Wanita Anti Poligami

PERCAKAPAN 1: WANITA ANTI POLIGAMI


T = Jika Mas Leo berkenan,

Bisakah Mas Leo menjelaskan lebih rinci, mengapa poligami dapat tetap dan terus berjalan hingga kini meski kita tahu bahwa mudharatnya lebih besar daripada manfaatnya? Para pria pelaku poligami tetap dan terus tumbuh seperti jamur. Padahal, jelas mereka melakukan prostitusi yg dilembagakan secara sadar dan terang-terangan. Menjijikan.

J = Poligami dapat terus berjalan sampai kini karena masih banyak wanita yg mau menerima poligami. Kalau sudah tidak ada wanita yg mau menerima, maka habislah poligami. Wanita mau menerima poligami biasanya dengan alasan ekonomi, yaitu tergantung dari si pria. Wanita-wanita yg tidak mempunyai penghasilan sendiri, atau yg merasa penghasillannya belum cukup, sangatlah mudah untuk menerima menjadi salah satu istri. Motivasinya adalah uang, ekonomi. Ada juga wanita yg mau menerima poligami dengan alasan "cinta" (dalam tanda kutip).

Cinta sebenarnya berarti napsu berahi. Jadi si wanita merasa gatel-gatel melihat burung si pria. Dan si pria pemilik burung ini mau saja mematuk kanan kiri, apalagi tidak harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Yg dilakukannya hanyalah memberikan jatah sex kepada wanita yg mau diperistrinya. Poligami jenis ini juga cukup banyak.

Alasan lainnya adalah pria mudah bosan. Setelah beberapa tahun menikah dengan wanita yg sama, biasanya pria akan mulai melirik ke kiri kanan, siapa tahu ada wanita yg mau menawarkan diri. Lampu hijau selalu diberikan oleh sang wanita terlebih dahulu. Kalau wanita tidak memberikan green light, maka pria tidak berani maju. Dan green light dari para wanita kesepian juga tidak kurang. Di mana-mana kita bisa menemukan wanita-wanita yg melirik pria lain. Wanita bersuami yg melirik pria beristri, maupun wanita single melirik pria bersuami. Lirik-lirikan is the first step. Setelah itu curhat. And after that, apa yg terjadi terjadilah. Bisa dilanjutkan dalan institusi poligami, bisa juga diselesaikan di kamar hotel saja. Bisa ngamar sekali dua kali saja, bisa juga ngamar dalam jangka waktu panjang.

T = Saya melihat dan dapat merasakan wanita-wanita yg menjadi korban kasus ini. Bisa jadi, karena mereka bodoh dan berpikiran sempit, sehingga merasa tidak ada jalan ke luar yg lain selain menerimanya.

J = Wanita yg menerima poligami biasanya menerimanya dengan "terpaksa" (dalam tanda kutip). Sebenarnya keterpaksaan tetapi jarang diakui karena masyarakat kita adalah masyarakat munafik. Bilang tidak pedahal ya...

Alasan yg umum adalah faktor ekonomi atau ketergantungan si wanita kepada pria. Ini yg paling umum. Alasan kedua, dan sama kuatnya, adalah rasa malu. Malu kalau menjadi janda. Jadi, daripada menjadi janda, lebih baik menerima suaminya kawin lagi. Pedahal menjanda bukanlah suatu aib. Janda bisa menikah lagi, bisa juga punya banyak brondong. Saya malah kenal seorang wanita bersuami yg punya sampai dua brondong. Dan kelihatannya oke saja karena si wanita beralasan pria suaminya dingin sekali. Dan si wanita tidak merasa harus bercerai dengan suaminya.

Pernikahan tetap berlangsung, wanita dan pria itu tetap suami istri, tetapi si wanita memiliki satu atau beberapa simpanan pria lain. Ini kasus yg normal juga, walaupun, tentu saja, lebih banyak kasus pria yg memiliki satu atau beberapa simpanan wanita lain. Perceraian tidak diinginkan karena pasangan suami istri merasa sudah cukup stabil. Pernikahannya stabil dan bisa dicapai saling pengertian dengan pasangan masing-masing. Dan mungkin cara ini lebih oke dibandingkan dengan di AS di mana satu diantara dua pernikahan beakhir dengan perceraian. Daripada kawin cerai lebih baik punya piaraan aja.

T = Namun sebagian dari mereka yg telah menemukan dirinya dapat dengan tegas berkata TIDAK. Meski harus sambil berjuang keras untuk menyembuhkan luka bathinnya. Akibat yg jelas muncul akibat praktek poligami yg dilakukan secara paksa oleh sang suami adalah dampak psikologis yg menyebabkan sang wanita kehilangan kepercayaan dirinya. Dan butuh waktu yang sangaaaaaattt lamaaaaa untuk menyembuhkannya.

J = Banyak juga wanita yg tidak mau menerima poligami dan memilih untuk bercerai. Ada juga yg tidak bercerai tapi berpisah. Ibu Fatmawati tidak menerima poligami, tetapi tidak bercerai. Dia ke luar dari istana sebagai protes dari praktek obral burung pelatuk yg dilakukan oleh Presiden Sukarno. Fatmawati statusnya tetap sebagai istri resmi, tetapi tidak lagi hidup sebagai suami istri. Ini juga kasus pengecualian, jarang terjadi.

Sang wanita tidak perlu trauma juga, sebenarnya. Kalau pria bisa berpoligami, maka wanita juga bisa ber "poliandri" (dalam tanda kutip).

Poliandri artinya satu wanita yg digilir oleh banyak lelaki atawa memiliki berbagai macam koleksi burung. Saya kenal ada satu wanita di Jakarta yg memiliki anak hasil dari hubungan gelap dengan pria cem-cemannya. Dan suami resmi si wanita tidak tahu. Malahan suami resmi ini sayang sekali sama anak hasil hubungan gelap istrinya yg tentu saja tidak perlu dibeberkan kepada khalayak ramai. Saya tahu, memang, tapi saya tidak akan melaporkan hal itu. It's none of my business.

Cuma saya curious aja waktu itu, bagaimana caranya si wanita bisa menentukan ini anak hasil dari hubungan gelap dan bukan dari si suami. Si wanita bilang rasanya laen. Masuknya beda, something like that which I still don't understand karena saya bukanlah ahli berhubungan badan, apalagi dengan wanita istri orang.

T = Poligami paksa adalah bentuk lain dari pengkhianatan. Dan dapat membunuh wanita secara perlahan. Tentu akibat perasaan inferior yg terus menerus terpupuk. Adik perempuan saya memilih diceraikan setelah menerima pengakuan suaminya yg telah menikah lagi dan punya anak dari wanita lain. Meski harus melewati proses pengadilan yg panjang karena si suami keukeuh mempertahankannya. Bagi adik saya hidup sendiri jauh lebih baik dibandingkan menerima kenyataan bahwa si suami jelas-jelas pulang ke rumah after having sex with another woman yg katanya secara sah juga merupakan istrinya.

J = Jelas jauh lebih baik karena dia sendiri tidak mau menerimanya. Kalau tidak mau menerima di-poligami, ya bercerailah, as simple as that.

T = Secara detil adik saya mengungkapkan rasa sakitnya dengan menggambarkan seperti kulit lepas dari dagingnya. Ia sempat kehilangan keseimbangan, masuk rumah sakit dan dirawat, rambutnya yg hitam legam serta merta memutih tiba tiba padahal usianya baru 34 tahun. Sedikit cerita tentang adik saya di atas hanyalah satu dari banyak kisah menyakitkan yg dialami wanita yg dipaksa menerima poligami.

J = Bisa dimaklumi karena adik anda ditipu mentah-mentah oleh suaminya.

Menikah lagi secara diam-diam adalah salah satu bentuk penipuan. Kalau tidak mau terima, ya cerailah, dan tidak perlu juga merasakan trauma berkepanjangan. Masih banyak pria lain yg mau kepada seorang janda. Mungkin adik anda bisa menikah kembali, walaupun agak susah juga di Indonesia mengingat usianya sudah di pertengahan 30-an tahun. Tapi, kalau mau cuma having fun saja, kesempatannya boleh bilang tidak terbatas.

Menurut pendapat saya, kalau adik anda memiliki penghasilan sendiri, lebih baik tidak usah menikah lagi. Kawin saja, dan tidak perlu menikah lagi. Banyak pria-pria burung belang di luar sana yg akan menyatroni adik anda dengan setia. Tapi harus diberikan lampu hijau dulu, green light. Lampu hijau datangnya selalu dari sang wanita. Setelah itu mulai curhat-curhatan, dan berakhir dengan apa yg kita kenal sebagai apa yg terjadi terjadilah...

It usually works like that.


+

PERCAKAPAN 2: WANITA ANTI KAMUFLASE


T = Mas Rimba,

Ini profile photo JADUL sampean ? Enak nggih dunia anak-anak, rukun tidak dipolitisir ?

J = Itu udah dipolitisir juga, disuruh pake topi kerucut dan disuruh makan kue taart, udah gitu dipotret. Namanya sosialisasi gaya hidup borjuis atawa kelas menengah perkotaan. That was also part of politics...

T = Jujur pada diri sendiri. Berbesar jiwa. Berendah hati. Tenyata tidak mudah karena tidak disadari sejak kecil kita diajari KAMUFLASE.

J = Bahkan sejak dalam kandungan telah di-telepati-kan kepada sang jabang bayi bahwa kita harus menjadi semacam robot syariat. Semua pengaturan yg dibuat manusia adalah syariat, walaupun tentu saja ada excuses semacam Allah, adat, dsb... Robotisasi itu sosialisasi, yg anda bilang sejak kecil, dan saya bilang bahkan sejak dalam kandungan. Robot harus selalu menggunakan program. Kalau tidak pakai program akhirnya terbongkarlah segalanya bahwa ternyata kita bukan robot melainkan manusia. Real human beings.

Kenapa harus terus jadi robot ? Kenapa harus terus ber-kamuflase ? Lepaskan saja semuanya, dan kita tidak akan kemana-mana, tidak akan bablas ke neraka para robot. Bahkan ketika segala kamuflase itu kita lepaskan, kita cuma akan menjadi diri kita sendiri saja yg asli. Real human beings.

Kita manusia Indonesia sampai saat ini tidak real, kita ber-kamuflase, terutama kalau berbicara tentang Tuhan. Pedahal waktu lahir kita tidak mengenal Tuhan. Kita cuma kenal orang tua kita, sanak-saudara, dan kita ternyata biasa-biasa saja. Tetapi mulai masuk sekolah kita diperkenalkan oleh gaya hidup munafik, yaitu sedikit-sedikit akan berbicara tentang Tuhan. Kita diajarkan untuk ber-kamuflase dengan mengucapkan bismillah, alhamdulilah, insyaallah, innalilahi, minal aidin wal faizin, dll...

Ini semuanya kamuflase. Dan termasuk di sini segala belief systems bahwa wanita adalah makhluk lemah yg harus dilindungi. Pedahal wanita aslinya lebih kuat dibandingkan pria. Pria itu lemah sekali, makanya harus menciptakan belief systems yg menekan wanita. Ketika wanita ditekan, maka otomotis spiritualitas atau kerohanian kita ditekan. Agama-agama yg menekan wanita semuanya bukanlah agama yg kultivasi spiritualitas melainkan kamuflase belaka. Islam, Kristen masa lalu, Hindu Buddha, bahkan Kejawen... yg menekan wanita untuk tunduk di bawah kaki pria adalah kamuflase.

Kamuflase adalah penipuan diri sendiri, dan terutama dipraktekkan oleh mereka yg berlindung di balik agama dan adat. Para ulama dari semua agama itu mempraktekkan kamuflase. Mereka menekan wanita dengan berbagai macam alasan, pedahal yg mereka tekan adalah spiritualitas mereka sendiri. Karena ditekan, wanita tidak bisa menjadi diri mereka, harus selalu berpura-pura tunduk kepada pria. Pada pihak lain, pria yg menekan juga tidak bisa menjadi diri mereka sendiri.

Ulama-ulama Islam yg mempraktekkan poligami cuma berimajinasi dengan "ridho" (dalam tanda kutip)... Ridho dari Allah itu cuma fantasi yg dibuat oleh kaum pria pencipta agama Islam. Penipuan diri sendiri. Kamuflase. Dan wanita merasa tidak berdaya menghadapinya. Pedahal bisa berdaya juga. Bisa minta cerai, bisa ke luar dari Islam. Bisa minta asylum di kedutaan negara Barat yg menghormati HAM.

Sampai sekarang banyak wanita Indonesia yg diinjak-injak HAM-nya oleh para pria dengan alasan Islam belum tahu bahwa kita bisa minta perlindungan PBB dan negara maju. Caranya mudah saja, yaitu masuk ke salah satu kedutaan besar negara Barat, dan setelah ada di dalam lalu membacakan pernyataan tentang segala macam kebiadaban pria berdasarkan Islam yg telah dilakukan terhadapnya. Lalu si wanita menyatakan mencari perlindungan karena dirinya tidak aman. Istilahnya meminta asylum atawa suaka politik.

Kalau permohonan itu dikabulkan, maka si wanita akan eng ing eng... ber-indehoy ke negara maju secara gratis atawa cuma-cuma, dan di sana akan dielu-elukan sebagai seorang pejuang HAM yg berani melawan kesewenang-wenangan para pria.

Dan, ini bonusnya, you would later know that, as a matter of fact, bahwa ternyata pria bule itu jauh lebih manusiawi dalam memperlakukan wanita. Dibandingkan pria beraliran Wahabi, pria bule sangat manusiawi. You shall be treated as an equal. Sederajat. Sederajat artinya bukan budak.

Dan di negara-negara Barat yg menghormati HAM tidak perlu lagi ada kamuflase. Kamuflase cuma perlu di negara terbelakang seperti Indonesia. Indonesia termasuk terbelakang dalam sikap dan perilaku karena pengaruh Islam masih cukup dirasakan. Tetapi hal ini juga berubah terus, semakin lama semakin oke... Semakin banyak pengaruh Islam yg dibuang, maka semakin oke-lah negara dan masyarakatnya.

We are heading toward it.


+

Leo @ Komunitas Spiritual Indonesia
.

0 Comments:

Post a Comment