Pernyataan Sikap Bersama; Gerakan Anti Pembungkaman Demokrasi

PERNYATAAN SIKAP BERSAMA

TIDAK ADA DEMOKRASI, TANPA KEBEBASAN BEREKSPRESI

Kebebasan berekspresi termasuk kebebasan berpendapat merupakan salah satu hak paling mendasar dalam kehidupan bernegara. Jaminan atas hak ini secara tegas dinyatakan dalam UUD'45 Pasal 28 dan 28 E Ayat (2) dan (3) UUD 1945 “setiap warga negara Indonesia berhak mengeluarkan pendapat, ide dan gagasan, karena pada dasarnya kebebasan berpendapat adalah hak dasar yang dimiliki oleh setiap individu.” Dalam Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia, Pasal 19 menyatakan: “Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan dan untuk mencari, dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dengan tidak memandang batas-batas wilayah”.

Secara kasat mata, saat ini kualitas demokrasi Indonesia mengalami penurunan yang cukup signifikan terutama bila diukur dari jaminan atas kebebasan berekspresi dan berpendapat bagi setiap warga negara. Dalam kurun beberapa tahun belakangan, tercatat berbagai gerakan penyampaian pendapat dari warga Negara mengalami tekanan, baik bersifat pembubaran, pelarangan bahkan kriminalisasi dengan menggunakan hukum pidana. Pemidanaan tersebut memanfaatkan berbagai pasal-pasal haatzaai artikelen dan lese majesty serta pasal-pasal “karet” lainnya yang masih berlaku dalam hukum positif Indonesia. Tindakan-tindakan tersebut secara massif dilakukan dalam upaya membungkam kritik yang dilakukan oleh warga negara.

Sejak tahun 2008, terjadi pembubaran secara massif atas kegiatan berekspresi dan berpendapat. Berdasarkan data WALHI akibat tindakan itu terdapat 39 orang warganegara baik aktivis demokrasi, pejuang lingkungan, Pembela hak asasi manusia, aktivis mahasiswa dikriminalisasi; ditangkap bahkan diadili.

Pembubaran kegiatan penyampaian pendapat oleh Aparatur Negara dilakukan dengan modus; menggunakan mekanisme perijinan untuk mempersulit warga negara untuk berkumpul dan mengeluarkan pikiran dan pendapatnya. Pada prakteknya seringkali Polri memperalat UU no. 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum, dengan menempatkan Surat Tanda terima Pemberitahuan (STTP) seolah-olah adalah surat ijin. Bahkan tidak jarang POLRI menggunakan Juklap No 2 Tahun 1995 tentang Persyaratan Penerbitan Izin dan Pemberitahuan Kegiatan Masyarakat dan Juklaknis (petunjuk pelaksanaan teknis) Kapolri mengenai izin keramaian, yang justru bertentangan prinsip utama dari UU No. 9 tahun 1998 yang tidak membolehkan istilah ijin dalam mengatur hak warga negara untuk menyampaikan pendapat. Dan selanjutnya praktek itu “melegetimasi” POLRI untuk melarang dan memberangus hak atas kebebasan bereskspresi dan berpendapat bagi warga negara Indonesia. Tidak hanya pembubaran acara bahkan kerap berujung dengan pemidanaan di pengadilan.

Pembubaran, Penangkapan dan pengadilan terhadap beberapa orang organisasi rakyat, aktivis lingkungan dan demokrasi diantaranya: Pembubaran Kongres GOLPUT disertai dengan penangkapan Sri Bintang Pamungkas di Jogjakarta, pembubaran kegiatan Aliansi Masyarakat Manado untuk menentang deklarasi WOC dan CTI dan penangkapan terhadap Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Berry Nahdian Furqan dan Kepala Departemen Penguatan Regional, Erwin Usman. Disusul dengan penangkapan 7 orang aktivis WALHI di Kalimantan Tengah dan 6 orang aktifis WALHI di Bengkulu, penangkapan petani di Riau dan Jambi adalah contoh nyata dari praktek-praktek pemberangusan kebebasan berekspresi dan berpendapat dengan modus yang telah dipaparkan diatas.

Atas dasar hal tersebut, maka kami Gerakan Anti Pembungkaman Demokrasi yang terdiri atas berbagai organisasi masyarakat sipil yang peduli atas demokrasi, hak asasi manusia di Indonesia menyatakan:

  1. Protes keras terhadap segala bentuk ancaman terhadap kebebasan berekspresi dan berpendapat sebagai hak konstitusional dan hak asasi manusia sebagaimana yang diatur dan dijamin dalam UUD'45 dan berbagai hukum HAM internasional dan nasional
  2. Mendorong setiap aparatur negara untuk menjalankan amanat konstitusi bagi terwujudnya demokratisasi di Indonesia.
  3. Meminta KOMNAS HAM agar segera menggunakan segala kewenangannya untuk menyelamatkan hak setiap warga negara atas kebebasan berekspresi termasuk kebebasan untuk menyampaikan pendapat tanpa gangguan baik melalui tindakan, pembiaran oleh negara dan atau melalui hukum

Demikian Pernyataan sikap ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, 22 Mei 2009

Gerakan Anti Pembungkaman Demokrasi

WALHI,HRWG, IHCS, SPI, LBH Masyarakat, KontraS, IHI, INFID, KAU, LBH Jakarta, FPPI, PBHI, JATAM, Kiara,, Imparsial, LBH Pers, Sawit Watch, KPSHK, PBHI Jakarta, Perkumpulan Praxis, KPA, SHI.


diposting oleh:

Andi K. Yuwono
Executive Secretary (Acting)
Praxis Association
Jl. Salemba Tengah No. 39-BB
Jakarta 10440 - INDONESIA
Tel. ++62 21 3156907, 3156908, 3911927
Fax. ++62 21 3900810, 3156909
Mobile: 0811182301

Yahoo Messenger: andi_yuwono
Email: andi-yuwono@praxis.or.id
Http://www.prakarsa-rakyat.org
Http://www.praxis.or.id
Http://andi-yuwono.blogspot.com


"It is better to die on your feet than live on your knees".

-- Emiliano Zapata --

0 Comments:

Post a Comment