wakil Presiden Wiranto mengatakan bahwa Indonesia tidak tahu siapa dirinya. "Setelah saya merenung saya terima. Itu isyarat keprihatinan," ucap Calon Wakil Presiden Wiranto saat pemaparan visi misi dalam Debat Cawapres di studio SCTV, Selasa (23/6).
Wiranto yang juga mantan Menkopolkam itu mengatakan, Indonesia mempunyai potensi dan sebenarnya tidak perlu bernasib seperti sekarang. Ia juga mengkritik pemerintah yang harus berutang kepada pihak asing sehingga dianggap negara pengutang terbesar keempat. "Pancasila sekarang tidak lagi disebut-sebut dan diamalkan," ucapnya.
Suatu bangsa, katanya, harus memiliki jati diri agar tidak tersingkir dari pergaulan dunia. "Jika hilang, jati diri akan menjadi bulan-bulanan negara lain," ujarnya.
Untuk itu, ia melanjutkan, perlu pemimpin yang kuat untuk mengukuhkan jati diri bangsa. "Kami mengedepankan visi yang adil, berdaulat, mandiri, dan bermartabat," ungkapnya.
Selain itu, dibutuhkan kepemimpinan yang lebih cepat bersikap dan mengambil keputusan. "Untuk itu, kita ambil semboyan lebih cepat lebih baik," lontarnya.
* * *
Minggu, 21 Juni 2009
SBY 'Dikeroyok' Hanya Trik Cari Dukungan
Yogyakarta (Bali Post) -
Pengamat sosial politik UGM, Ari Sujito, Sabtu (20/6) kemarin, menyatakan pernyataan calon presiden (capres) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bahwa selama ini dirinya dikeroyok merupakan bagian strategi untuk mengkapitulasi dukungan maupun perolehan suara Pilpres 2009.
"Memang faktanya dikeroyok, karena SBY merupakan kandidat incumbent. Ia justru memanfaatkan untuk perang urat saraf yang diharapkan dapat mengkapitulasi dukungan dan perolehan suara pada Pilpres 2009 nanti," kata Ari Sujito.
Menurut dia, di satu sisi istilah dikeroyok ini dimanfaatkan SBY untuk mendulang simpati masyarakat dan pada akhirnya akan memunculkan dukungan yang besar kepada SBY.
"Ini merupakan strategi SBY untuk memanfaatkan situasi yang berkembang dengan selalu mengatakan dirinya dikeroyok di setiap kesempatan kampanye atau dialog. Dengan kemasan bahasa seperti itu diharapkan dapat menggugah simpati masyarakat," katanya.
Ia mengatakan saat ini, SBY juga merasa posisinya masih di atas angin sehingga pernyataan tersebut dimunculkan sebagai perang urat saraf untuk semakin memancing reaksi dari kandidat yang menjadi rivalnya. "SBY termasuk tim kampanyenya menggunakan pernyataan ini untuk memancing reaksi rivalnya, setelah mereka bereaksi keras, kemudian menggunakan strategi bertahan dan tidak mau terjebak dengan permainan dari dua kubu rivalnya tersebut dan tidak perlu melakukan serangan balik," katanya.
Ia mengatakan SBY selama ini memang lebih banyak bertahan dari serangan rivalnya daripada balik menyerang karena dengan strategi ini pula ia ingin memmbangun citra. "Dengan strategi bertahan ini diharapkan citranya akan lebih baik, daripada melakukan serangan balik terhadap rival-rivalnya," katanya. Namun strategi ini justru dapat pula menjadi bumerang terutama ketika kesan dikeroyok disampaikan terus-menerus maka masyarakat yang kritis justru akan bertanya-tanya kenapa SBY terkesan mengeluh terus.
Kubu JK Tolak Survei
Sementara itu, kontroversi atas perbedaan hasil survei dari sejumlah lembaga survei telah membuat masyarakat bingung. Tim capres JK-Wiranto menolak hasil survei dijadikan alat kampanye. Sebaiknya dijadikan bahan evaluasi kerja internal bagi pemesan saja. 'Kami tidak setuju ketika hasil survei dijadikan sebagai alat kampanye atau iklan,' kata anggota Tim Kampanye JK-Wiranto, Indra J. Piliang, dalam diskusi bertema Kredibilitas Lembaga Survei di Jakarta, Sabtu (20/6) kemarin.
Indra mengatakan hasil survei seharusnya dijadikan bahan evaluasi internal bagi pemesan, bukan untuk konsumsi publik. Karena itu, dia menyarankan agar hasil survei tidak diumumkan ke publik. Komisi Pemilihan Umum diminta dalam membuat peraturan kepada lembaga survei agar hasil survei tidak ditayangkan di media massa.
Menurut Indra, selama ini masyarakat selalu terpaku pada hasil survei, karena menganggap hasil itu seolah hasil baku dan pasti. Padahal, persepsi masyarakat tentang sesuatu bisa cepat berubah. 'Hasil survei berfluktuasi cepat dari waktu ke waktu,' kata Indra.
Sependapat dengan Indra, Direktur IndoBarometer M. Qodari meminta agar hasil survei tidak dipublikasikan. 'Kalau diumumkan (hasil survei) ke publik, sama saja dengan memberikan info gratis ke lawan politik,' kata Qodari.
Peneliti Senior LSI, Burhanuddin Muhtadi, mengatakan hasil survei tidak memiliki pengaruh besar bagi pemilih. Dia menampik tuduhan bahwa hasil survei yang dilakukan dipesan untuk memobilisasi dukungan. 'Kalau mau lihat kredibel atau tidaknya lembaga survei, lihat saja rekam jejaknya dan bagaimana validasi sampelnya,' kata Burhan. (kmb4/ant)