Oleh Badar Dg Lelleng*

Korupsi merupakan sebuah tindakan yang sangat meresahkan Bangsa Indonesia beberapa tahun belakangan ini. Bagaimana tidak, di tengah kemiskinan yang mendera Rakyat Indonesia, para pejabat negara dengan tidak memiliki rasa malu mencuri uang rakyat untuk kepentingannya sendiri.

Banyak orang menganggap bahwa persoalan korupsi merupakan sebuah bentuk dari ditinggalkannya nilai-nilai moral maupun nilai agama yang berimbas pada tidak takutnya para pejabat kepada Tuhan sehingga lebih mudah untuk mempermainkan hukum. Ada juga yang menganggap bahwa persoalan ini merupakan persoalan lemahnya penegakan hukum.


Benarkah anggapan-anggapan tersebut? Persoalan korupsi sebenarnya merupakan persoalan menyejarah yang banyak mempengaruhi watak masyarakat Indonesia yang kolonialis yang berwatak koruptif untuk itu penting kiranya kita memulai pembahasan ini dengan melihat sejarah sebagai bahan pembelajaran sekaligus melihat akar persoalan sebenarnya dari permasalahn korupsi yang sudah mengakar hingga ke struktur terendah di negeri ini.


Berawal dari bangkrutnya kolonial Belanda akibat dari perang panjang yang melibatkan negara-negara kapitalis besar yang biasa disebut dengan Perang Dunia I, mulailah pemerintahan kolonial Belanda menerapkan satu kebijakan yang disebut politik etis yang memaksa masyarakat Indonesia untuk menanam tanaman yang laku di pasaran eropa.

Dengan menggunakan struktur kekuasaan lokal (kerajaan-kerajaan/tuan feodal), kolonial Belanda mulai melancarkan kebijakannya. Struktur kekuasaan lokal ini bertugas memungut hasil pertanian yang dikerjakan olah masyarakat. Dari sini, tuan feodal yang bertugas memungut hasi pertanian mulai melakukan penggelapan.

Politik Etis Mempertajam Watak Korupsi

Politik etis merupakan sebuah kebijakan yang diterapkan akibat kemenangan kaum borjuis liberal di parlemen Belanda. Kaum borjuis liberal ini mulai memperbarui aturan perdagangan yang tadinya dilakukan oleh monopoli VOC yang berujung pada kebangkrutan akibat dari korupsi yang banyak terjadi dalam tubuh organisasi dagang milik kerajaan Belanda.

Aturan dagang tersebut dirubah menjadi aturan dagang yang liberal. Perdagangan tidak lagi ditangani oleh VOC semata tapi juga dilakukan oleh pedagang-pedagang lainnya. Inilah yang diterapkan di Indonesia, mulailah industrialisasi di Indonesia. Persoalan kemudian muncul ketika masyarakat tidak siap menjalankan mesin dan menjalankan perusahaan secara profesional.

Untuk itulah mengapa politik etis diterapkan di Indonesia. Politik Etis dirancang untuk mengakomodasi kepentingan industrialisasi di Indonesia. Salah satu unsur dari politik etis tersebut adalah pendidikan. Pendidikan yang diterapkanpun sangat diskriminatif. Yang bisa bersekolah tinggi adalah mereka yang memiliki gelar kebangsawanan (kaum feodal. Yang terjadi kemudian adalah para koruptor di masa tanam paksa, disekolahkan sehingga yang mendapat posisi sebagai pejabat administrasi perusahaan pada waktu itu adalah para tuan feodal yang masih membawa watak korupsi. Tapi ada juga dari mereka yang sadar dan melakukan perlawanan terhadap Belanda. Mereka yang melakukan perlawanan terhadap Belanda inilah yang banyak tergabung dalam berbagai organisasi-organisasi pembebasan nasional.

Dari sistem pendidikan nasional inilah yang melahirkan para birokrat berwatak penjajah, mencuri uang rakyat untuk kepentingan sendiri. Mereka inilah yang memimpin Indonesia selama beberapa tahun paska Indonesia merdeka.

Jadi pada dasarnya korupsi tidak ada kaitannya dengan persoalan moral bangsa ini, namun terkait dengan persoalan watak pemimpin yang terbangun sejak lama. Memang persoalan moral merupakan salah satu permasalahan, tapi bukan merupakan sebuah akar masalah yang penting untuk dijadikan solusi. Persoalan utamanya adalah persoalan ekonomi dan politik. Persoalan ekonomi dimana sistem ekonomi yang diterapakan adalah sistem ekonomi peninggalan penjajah dan sistem politik yang tidak memberikan kesempatan kontrol rakyat terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.


Sistem pemerintahan seperti ini merupakan sebuah watak yang tumbuh berkembang sejak pemerintahan kolonial Belanda berkuasa di Indonesia, bahkan jauh sebelum itu sejak adanya feodalisme. Watak feodal ini adalah watak yang menganggap bahwa rakyat adalah bawahan dan tidak ada hak mereka untuk mengontrol. Sebuah watak yang menciptakan kepatuhan semu secara struktural dalam masyarakat.

Memberantas Korupsi?

Pemberantasan korupsi adalah salah satu persoalan yang sangat sulit untuk ditemukan solusinya. Hal ini terjadi karena cara pandang kita terhadap korupsi yang tidak komprehensif dan mendalam. Kita menganggap persoalan korupsi hanyalah persoalan hukum belaka sehingga penyelesaiannya pun juga mesti melalui cara-cara prosedur hukum.

Korupsi merupakan persoalan yang dipengaruhi oleh permasalahan yang kompleks, mulai dari persoalan kesejarahannya hingga persoalan kenegaraan atau keinginan pemerintah dalam memberantas korupsi.

Tentunya berharap dari kondisi pemerintah untuk melakukan pemberantasan korupsi adalah hal yang mustahil karena tidak mungkin seorang terdakwa dapat mengadili dirinya sendiri. Begitu pula dengan pemerintah, pemerintahlah yang selama ini paling rawan melakukan tindakan korupsi.

Lalu siapa yang harus diberikan tanggung jawab? Di sinilah tugas penting masyarakat dalam mengontrol jalannya pemerintahan, tidak hanya sekedar pada bidang korupsi tentunya tapi juga dalam pembuatan kebijakan publik.


* Penulis adalah anggota PRP Makassar, sekaligus anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Sulawesi Selatan.

** Siapa saja dipersilahkan mengutip, menggandakan, menyebarluaskan sebagian atau seluruh materi yang termuat dalam portal ini selama untuk kajian dan mendukung gerakan rakyat. Untuk keperluan komersial pengguna harus mendapatkan ijin tertulis dari pengelola portal Prakarsa Rakyat. Setiap pengutipan, penggandaan dan penyebarluasan sebagian atau seluruh materi harus mencantumkan sumber (portal Prakarsa Rakyat atau www.prakarsa-rakyat.org).

0 Comments:

Post a Comment