Kumpulan berita ini juga disajikan di website http://umarsaid.free.fr


* * *
Andai bukan Noordin Tetap Terpujilah Polisi
Selasa, 11 Agustus 2009


DRAMA penggerebekan menegangkan selama 18 jam di sebuah rumah di Temanggung, Jawa Tengah, mulai memunculkan skeptisisme. Tontonan yang mengasyikkan itu kini mulai melahirkan keraguan.




Soalnya buron yang tewas dalam penggerebekan itu, oleh banyak pengamat, diduga bukan Noordin M Top, gembong teroris yang paling dicari selama tujuh tahun di Indonesia.
Hasil tes DNA yang belum diumumkan polisi sampai hari ini menyuburkan spekulasi tentang siapa sosok yang kini menjadi mayat itu. Bersamaan dengan itu, apresiasi terhadap kerja polisi, khususnya tim Detasemen Khusus 88 Antiteror yang melambung, mulai dicibir.
Tidak ada prestasi yang mampu menyenangkan semua orang karena perbedaan persepsi dan selera. Terorisme juga demikian.


Mengapa terorisme tidak pernah mati? Karena perbedaan persepsi dan selera menyebabkan sang teroris dianggap penjahat oleh sebagian orang, tetapi oleh yang lain disanjung sebagai pahlawan.
Kendati demikian, terorisme tetaplah musuh publik. Karena para teroris membinasakan orang-orang yang tidak bersalah.


Andaikata yang tewas dalam penggerebekan di Temanggung bukan Noordin M Top, haruskah kita mengecilkan kerja polisi, khususnya Densus 88? Jawabnya tegas, tidak boleh. Setiap teroris yang berhasil ditangkap hidup atau mati oleh kepolisian harus mendapat apresiasi tinggi dari kita semua, negara dan masyarakat. Bahkan ketika polisi gagal menangkap sang teroris pun, apresiasi kepada mereka janganlah dirobohkan.


Fakta bahwa seorang Noordin M Top mampu bertahan sampai sekarang--jika memang belum tewas--memperkuat pengakuan bahwa dia memang licin. Lalu fakta bahwa telah demikian banyak teroris binaan Noordin yang bermunculan di berbagai wilayah, entah yang sudah ditangkap, dipenjara, maupun yang tewas, memperkuat pengakuan bahwa Noordin berpengaruh.
Dan, bom yang terus saja meletus dalam kurun tujuh tahun terakhir menegaskan keahlian seorang Noordin merakit dan melahirkan perakit-perakit bom hebat lainnya.


Dan, fakta lain, Indonesia rupanya tempat subur bagi Noordin menemukan dan mengembangkan bibit-bibit terorisme. Itulah yang menyebabkan dia betah dan bertahan. Ada saja orang-orang yang rela menjadi pelaku bom bunuh diri. Dan ada saja yang rela menjadi istrinya.
Sistem sel yang dikembangkan jaringan Noordin sudah menggurita. Sel yang satu tidak mengenal sel yang lain dan terus bertambah. Teroris, dengan demikian, potensial berada di sekitar kita. Dan banyak di antara kita yang kaget kemudian, mengapa anak atau orang yang dikenal baik kok bisa menjadi pelaku bom bunuh diri.


Dengan sistem sel begitu, terorisme di Indonesia tidak lagi bergantung pada seorang Noordin M Top. Noordin ada atau tidak, para teroris sudah telanjur menjaring di Tanah Air.
Itulah sebabnya, seorang teroris yang ditembak atau ditangkap polisi di mana saja, kapan saja, dan siapa saja mereka, haruslah dianggap sebagai pemenggalan sel-sel itu. Ini berarti polisi haruslah diapresiasi.


Janganlah meremehkan prestasi polisi hanya karena yang tewas dalam penggerebekan 18 jam di Temanggung itu bukan Noordin M Top. Polisi tetap dihargai dan perang terhadap terorisme tetaplah dikobarkan.


Jika dibandingkan dengan perang Amerika di Pakistan dan Afghanistan yang menelan biaya sangat besar untuk menumpas terorisme, prestasi polisi Indonesia patut diacungi jempol. Banyak sekali teroris yang ditangkap Polri, bahkan dihukum mati, dengan biaya relatif kecil.
Oleh karena itu, sekali lagi kita mengucapkan salut buat polisi.


* * *


Suara Pembaruan, 10 Agustus 2009


Teroris Dikepung di Kuningan



[JAKARTA] Tim Detasemen Khusus (Densus ) 88 Antiteror Mabes Polri mengepung sebuah tempat di Kuningan, Jawa Barat, Senin (10/8) ini.

Temuan lokasi yang diduga sebagai markas jaringan Noordin M Top ini merupakan pengembangan dari penangkapan kelompok teroris di Temanggung, Jawa Tengah, dan Jatiasih, Bekasi, Jumat dan Sabtu lalu.

Sumber SP di Mabes Polri menyebutkan keberangkatan anggota Densus 88 ke Kuningan dengan membawa peralatan lengkap seperti saat penggerebekan di Temanggung dan Jatiasih.

Belum ada kejelasan dari Mabes Polri apakah operasi di Kuningan kali ini dalam rangka mengejar Noordin M Top, gembong teroris yang nasibnya masih simpang siur antara tewas di Temanggung atau masih berkeliaran.

Sementara itu, sejumlah personel Densus 88 juga dikabarkan melakukan pencarian di sekitar Solo, Jateng. Namun aparat setempat tak berani memberikan informasi. "Kami belum dapat menyampaikan," kata Kapolwil Surakarta Kombers M Taufik Anshori, Senin (10/8).


Diragukan

Secara terpisah anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P, Andreas Pareira mengapresiasi kinerja Densus 88 di Temanggung. Namun dia mendesak polisi segera membuktikan bahwa yang tewas adalah benar-benar Noordin M Top. "Dengan bukti-bukti yang ada, tolong tunjukkan kepada masyarakat bahwa yang tewas adalah Noordin. Kalau ternyata bukan, polisi juga harus tegas menyampaikan hal itu. Jika berbohong sekali saja, maka habislah reputasi polisi dalam tugas membasmi teroris," katanya.

Secara terpisah, Kepala Centre for Violence and Terorism (CVT) Singapura, Rohan Gunaratna dalam pernyataannya, Minggu (9/8) meragukan mayat yang tewas di Desa Beji adalah Noordin M Top. "Gembong teroris itu belum tewas. Ciri fisiknya berbeda dari Noordin," ujar Rohan.

Hal senada diungkapkan Peneliti Terorisme dan Budaya Trans Nasional Universitas Islam Negeri (UIN) Yogyakarta, Agus Maftuh Abegebriel. Agus mengaku tidak begitu yakin orang yang tewas di Temanggung adalah Noordin M Top, sebab berdasar kiprah gembong teroris di kawasan Asia itu, sangat tidak mungkin kalau Noordin menyerah tanpa perlawanan. "Jelas sekali, Noordin menguasai diktat teroris dengan baik bernama manual Al Qaeda atau dikenal dengan dokumen Manchester. Ada protap-protap bagaimana kalau tertangkap dan bahkan teknis perlawanan," katanya.

Sementara itu, Densus 88 mengambil sampel DNA anak-anak kandung Noordin M Top di Malaysia. Pengambilan DNA itu guna memastikan mayat yang ditembak di Temanggung adalah Noordin.
Kepolisian Malaysia mendukungan identifikasi mayat antara lain bersedia memfasilitasi pertemuan keluarga Noordin dengan tim Polri. Kepolisian Malaysia juga memiliki sidik jari Noordin yang dapat membantu kelancaran penyelidikan.

Berantas Terorisme

Sehubungan dengan penanganan kasus teror di Indonesia, sejumlah kalangan berpendapat bahwa Tim Densus tidak cukup. TNI perlu dilibatkan. "Perlu dibentuk sebuah badan antiteror yang terdiri dari berbagai departemen, seperti di Australia," kata mantan Wakasad Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri.

Departemen atau lembaga-lembaga yang perlu dilibatkan dalam badan itu antiteror, kata dia, antara lain Departemen Hukum dan HAM serta Bea dan Cukai. "Memburu teroris jangan setelah semua porak-poranda atau setelah banyak yang meninggal, melainkan kita harus bisa mengendus sebelum para teroris itu beraksi," ujarnya.

Terkait penggerebekan di Temanggung, Kiki berpendapat, kalau dilihat dari ilmu militer, penggerebekan itu tidak dilakukan secara terorganisir. Sebab kalau mengepung sebuah tempat atau rumah seperti itu, ada organisasinya. Tetapi itu sama sekali tidak kelihatan. Padahal, Tim Densus 88 sudah berhasil melacak keberadaan dan pergerakan para teroris sejak bom meledak di JW Marriott dan Ritz Carlton. "Dari sudut pelacakan, penyelidikan itu sangat sukses. Itu harus diacungi jempol. Tetapi ketika sampai pada eksekusi pengepungan, itu kok jadi tidak kelihatan profesionalitasnya," jelasnya.

Senada dengan itu, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar, Yorrys Raweyai mengatakan, intelijen TNI perlu dilibatkan dalam pemberantasan terorisme di Indonesia dalam rangka koordinasi yang efektif dan lintas sektoral. "Tidak perlu lagi ada ego sektoral yang membatasi kebersamaan dan rasa kebangsaan kita. Semua yang profesional perlu dilibatkan," katanya. [EMS/ 152/A-21/IMR/G-5]
* * *
Aris Teman Noor Din, Penguasa Kedu

Senin, 10 Agustus 2009

TEMPO Interaktif, Temanggung - Aris Sutanto, orang yang ditangkap polisi di Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung adalah orang yang ditakuti para pemuda di wilayah itu.

"Ia penguasa Kedu," kata Lutfi Syarifudin, yang berteman dengan Aris dan Indra Arif Hermawan, sejak taman kanak-kanak, di Temanggung, Senin (10/8).

Aris Jumat lalu ditangkap polisi di bengkel sepedanya, di Kedu bersama adiknya Indra Arif Hermawan. Dia diduga polisi menyembunyikan buron teroris ke rumah Muh Djahri. Awalnya polisi menduga buron itu adalah Noor Din M. Top.

Aris dan Indra, di mata Lutfi adalah anak yag bandel. Luthfi berteman satu kelas dengan Indra saat Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar. Kedekatan dengan Indra membuatnya ikut dekat dengan Aris, kakak Indra. Sepanjang ingatan Lutfi, Indra ini nakalnya bukan main sejak kecil. "Berkelahi melulu," kata Lutfi. Lutfi, saat masih sekolah dasar, juga pernah berkelahi dengan Indra.

Saat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, Lutfi kembali satu sekolah dengan Indra tapi hanya beberapa bulan, karena kemudian Lutfi dan Indra berada di pondok pesantren As-Salam, yang berjarak sekitar 10 kilometer dari Kedu. Tapi tak berapa lama, Indra dikeluarkan dari Pondok karena gemar lari dari asrama. Saat piket misalnya, Lutfi, bukannya menyapu ia malah melompat keluar asrama pesantren.

Sejak itu, hubungan tidak baik. Baru sekitar dua tahun silam, Lutfi kembali menjalin hubungan dengan Indra dan Aris. Awalnya sebagai kawan lama, mereka berbicara tentang bisnis.

Lutfi menitipkan madu untuk dijual di toko sepeda yang dimiliki Aris dan Indra. Aris dan Indra sendiri, meski masih ditakuti pemuda Kedu, tapi sudah bisa dibilang bertobat. Ia tidak lagi mengkonsumsi minuman keras, misalnya. Saat ada kursus Bahasa Arab di rumah Lutfi, misalnya, Aris dan Indra juga mau mengikutinya. Tapi Lutfi tidak membayangkan mereka terkait jaringan teroris Noor Din M Top.

Pertama kali mendengar penangkapan, Lutfi malah membayangkan mereka digerebek karena kasus narkoba, kasus yang sempat membuat Aris masuk sel tiga bulan. "Udah tobat kok, nggak tobat lagi," kata Lutfi. Ternyata mereka ditangkap karena kasus terorisme.

Aris Sutanto dan Indra Arif Hermawan keduanya ditangkap oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror pada Sabtu (8/8) di Temanggung, Jawa Tengah, karena diduga menjadi anak buah dan turut menyembunyikan buronan teroris Noor Din M. Top disebuah rumah di Desa Beji, Kedu, Temanggung, Jawa Tengah.

* * *


Aris Susanto Sudah Menyerah Belajar Bahasa Arab

Senin, 10 Agustus 2009

TEMPO Interaktif, Temanggung - Aris Susanto, yang menitipkan tamu yang diduga Noor Din M. Top ke rumah Muh Jahri, ternyata putus asa belajar Bahasa Arab yang selama dua bulan ini ia ikuti. "Aku menyerah Bahasa Arab," kata Aris seperti dituturkan guru kursusnya, Sarwadi Sulisno, Senin (10/8) di Temanggung.

Sarwadi, yang baru Februari silam lulus dari jurusan Pendidikan Bahasa Arab Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, membuka kursus bahasa Arab sejak dua bulan ini.

Kursus yang peserta resminya 12 orang tapi yang datang maksimal delapan orang itu, juga diikuti oleh Aris dan adiknya yang ikut dicokok, Indra Arif Hermawan.

Tempat kursusnya sendiri di rumah teman Indra, Lutfi Syarifudin, dan digelar dua kali sepekan. Di luar kursus ini, menurut Sarwadi, Aris dan Indra ikut pengajian terjemahan Al Qur'an sepekan sekali.

Sarwadi membuka kursus gratis ini atas permintaan seorang warga Kedu yang ia kenal dalam sebuah Kuliah Subuh dua bulan silam. Dari situ, ia kenal Aris dan Indra.

Hubungan ini cukup menyenangkan karena Sarwadi, yang biasa bersepeda, bisa ke bengkel dengan gratis. Terakhir, ia mengganti stang dan kopling sepeda cuma dengan biaya sekitar Rp 45 ribu.

Sarwadi mengatakan, Aris beberapa kali bolos kursus. Sedang Lutfi menambahkan bahwa selain suka bolos, Aris juga tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan Sarwadi.

Aris, menurut Sarwadi, kesulitan mengikuti pelajaran bahasa yang cukup sulit ini. Bahkan, di kelas terakhir, malam sebelum ia dicokok, menurut Sarwadi, Aris mengatakan, "Aku sudah menyerah bahasa Arab."

Sarwadi mengatakan ia sangat sulit mengajar Bahasa Arab kepada bapak-bapak seperti Aris dan temannya. "Lebih menyenangkan mengajari mahasiswa," kata Aris yang sepekan sekali mengajar para mahasiswa Universitas Terbuka di Yogyakarta. "Lebih menyenangkan lagi karena (mengajari mahasiswa) dibayar."



* * *


Tiga Orang Dekat Noor Din dari Temanggung Tiba di Halim

Senin, 10 Agustus 2009

TEMPO Interaktif, Jakarta - Tersangka teroris asal Temanggung, Jawa Tengah, mendarat di Bandar Udara Halim Perdana Kusumah Jakarta Timur, Senin (10/8) siang.

Teroris yang diperkirakan berjumlah tiga orang itu diangkut keluar bandar udara melalui terminal kargo, di samping kantor bea dan cukai Halim Perdana Kusumah. Iring-iringan terdiri atas mobil sedan patroli pengawalan polisi, Isuzu Elf abu-abu B 7721 IT, Kijang Innova hitam, Kijang boks dan ditutup kembali oleh sedan patwal.

Dua polisi bermotor besar yang sejak pagi menghalau semua pihak untuk masuk terminal kargo, termasuk mobil bea cukai, ikut mengantar iring-iringan. Rombongan beranjak dari Halim pukul 13.02 WIB.

Tidak terlihat penumpang di dalamnya. Pesawat pun terparkir jauh di dalam area tertutup tersebut sehingga tidak terlihat oleh sekelompok wartawan yang menunggu dari balik pintu besi.

Belum diketahui ke mana para tersangka teroris itu dibawa. "Kayanya sih ke (Markas Brigade Mobil) Kelapa Dua," ujar seorang petugas polisi di lokasi.

Aris Susanto, Indra Arif Hermawan, dan Muh Jahri, Senin (9/8) pukul 11.40 diterbangkan ke Jakarta menggunakan penerbangan khusus pesawat Kepolisian dengan nomor penerbangan PP 4401, dari Yogyakarta.

Aris dan Indra adalah kakak beradik orang yang diduga orang dekat gembong teroris Noor Din M Top.

Adapun Muh Jahri, pemilik rumah di Dusun Beji, Kedu, Temangung, yang diobrak-abrik Tim Detasemen Khusus 88 ketika mencari pria asal Malaysia pada Sabtu lalu.



* * *

Jenazah Itu Ibrohim? Polisi Tak Mau Spekulasi

Senin, 10 Agustus 2009

JAKARTA, KOMPAS.com — Banyak spekulasi beredar tentang identitas lelaki yang tewas dalam peristiwa tembak-menembak di sebuah rumah di Dusun Beji, Desa Kedu, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Ada pengamat yang yakin jika jenazah yang kini berada di Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, itu adalah Noordin M Top. Sebagian beranggapan, lelaki itu bukanlah teroris kelas wahid di Indonesia itu.

Terakhir beredar kabar di kalangan wartawan Mabes Polri, lelaki yang sempat mengaku sebagai Noordin M Top itu adalah Ibrohim alias Ibrahim, penata bunga (florist) Hotel Ritz-Carlton, Kuningan, Jakarta Selatan, yang memang menghilang sejak peledakan bom di JW Marriott dan Ritz-Carlton 17 Juli lalu.

Nama Ibrohim sudah disebut-sebut pascaledakan bom di kedua hotel milik Amerika itu. Wartawan berusaha mencari ke tempat kosnya, ke bekas rumah tinggalnya di Condet, sampai ke rumah mertuanya di Kuningan, Jawa Barat. Akan tetapi, jejak Ibrohim tak terlacak.

Mengenai spekulasi bahwa jenazah dari Temanggung itu adalah Ibrohim, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Nanan Sukarna menjawab diplomatis. "Polisi masih melakukan identifikasi," katanya.

Ditambahkan Nanan, siapa pun korban tewas itu harus jelas melalui identifikasi. "Jangan sampai menjadi polemik di lapangan," ujarnya kepada wartawan, di Mabes Polri, Jakarta, Senin (10/8).

* * *
Aris dan Indra Lebih Dikenal Nakal

Senin, 10 Agustus 2009

KOMPAS.com — PENANGKAPAN Aris Susanto (31) dan Indra Arif Hermawan (22), sebelumnya juga disebut Arif dan Hendra, dua kakak beradik warga Desa Kedu, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, yang diduga terkait jaringan terorisme sangat mengejutkan warga di desanya.

Berbeda dengan ciri-ciri orang yang diduga terkait terorisme, kakak beradik itu bukanlah sosok yang memiliki pemahaman agama dogmatis, kaku, dan kuat. Keduanya justru lebih dikenal sebagai pemuda nakal di desanya, meski dalam tiga tahun terakhir mulai insyaf.

Kedua pemuda tersebut dituduh membantu buron utama terorisme di Indonesia, Noordin M Top, dalam mengembangkan jaringannya di Temanggung. Aris jugalah yang diduga menyembunyikan pria yang diduga Noordin M Top di rumah pamannya, Muhdjahri (61) di Dusun Beji, Desa Kedu, Jumat (7/8) dini hari.

Berdasarkan informasi dari Aris dan Indra pulalah drama penangkapan pria misterius itu bermula. Drama penangkapan yang bakal tak terlupakan di benak warga Kedu.

"Aris itu orangnya kalau mengaji celelekan (semaunya sendiri). Sering tidak seriusnya. Membaca hadist dan Al Quran aja tidak fasih. Jadi, saya heran dia bisa dituduh teroris yang biasanya hafal Al Quran dan Hadist," kata Lutfi Syarifudin (22), rekan satu kelompok pengajian Aris dan Indra, Senin (10/8).

Aris dan Indra adalah anak kedua dan keempat dari lima bersaudara buah perkawinan Utomo (61) dan Darpinah (57). Sejak kecil, keduanya lebih dikenal orang-orang dekatnya sebagai anak nakal. Kenakalan tersebut sudah tumbuh sejak keduanya duduk di bangku SMP.

Untuk menamatkan bangku SMP, Aris harus berpindah dua kali, sedangkan untuk menamatkan pendidikan SMA-nya, dia harus berpindah di empat sekolah berbeda. Indra bahkan tak sempat lulus SMA. Dua kali Indra dikeluarkan dari pondok pesantren, yakni saat di Ponpes Assalam Magelang dan sebuah ponpes di Jepara.

"Mereka kerap drop out dari sekolah karena memang nakal, terutama berkelahi dengan teman-temannya. Aris pernah ditangkap polisi karena kasus narkoba juga," ujar Freddy Gustav (20), adik Aris dan Indra saat bertutur tentang dua kakaknya itu.

Pada tahun 2001, Darpinah pergi ke Arab Saudi untuk bekerja. Alasan utamanya adalah kesedihannya melihat kenakalan dua anak lelakinya itu tak pernah berhenti.

"Satu tahun saya di Arab. Pulang dari Arab saya jatuh sakit. Waktu sakit, saya bilang ke Aris dan Indra kalau mereka tak berhenti nakal, saya akan terus menderita sakit," tutur Darpinah.

Ancaman ibunya itu membuat Aris dan Indra mulai sedikit mengubah perilakunya. Tahun 2003 Aris pun menikah dengan gadis dari tetangga desa. Meski demikian, kenakalan Aris belum hilang sepenuhnya. Pada tahun 2005, dia bercerai.

Pada tahun 2006, Aris kembali menikah, sedangkan Indra menikah untuk kali pertama. Sejak pernikahannya itu, mereka mulai terlihat tidak lagi nakal. Keduanya lebih sibuk mengurus bengkel sepeda di dekat Pasar Kedu. Keduanya juga mulai mengikuti pengajian-pengajian taklim di berbagai tempat.

Kepala Desa Kedu, Purnomo Hadi, mengakui, selama tiga tahun terakhir, Aris dan Indra sudah mengubah sikap, dari pemuda kasar dan ugal-ugalan menjadi sosok yang baik dan sopan. "Sejauh ini saya melihat mereka sudah berubah baik. Jika sebelumnya hanya pengangguran yang luntang-lantung tidak keruan, sekarang mereka terlihat lebih bertanggung jawab," kata dia.

Selain membuka bengkel sepeda, keduanya juga menjual madu herbal di rumahnya. Sebulan lalu, Indra dan Lutfi membuka toko buku di rumah Indra.

Tiap Senin-Kamis dan Minggu Pahing, kakak beradik itu ikut pengajian rutin. Pengajian yang sudah dilakukan sejak setahun terakhir ini dilakukan berpindah-pindah dengan anggota sebanyak 10 orang. Awalnya, lokasi pengajian dilakukan di Masjid Ikhlasul Amal, Kedu. Namun, karena tak mendapat izin dari pengelola, pengajian pun berpindah-pindah.

Lutfi membantah pengajian itu mempelajari perihal Al Manhad Al Islamiyyah maupun penegakan syariat agama Islam dalam negara seperti yang banyak diyakini kelompok jaringan teroris. "Kami hanya belajar bahasa Arab dan sesekali mengaji Hadist dan Al Qu ran," kata dia.

Dari 10 anggota kelompok pengajian, lanjut dia, semuanya berasal dari Desa Kedu, tak satu pun dari luar daerah. Dia juga tak pernah melihat orang mirip Noordin M Top yang dituduhkan kerap bertemu dengan Aris dan Indra dalam pengajian untuk mengindoktrinasi keduanya. "Pengajian itu dipimpin seorang mahasiswa dari UNY, Pak Sarwadi. Dia hanya mengajari bahasa Arab, tidak lebih," kata dia.

Aris dan Indra termasuk peserta pengajian yang paling lambat dalam belajar. "Keduanya lebih banyak bercanda dan mengganggu temannya selama mengaji. Kenakalan mereka belum hilang," kata Lutfi.

Suatu kali Lutfi pernah menanyakan perihal kasus pengeboman Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton kepada Aris. Dengan enteng Aris menjawab, jihad kok pakai bom. "Aku tak mau seperti itu," tutur Lutfi menirukan Aris.

Berbeda dengan Aris, Indra relatif tertutup dan pendiam meskipun sama-sama agresif. Tak banyak pemikiran yang dikemukakan pemuda ini kepada orang-orang di dekatnya.

Lutfi menduga, bila sampai Aris dan Indra benar terkait dengan jaringan terorisme, hal itu mungkin karena ada orang yang menghasutnya. Dengan pemahaman agama yang masih minim, keduanya mudah untuk diarahkan menjadi ekstrem.

"Mungkin mereka pernah bertemu sama orang lain yang kami semua tidak mengetahuinya," kata dia.

Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Puwokerto, Machfudin Yusuf, mengatakan, pemahaman agama yang minim dan keterpinggiran secara sosial ekonomi membuat orang mudah terhasut oleh jaringan terorisme yang mengatasnamakan agama.

Persoalan ekonomi dan pemahaman agama yang kurang mudah dimasuki indoktrinasi. "Apalagi bila indoktrinasi itu dibungkus dalam bentuk janji-janji surga membuat seseorang mudah terpengaruh," ujar Machfudin.

Di saat yang sama, organisasi sosial keagamaan besar semacam Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, bahkan pemerintah kurang bisa menyentuh dan memberdayakan umat hingga relung desa. Maka, dengan leluasa, kaki tangan anasir gelap semacam Noordin mudah menyentuh mereka.

Aris dan Indra hanyalah dua dari sekian banyak potret pemuda di negeri ini yang mengalami tekanan sosial ekonomi dan minim tersentuh pemahaman agama secara baik. Penangkapan terus-menerus terhadap mereka tak akan menyelesaikan pokok persoalan. Semua pihak yang terkait harus bekerja keras agar pemuda semacam mereka tak terjerumus.

* * *



Perburuan Teroris belum Selesai

Senin, 10 Agustus 2009

DALAM lima hari terakhir, kita menyaksikan pergulatan mengagumkan aparat kepolisian kita. Melalui pasukan Detasemen Khusus 88, polisi kita menunjukkan kegigihannya memberangus teroris, bukan hanya kepada masyarakat di dalam negeri, melainkan juga kepada masyarakat internasional bahwa negeri ini serius memberangus teroris, bukan sekadar dalam tataran retoris.


Dimulai dari serangkaian penangkapan di Jakarta Utara, polisi mengepung dua rumah di dua tempat berbeda. Yang satu di Temanggung, Jawa Tengah, satunya lagi di Jati Asih, Bekasi, Jawa Barat.
Di Temanggung, polisi mampu melumpuhkan sejumlah orang yang diduga menjadi kaki tangan gembong teroris nomor satu, Noordin M Top. Bahkan, Noordin diduga telah tewas akibat baku tembak selama 18 jam di sebuah rumah di lereng bukit itu.


Dalam penggerebekan di Bekasi, polisi mendapati sejumlah bahan peledak dalam berbagai model siap ledak. Bersamaan dengan itu pula, polisi berhasil mengidentifikasi pelaku bom bunuh diri di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, Jakarta.


Kendati kepastian tewasnya Noordin masih harus menunggu tes DNA, kita patut mengapresiasi prestasi polisi dalam serentetan perburuannya menangkap dan menghajar teroris dalam lima hari terakhir ini. Perburuan tersebut, selain menunjukkan kita serius menggulung teroris, sekaligus juga membuktikan kita tidak takut dan menyerah melawan terorisme.
Berkali-kali dalam forum ini kita mengingatkan bahwa perang melawan terorisme adalah perang yang sangat panjang dan melelahkan. Karena itu, dibutuhkan stamina, kerja sama, dan kesabaran yang berlipat-lipat.


Andaikata hasil DNA menunjukkan yang tewas dalam penyerbuan di Temanggung bukan Noordin M Top, itu berarti polisi mesti melipatgandakan kewaspadaan, menajamkan pengendusan, dan kian merapatkan barisan. Publik juga harus terus proaktif membantu polisi dalam mengenali anatomi terorisme dan jaringannya.
Sebaliknya, kalaupun nanti hasil tes DNA memastikan bahwa yang tewas adalah Noordin, bukan berarti perburuan teroris dan penumpasan terorisme berakhir. Noordin pasti sudah beranak-pinak.
Bukankah kematian Dr Azahari yang disebut-sebut sebagai ahli bom terbukti belum menghentikan teror bom? Dua ledakan di Mega Kuningan dan ditemukannya bom siap ledak di Bekasi membuktikan hal itu.


Apalagi, Noordin sudah masuk ke Indonesia sejak akhir 2001. Itu berarti sudah sewindu warga negara Malaysia tersebut menjelajah berbagai tempat di Tanah Air. Hampir satu dasawarsa Noordin telah merekrut, membina, dan mengader puluhan--bahkan mungkin ratusan orang--menjadi pelaku teror.
Lagi-lagi, bom bunuh diri di Hotel JW Marriott yang dilakukan remaja belia menunjukkan munculnya generasi baru teroris binaan Noordin.


Maka, kita harus membantu polisi dalam mengakumulasi dan memperbarui seluruh pengetahuan, pengalaman, dan kekuatan dalam menangani terorisme.
Itu semua agar polisi dan kita, kelak, tidak kecolongan lagi dengan aksi terorisme dan tidak lagi menghadapi terorisme seolah-olah sebagai peristiwa pertama.
Kita bangga dan mengucapkan selamat kepada polisi, tapi perburuan belum sepenuhnya selesai.



* * *



Jawa Pos, 10 Agustus 2009



Kuat Dugaan Jasad Teroris Bukan Noordin



Istri Tak Yakin Tewas, Polisi Diminta Jujur

JAKARTA - Teka-teki identitas pria yang tewas dalam penggerebekan di Temanggung Sabtu lalu (8/8) masih ditutup rapat oleh polisi. Mabes Polri berdalih akan melakukan tes DNA secepatnya untuk menentukan kepastian jenazah itu adalah Noordin M. Top atau bukan. Sebab, menurut Kadivhumas Mabes Polri Irjen Nanan Soekarna, DNA keluarga Noordin sebenarnya pernah diambil.

Namun, mantan Kapolda Sumatera Utara itu tidak merinci tanggal pengambilan DNA penentu jenazah tersebut. "Kita berdasar fakta juridis, harus bisa dipertanggungjawabkan. Nanti jika itu benar Noordin, akan disampaikan oleh Kapolri. Kalau bukan, juga akan disampaikan," katanya kepada Jawa Pos kemarin.

Dari informasi yang dihimpun Jawa Pos, dugaan bahwa jasad yang kini terbujur kaku di ruang pendingin RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, itu bukan Noordin semakin kuat. Bahkan, polisi diduga salah perhitungan saat menggerebek rumah Muh Djahri.

Sebelum memberondong rumah di Dusun Beji, Kedu, Temanggung, Densus 88 membuntuti Noordin dan orang dekatnya sejak dari Bekasi. Itulah yang membuat polisi memperlakukan pengepungan rumah Muh Djahri dengan sangat istimewa. Yakni, menempatkan 200 personel dan 20 sniper dengan senjata dan peralatan lengkap. ''Kami tak mau gegabah karena Noordin selalu menggunakan bom,'' kata sumber koran ini di kepolisian.

Namun, setelah mengepung dan mengamati rumah hingga tengah malam, polisi terkejut ketika mengetahui bahwa di dalam rumah hanya ada satu orang. ''Padahal, bila perhitungan kami benar, seharusnya di dalam rumah ada dua orang,'' tuturnya. Perhitungan yang dimaksudkan adalah Noordin datang ke Temanggung bersama seorang tangan kanannya yang diyakini sebagai Teddy, wali nikahnya dengan Munfiatun pada 2004. Karena itu, dalam penyerbuan kemarin, polisi menyiapkan dua keranda.

Ketika di dalam rumah hanya ada satu orang, polisi menjadi ragu-ragu. Benarkah satu orang di dalam rumah itu Noordin? Lantas, ketika jasad pria yang tewas tersebut dilihat, lemaslah sebagian besar polisi. Sebab, sangat mungkin jasad tersebut bukan jasad Noordin.

''Kami belum tahu bagaimana dia (Noordin, Red) bisa lolos. Bisa jadi, dia tiba-tiba tak ada di rumah itu saat dikepung. Bisa jadi, dia tiba-tiba belok di jalan dan menuju entah ke mana,'' tutur sumber tersebut. Karena itu, polisi pun semakin ketat mengawasi in/out kota-kota di Jawa Tengah.

Dari hasil analisis tim intelijen, Perdana Menteri Australia Kevin Rudd juga tidak langsung percaya bahwa orang yang diberondong ratusan peluru itu adalah Noordin. Bahkan, Rudd segera menghubungi Presiden SBY untuk menanyakan langsung identitas orang yang tewas. "Masih tidak jelas siapa yang tewas dan siapa yang ditahan," kata Rudd seperti dikutip ABC.net.au, kemarin.

Australia sangat berkepentingan dalam kasus pengeboman JW Marriott dan Ritz-Carlton karena ada korban tewas dari negeri Kanguru itu. "Kami sedang menunggu konfirmasi lebih lanjut dari yang berwenang di Indonesia," jelas Rudd.

Kepala Centre for Violence and Terrorism Singapura Rohan Gunaratna lebih berani. Rohan sudah menyatakan jenazah tersebut bukanlah Noordin M. Top, gembong teroris yang paling dicari. "Dia (Noordin) belum tewas. Tes DNA akan membuktikan bahwa jasad yang ditemukan bukan Noordin M. Top," kata Rohan seperti dilansir Aljazeera.net.

Rohan adalah orang hebat di dunia antiterorisme. Dia membantu PBB membuat database anggota Al Qaidah, Taliban, dan komunitasnya. Dia juga ahli kontraterorisme yang menjadi instruktur di Densus 88, US NAVY SEALS, Swiss Federal Police, NYPD, dan Australian Federal Police.

Rohan juga penulis dan editor buku Inside Al Qaeda: Global Network of Terror (Columbia University Press). Buku itu menjadi best seller sekarang. "Saya benar-benar tidak yakin," katanya.

Identifikasi jenazah hingga 48 jam belum dinyatakan secara resmi itu berbeda dengan saat penggerebekan Azhari pada 9 November 2005 lalu. Saat itu Kapolri Jenderal Sutanto langsung menyatakan bahwa jasad yang dilumpuhkan di Batu, Jawa Timur, adalah Azhari sehari setelah operasi.

Sutanto saat itu yakin berdasar data sidik jari Azhari yang sudah dimiliki polisi. Data sidik jari Azhari itu diambil saat doktor bom asal Malaysia itu menjadi dosen tamu di UGM, Jogjakarta. Bahkan, Polri tak perlu cek DNA Azhari dengan keluarga.

Mengapa tidak dilakukan cek sidik jari pada jasad sekarang? Nanan tak menjawab secara pasti. "Apa pun yang dilakukan oleh tim identifikasi, tentu sudah ada prosedurnya," kata jenderal alumnus terbaik Akpol 1978 itu.

Secara terpisah Kepala Pusat Kedokteran Kesehatan Mabes Polri Brigjen Edi Saparwoko menjelaskan, proses identifikasi masih berjalan. "Kepada keluarga saya minta bersabar dulu. Ini masih on going process," katanya.

Edi menjamin identifikasi berjalan akurat. "Kita punya standar internasional," katanya. Tes DNA dilaksanakan di laboratorium canggih hasil hibah AFP Australia di Cipinang, Jakarta Timur. "Pekan depan selesai, semoga sebelum itu bisa tuntas, " tambahnya.

Bagaimana jika keluarga ingin melihat jenazah? Edi menjelaskan, harus ada izin resmi dari Densus 88 Mabes Polri. "Prosedurnya memang seperti itu. Bukan berarti polisi menghalang-halangi," katanya. Hingga kemarin baru keluarga Air Setyawan dan Eko Joko Sarjono yang sudah mengajukan surat permintaan. Jasad ketiga yang diduga Noordin tak ada yang mengklaim.

Seorang perwira pertama Mabes Polri yang terlibat dalam proses administrasi dan identifikasi jenazah menjelaskan, prosedur pengecekan jasad yang diduga Noordin sangat ketat. "Levelnya perwira menengah saja yang menangani. Kami hanya mendukung administrasinya," katanya kemarin.

Namun, dia menjamin foto yang beredar di internet yang memperlihatkan pemuda berkaus cokelat dengan kepala pecah terburai adalah palsu. "Foto itu adalah pemuda yang jatuh dari sebuah menara di Gorontalo pada 21 Juli lalu. Jadi palsu," katanya. Salah satu yang memuat foto itu adalah situs www. arrahmah.com.

Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi III DPR Soeripto meminta polisi segera mengumumkan siapa sebenarnya teroris yang ada di Temanggung. "Noordin atau bukan segera saja disampaikan agar tidak spekulatif," katanya. Mantan anggota Bakin itu memuji kinerja polisi dalam memberantas jaringan dan mengungkap siapa di balik pengeboman JW Marriott dan Ritz-Carlton. "Tapi, ada cacatnya, yakni tak bisa segera mengenali identitas orang yang diserbu 18 jam itu," katanya.

Mantan Kepala BIN Abdullah Mahmud Hendropriyono juga belum berani memastikan jasad itu Noordin. "Polisi harus segera melakukan pengecekan. Terus terang, saya ragu," katanya. Hendropriyono menambahkan, Noordin atau bukan jasad itu, kerja memberantas terorisme belum selesai. "Noordin itu hanya satu sel. Ibarat gurita, satu tentakelnya putus, yang lain bergerak terus," katanya.

Kabar tewasnya Noordin M. Top tak langsung ditelan mentah-mentah pihak keluarga. Istri Noordin, Arina Rahmah, disebut belum percaya seratus persen kalau mayat yang dibawa dari Temanggung adalah suaminya. Melalui pengacaranya, Arina tetap menunggu kepastian melalui tes DNA yang bakal dilakukan.

"Sejak awal kami yakin polisi pasti melakukan tes DNA sebelum memastikan siapa sosok yang ditangkap," ujar Asludin tadi malam. Dia menyatakan, kondisi Arina dan anak-anaknya baik-baik saja hingga saat ini. Mereka tetap berada di sebuah rumah dan dalanm pengawasan polisi.

Di samping itu, Asludin mengingatkan, kalaupun benar teroris yang tewas di Temanggung adalah Noordin, belum tentu yang bersangkutan adalah suami kliennya. "Masyarakat jangan buru-buru berspekulasi," ujarnya.

Sejak awal diperiksa, Arina mengaku suaminya bernama Ade Abdul Halim, dan bukan Noordin M. Top. Namun belakangan, perempuan berumur 25 tahun kelahiran Cilacap itu mengakui kalau wajah suaminya mirip dengan beberapa foto gembong teroris itu. "Intinya, kami tetap mendukung (polisi) untuk menuntaskan semuanya," jelas Asludin.

Peneliti UI Rizal Darmaputra yang beberapa kali meriset teror di Afghanistan itu menilai jenazah yang diduga Noordin di Temanggung tidak melakukan perlawanan secara gigih. "Tidak ada aksi meledakkan diri, bahkan mengaku kalau saya Noordin. Ini mirip Kapten Pierre Tendean ajudan Jenderal AH Nasution saat mengaku di peristiwa gerakan 30 S PKI," katanya.

Polisi harus mewaspadai serangan baru yang bisa terjadi. "Jaringannya masih hidup, bahkan kalau Noordin tewas pun, sel-sel baru tetap ada dan membentuk pola baru," katanya. (rdl/ano/fal/aga/iro)

0 Comments:

Post a Comment