Oleh Roger Burbach *

Pada hari yang panas dan lembab di Havana, saya dijemput Carlos dari Bandara Internasional Jose Marti dengan mobil tua buatan Soviet bermerk Lada. Sudah delapan bulan sejak pertemuan kami terakhir, tepatnya bulan Januari lalu, ketika saya mengunjungi pulau ini pada kesempatan Ulang Tahun ke-50 Revolusi Kuba. “Bagaimana keadaan?” saya tanya saat kami memulai perjalanan 20 menit sampai ke pusat kota Havana. Dengan muka cemberut ia menjawab, “Tidak begitu baik, nampaknya tak ada yang menjadi lebih mudah.” Ia melanjutkan dengan bercerita bahwa bahan pangan tetap sulit diperoleh, yang menyebabkan antrean panjang untuk mendapat komoditas yang dikenakan penjatahan.

Saya tidak heran karena sudah membaca di pers internasional bahwa Kuba terpaksa membatasi impor bahan pangan. Karena dampak krisis ekonomi global, pemasukan dari turis mengalami penurunan sementara harga nikel, ekspor mineral Kuba utama, turun lebih dari 50%. Ini berarti bahwa Kuba tak punya pilihan selain memangkas impor bahan pertanian dari pemasok utamanya, Amerika Serikat. Pembelian berdasarkan kredit tidak dimungkinkan karena peraturan AS tahun 2000, yang membuka penjualan hasil pertanian ke Kuba menuntut pembayaran berbentuk uang tunai.

Yang memperdalam kesulitan adalah topan-topan dahsyat yang menerjang Kuba tahun 2008, yang menghancurkan sebagian perkebunan tebu negara ini, serta produksi saur-mayur dan bahan pangan pokok. Satu-satunya titik terang di tengah-tengah krisis pangan ini ialah implementasi reformasi di sektor pertanian di bawah Raul Castro, yang menjadi pejabat presiden sejak bulan Juli 2006. Pada bulan Februari 2008, ia secara resmi mengambil alih jabatan presiden dari abangnya, Fidel, setelah pemilihan oleh Majelis Nasional Kuba.

Saya terutama tertarik untuk mengetahui bagaimana distribusi 690.000 hektare lahan tidur kepada 82.000 keluarga pedesaan berdampak pada pasokan domestik hasil-hasil pertanian. Proses distribusi tersebut dimulai ketika saya meninggalkan Kuba bulan Januari. Pada hari kedua, saya mengunjungi salah satu pasar tradisional di Havana dan berbicara dengan Margarita, yang menjual buah tomat yang kurang begitu baik. Menurut Margarita, tomat-tomat tersebut dihasilkan di pertanian baru ayahnya. “Kami mulai menanam tomat, di samping sayur-sayuran lain,” katanya. “Kami bahkan menyewa pekerja, yang sekarang sudah diperbolehkan. Tetapi, saat tanaman mulai tumbuh, kami kurang mendapat jatah air dari sistem irigasi milik negara.” Takut bahwa hal terburuk telah terjadi, saya bertanya apakah negara sedang menjalankan diskriminasi terhadap produsen-produsen baru. “Tidak,” katanya, “Sumur dan sistem irigasi kekurangan bahan bakar untuk menjalankan pompa.”

Siang hari, saya bertemu dengan Armando Nova, ahli ekonomi pertanian pada Pusat Studi Ekonomi Kuba. Bulan Januari yang lalu saya sudah berbicara dengannya dan ia menghadapi tahun mendatang dengan optimis. Saya menanyakan apa yang telah terjadi dan ia menjawab, “Kami terjebak antara efek krisis ekonomi global dan kesulitan implementasi reformasi.” Ia melanjutkan bahwa sebenarnya telah terjadi peningkatan produk pertanian segar sejak awal tahun, tetapi peningkatan itu hampir tak terasa di pasar karena permintaan juga meningkat akibat penurunan impor dari luar.

Mengenai reformasi ekonomi, Nova berkata, “Pimpinan tertinggi di sekitar Raul mempunyai komitmen untuk mengubah perekonomian, tetapi perubahan lamban karena hambatan birokrasi.” Proses distribusi tanah memerlukan 13 langkah dan formulir yang harus diserahkan kepada badan-badan yang berbeda. Dan meski pemerintah bertekad untuk memberi input yang dibutuhkan kepada petani-petani baru untuk memulai produksi, banyak yang tidak dapat disampaikan karena memang tidak ada akibat krisis ekonomi.

Nova yakin bahwa reformasi tersebut harus terjadi dan ini pandangannya diperkuat oleh laporan khusus mengenai ekonomi yang dipublikasikan oleh Inter Press Service (IPS) yang berafiliasi dengan Kementerian Hubungan Luar Negeri: “Ada konsensus yang semakin meluas bahwa transformasi mendasar pada model ekonomi Kuba dibutuhkan… Juga disadari bahwa strategi ke depan harus juga mengikutsertakan bentuk-bentuk kepemilikan di luar negara (non-state forms of property) bukan hanya dalam bidang pertanian, tetapi juga dalam manufaktur dan jasa.” Publikasi ini menandaskan, “Lima puluh tahun sosialisme di Kuba harus dievaluasi kembali,” terutama menyangkut peran negara dan penggunaan mekanisme pasar.

Untuk memfasilitasi transformasi ini, pemerintah sedang membuka diskusi publik selama 45 hari yang mengikutsertakan pusat-pusat serikat buruh, sekolah, universitas, organisasi komunitas dan basis Partai Komunis Kuba. Menurut materi yang telah dikirim untuk mengarahkan diskusi, peserta sebaiknya “Tidak hanya mengidentifikasi masalah tetapi juga mengajukan solusi… Analisis harus objektif, bersungguh-sungguh, berani dan kreatif,… dilaksanakan dengan kebebasan penuh sehubungan dengan pendapat yang berbeda.”

Menurut Orlando Cruz dari Institut Filsafat, yang saya temui dalam konferensi di Havana tentang gerakan sosial, “Sosialisme harus ditemukan kembali di Kuba. Kami harus benar-benar membuang model Soviet yang buruk bagi kami.” Saya bertanya apakah Kuba sekarang akan menuju model Cina. Seperti pihak-pihak lain di Kuba, di partai dan pemerintahan, saya mengajukan pertanyaan yang sama. Ia menjawab dengan singkat, “Kami menghargai model Cina, tetapi kami harus mengikuti proses dan sejarah sendiri. Cina adalah negara yang sama sekali berbeda.” Cruz menjelaskan bahwa dalam Kuba yang baru akan terjadi partisipasi demokratis yang berarti. “Kami tidak akan mengizinkan pembentukan petit-bourgeoisie untuk mengontrol dan mendistorsi proses. Kami ingin membangun sosialisme demokratis yang otentik, yang lebih mendalam dan lebih partisipatoris dibandingkan dengan demokrasi sosial yang ada di Eropa.”

Saya mengunjungi Kuba untuk pertama kalinya pada tahun 1969 dan semenjak itu mengunjunginya setiap dekade. Sejarah revolusinya telah mengalami berbagai tantangan dan sekarang kita menyaksikan tantangan baru bagi negara yang sedang mulai upaya untuk membebaskan ekonominya dari belenggu-belenggu birokrasi. Nasib upaya ini tergantung dari kemampuan masyarakat akar rumput untuk memperoleh peran yang lebih besar dalam institusi-institusi ekonomi dan politik negara ini. Jika upaya ini berhasil, revolusi Kuba akan membuka jalan baru bagi sosialisme di abad ke-21.

* Roger Burbach adalah penulis “The Pinochet Affair: State Terrorism and Global Justice,” dan Direktur Center for the Study of the Americas yang berkedudukan di Berkeley, California. Ia sekarang sedang menulis buku baru bersama Gregory Wilpert, “The Renaissance of Socialism in Latin America.” Artikel dimuat di http://globalalternatives.org/node/109

** Siapa saja dipersilahkan mengutip, menggandakan, menyebarluaskan sebagian atau seluruh materi yang termuat dalam portal ini selama untuk kajian dan mendukung gerakan rakyat. Untuk keperluan komersial pengguna harus mendapatkan ijin tertulis dari pengelola portal Prakarsa Rakyat. Setiap pengutipan, penggandaan dan penyebarluasan sebagian atau seluruh materi harus mencantumkan sumber (portal Prakarsa Rakyat atau www.prakarsa-rakyat.org).

*** Terima kasih kepada Roger Burbach yang telah mengijinkan tulisannya dimuat di Buletin Elektronik SADAR, dan kepada Sylvia Tiwon yang telah menerjemahkannya dari Bahasa Inggris.

0 Comments:

Post a Comment