“Militansi itu sangat dibutuhkan dalam membangun Serikat Buruh, tetapi Militansi itu tidak hanya sekedar dalam orasi, jargon atau mimbar-mimbar pendidikan” adalah kalimat Bung Oji-kami sebagian besar Pengurus Pusat Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (PP KASBI) begitu memanggil Fauzi Abdullah- dalam pertemuan yang tidak sengaja diruangan santai Praxis,yang ternyata menjadi pertemuan kami (Beno dan Eka) untuk yang terakhir kali sebelum meninggal dunia. Kalimat diatas adalah lanjutan obrolan menyikapi situasi perburuhan yang ada pasca mayday 2009. Dimana Bung Oji berpendapat bahwa Banyak Serikat Buruh berdiri pasca reformasi tapi belum menjadi kekuatan politik yang besar, yang disebabkan oleh : para pemimpinnya banyak yang “terlena” dengan ketenarannya, Iuran serikat Buruh belum menjadi basis pokok pendanaan, banyak buruh belum terorganisir(menurut beliau, pengorganisiran banyak membelah SP/SB lainnya sehingga menjadi konflik antar SB), dan isu-isu normatif ditinggalkan.

“Harus ada pendidikan politik tetapi jangan melupakan pendidikan-pendidikan hak normatif yang menjadi basis kepentingan kaum buruh” begitu dengan sabar Bung Oji mengingatkan kepada kami. Bahwa tahapan setiap kelompok buruh untuk mendapat pengetahuan sangat berbeda, sehingga diperlukan “ketelatenan dan keteladanan” dalam praktek organisasi. “Militansi pemimpin haruslah sama dengan militansi massa, baik saat aksi, diskusi maupun keseharian” dan kalimat tersebutlah yang kami kenang sampai saat ini, karena Bung Oji diburu oleh waktu KA yang kebogor, sehingga hanya bisa berjanji akan berdiskusi lebih lanjut mengatasi persoalan-persoalan Serikat Buruh saat ini yang sangat kompleks. Namun sayang, diskusi lanjutan itu tak pernah terwujud karena kabar beliau meninggal kami terima, padahal beberapa kali sempat sms-an tetapi waktu belum mempertemukan.

Pertemuan akhir selalu memberi kenangan, kalimat-kalimatnya seperti menjadi pengingat atas praktek-praktek kami-baik individu maupun kolektif-yang seringkali tidak tepat dalam situasi tertentu. Dan ketika kalimat-kalimat penuh makna itu keluar dari orang yang hidup sederhana dan bersolidaritas tinggi, tentulah seperti “sinar' dalam kegelapan malam.

Tidak bijak, bila hanya mengenang pertemuan terakhir dengan Bung Oji. Karena, Bung Oji bersama sahabatnya Almarhum Bung BH (Sebutan Bambang Hary) adalah 2 orang yang punya peran cukup besar dalam memberikan suport pemikiran,pandangan dan jaringan terbentuknya Konfederasi KASBI. Kedua sahabat almarhum Bung Oji dan Bung Bambang Hary memang tidak secara langsung membentuk KASBI, tetapi pandangan dan pemikirannya agar terjadi persatuan antar Serikat Buruh Independen begitu besar.

Tahun baru 2003 adalah momentum jaringan buruh antar kota (JEBAK) melakukan pertemuan, suporting besar diberikan oleh Almarhum Bung Bambang Hary dari Bandung, saat beliau masih menjadi kepala sekolah Labour Educcation Center (LEC, Sekarang dilebur menjadi LWG). Begitu ada kesepakatan sebagai hasil pertemuan JEBAK tersebut untuk membuat organisasi buruh secara nasional, maka kami ngobrol dengan almarhum Bung Bambang Hary. Dari situ, kami direkomendasikan untuk bisa berdiskusi dengan almarhum Bung Oji dengan salah satu alasannya adalah lebih mengenal jaringan.

Tetapi kami baru tahu belakangan, bahwa itu sekedar alasan agar kami banyak belajar kepada Bung Oji. Dan kami-pun paham bahwa kedua sahabat tersebut memiliki banyak kesamaan yakni kesabaran, displin dan sederhana.

“Persatuan sangat penting, apalagi dalam skala nasional. Tetapi jangan terburu-buru dan sesuaikan kesadaran massa buruh. Karena mereka sejatinya yang membangun persatuan dan menjadi kekuatan pokok” Begitu kalimat pertama peringatan yang kami terima. Dari diskusi awal ini, kami seperti mendapat terapi kejut. Diskusi yang sangat panjang disela dengan gurauan dan makan malam sungguh memberikan banyak sekali ilmu. Bung Oji, seperti sangat tahu semangat kami dan tentulah diskusi itu beberapa kali berlanjut, yang seringkali dalam bentuk obrolan sederhana.

“Mengkombinasikan antara aksi-aksi politik, yang tuntutannya diluar tuntutan normatif buruh harus hati-hati. Bukan tidak boleh, karena kalau salah menjelaskan dan menghubungkan dengan nasib buruh maka bisa menjadi bumerang“ ini kalimat yang disampaikan saat kami berjumpa dibogor awal tahun 2008, “ hal tersebut harus diikuti dengan pendidikan-pendidikan yang rutin dibasis massa, baik soal hak normatif, penataan dan penguatan organisasi, serta peningkatan kapasitas pengurus” begitu lanjut Bung Oji. Dan persis dititik inilah KASBI sedang mecari banyak referensi serta masukan-masukan dari banyak kawan serta sahabat.

Pengurus organisasi Serikat Buruh, seringkali jumawa dan lupa pada keadaan sekitarnya bahkan cenderung elitis. Kami bersepakat pendapat tersebut dengan Bung Oji disini, salah satu hal pemicunya adalah model dan mekanisme organisasi yang tidak kolektif, selain banyak pemicu dari luar. Seringkali kerja organisasi Buruh terjebak formalitas dan birokratisme dan patronase. Semua itu harus dibongkar dan dimulai dari pimpinan, mekanisme organisasi, serta materi dan metode pendidikan, dan yang penting pemberian ruang kerja terhadap kader-kader organisasi pada semua level.

Obrolan-obrolan yang santai diselingi kritik dan masukan untuk perbaikan tanpa intrik dari Bung Oji, sangat memberikan “semangat” tersendiri. Kesabarannya ditunjukkan dengan sikap santai bila diantara kami bercanda atau bertingkah seperti anak-anak. Bahkan kritik terhadap prilaku LSM/NGO pun ditanggap dengan santai tetapi terarah “tidak semua dari mereka ingin memecah belah, tetapi memang ada yang begitu, lha yang ngasih dana mereka siapa? Pasti ada kepentingannya, dan Serikat Buruh harus hati-hati. Tidak perlu dicaci maki, mereka akan kebuka kedoknya pada prakteknya nanti. Maka iuran anggota harus menjadi sumber pendanaan bagi Serikat Buruh biar tidak diintervensi”.

Begitulah, secuil ingatan akan pandangan dan pemikiran Bung Oji yang begitu sangat perhatian pada nasib Buruh. Tidak sekedar persatuan, kemandirian dan militansi, lebih jauh melihat kesadaran dan pemahaman serta praktek berorganisasi pengurus Serikat Buruh dan kaum buruh menjadi perhatian serius dari Bung Oji dan ingin diperbaiki secara perlahan.

Semua obrolannya menjadi pelajaran bagi kami dalam menjalankan organisasi, dan tentu kami akan selalu merindukan saat ngobrol dan bercanda, maka untuk mengobati kerinduan itu pelajaran tersebut selalu menjadi bahan diskusi dan praktek kami...

Selamat Jalan Bung Oji, Kami ingin melanjutkan apa yang menjadi kemauan dan harapan kita, kemauan dan harapan kaum Buruh Indonesia.

KASBI Kehilangan Bung Oji dan sahabatnya Bung Bambang Hary, tetapi KASBI tidak pernah kehilangan semangat-nya, Pemikiran-nya dan Suport-nya

Ditulis oleh Beno Widodo mewakili kawan-kawan Pengurus Pusat KASBI

diBanyumas, sehabis dari Solo.

Desember 2009


0 Comments:

Post a Comment