(tolong ingatkan kepada semua kaum perempuan yang anda kenal)
Assalamu`alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Saudara dan saudari kaum muslimin dan muslimat
Renungan
khususnya untuk para wanita dan diriku sendiri.

Sayidina Ali ra menceritakan suatu ketika melihat
Rasulullah saw menangis manakala ia datang bersama Fatimah.

Lalu keduanya bertanya mengapa Rasulullah saw menangis. Beliau menjawab: "Pada malam aku di-isra'-kan, aku melihat perempuan-perempuan yang sedang disiksa dengan berbagai siksaan. Itulah sebabnya mengapa aku menangis. Karena, menyaksikan mereka yang sangat berat dan mengerikan siksanya."

Putri Rasulullah saw kemudian menanyakan apa yang dilihat ayahandanya:
"Aku lihat ada perempuan digantung rambutnya, otaknya mendidih.
Aku lihat perempuan digantung lidahnya, tangannya diikat ke belakang dan timah cair dituangkan kedalam tengkoraknya.
Aku lihat perempuan tergantung kedua kakinya dengan terikat tangannya sampai ke ubun-ubunnya, diulurkan ular dan kalajengking.
Dan aku lihat perempuan yang memakan badannya sendiri, dibawahnya dinyalakan api neraka. Serta aku lihat perempuan yang bermuka hitam, memakan tali perutnya sendiri.
Aku lihat perempuan yang telinganya pekak dan matanya buta, dimasukkan kedalam peti yang dibuat dari api neraka, otaknya keluar dari lubang hidung, badannya berbau busuk karena penyakit sopak dan kusta.
Aku lihat perempuan yang badannya seperti himar, beribu-ribu kesengsaraan dihadapinya.
Aku lihat perempuan yang rupanya seperti anjing, sedangkan api masuk melalui mulut dan keluar dari duburnya sementara malikat memukulnya dengan pentung dari api neraka," kata Nabi saw.

Fatimah Az-Zahra kemudian menanyakan mengapa mereka disiksa seperti itu?
Rasulullah menjawab:
"Wahai putriku, adapun mereka yang tergantung rambutnya hingga otaknya mendidih adalah wanita yang tidak menutup rambutnya sehingga terlihat oleh laki-laki yang bukan muhrimnya.
Perempuan yang digantung susunya adalah istri yang 'mengotori' tempat tidurnya.
Perempuan yang tergantung kedua kakinya ialah perempuan yang tidak taat kepada suaminya, ia keluar rumah tanpa izin suaminya, dan perempuan yang tidak mau mandi suci dari haid dan nifas.
Perempuan yang memakan badannya sendiri ialah karena ia berhias untuk lelaki yang bukan muhrimnya dan suka mengumpat orang lain.
Perempuan yang memotong badannya sendiri dengan gunting api neraka karena ia memperkenalkan dirinya kepada orang yang kepada orang lain bersolek dan berhias supaya kecantikannya dilihat laki-laki yang bukan muhrimnya.
Perempuan yang diikat kedua kaki dan tangannya ke atas ubun-ubunnya diulurkan ular dan kalajengking padanya karena ia bisa shalat tapi tidak mengamalkannya dan tidak mau mandi junub.
Perempuan yang kepalanya seperti babi dan badannya seperti himar ialah tukang umpat dan pendusta. Perempuan yang menyerupai anjing ialah perempuan yang suka memfitnah dan membenci suami."
Mendengar itu, Sayidina Ali dan Fatimah Az-Zahra pun turut menangis. Dan inilah peringatan kepada kaum perempuan.

 Sumber: Aku Seorang Wanita

JAKARTA, KOMPAS.com - Ledakan pasar seni rupa pada tahun 2008, telah menggeser peran seni sebagai media komunikasi untuk mengungkap berbagai persoalan sosial. Demi tuntutan ekonomi, seni lebih banyak menghamba pada pasar dan para perupanya sibuk memenuhi pesanan galeri.

Keadaan itu meresahkan sekelompok seniman muda Yogyakarta, yang bergabung dalam Kelompok Kebudayaan Tritura. Mereka berupaya mengembalikan fungsi seni sebagai media komunikasi demi kesejahteraan masyarakat. Salah satu isu yang tengah gencar diangkat Tritura adalah persoalan buruh migran.

Sebanyak 56 seniman Tritura menggugah kembali kesadaran masyarakat, akan nasib buruh migran melalui pameran seni bertajuk Artspirasi Buruh Migran: Melintasi Batas di Taman Ismail Marzuki Jakarta 2-12 Mei.

Selain lukisan, para perupa juga membuat seni instalasi dan patung. Pameran tersebut didukung oleh Yayasan TIFA, Komnas Perempuan, dan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Peduli Buruh Migran.

Sumarwan, Ketua Kelompok Kebudayaan Tritura, Kamis (3/5/2012), mengatakan, seni yang mulai didikte pasar membuat para seniman lupa akan peran mereka bagi masyarakat.

"Banyak perupa yang karena memenuhi tuntutan pasar akhirnya hanya sibuk di studio saja, dan tidak lagi terjun ke masyarakat,"  kata Sumarwan.

Artspirasi banyak menggali persoalan-persoalan yang dialami buruh migran, selama mereka bekerja di negeri orang.

Sebelum menciptakan karya untuk artsipirasi ini, sebagian seniman wajib melakukan observasi dan eksplorasi langsung ke lapangan, tinggal bersama keluarga buruh migran untuk ikut merasakan persoalan yang mereka hadapi.

Para seniman ini masuk ke kantong-kantong buruh migran, seperti Indramayu, Cirebon, Jepara, Blitar, dan lain-lain.

"Kami tinggal selama satu bulan, bergaul dengan mereka, dan ikut menjalani kehidupan mereka sehari-hari," kata Tri Suharyanto, perupa dari Sonopakis Bantul DI Yogyakarta, yang hidup bersama keluarga buruh migrant di desa Glimpang Pasir, Cilacap, Jawa Tengah.

Ia menemukan fakta, 80 persen warga desa pernah menjadi buruh migran. Padahal desa itu memiliki kekayaan alam pasir besi, yang hasilnya justru dikeruk pengusaha besar sementara warga tidak mendapatkan apa-apa.

Kondisi itu direspon Suharyanto, dengan membuat lukisan berjudul Wajah Serambi Indonesia, yang menggambarkan siluet gelap rumah kumuh dengan latar belakang industri berat.

Ia juga menciptakan karya patung Keris Pamor Garuda Pancasila, yang dalam imajinasinya akan mampu mengatasi persolan bangsa dengan kesaktiannya.

Persoalan pengangguran direspon perupa A Bambang Harnawa, dengan membuat seni instalasi berupa tubuh perempuan terperangkap dalam kurungan ayam.

Bambang ingin mengungkapkan bahwa perempuan buruh migran yang berjuang untuk menghidupi keluarganya, banyak mengalami berbagai persoalan seperti perkosaan, penyiksaan, bahkan hukuman mati. Nasib perempuan buruh migran, seperti binatang piaraan yang dikurung untuk diperjualbelikan ke negara asing.

Tritura dibentuk pada tahun 2008 oleh sekelompok seniman muda, yang resah melihat kondisi dunia seni yang semakin mengabdi pada pasar. Suharyanto mengatakan, seniman, terutama perupa, banyak menciptakan tema dan karya yang "seksi" agar dilirik galeri.

Galeri dan ruang pamer juga semakin tidak memberi tempat pada tema-tema sosial semacam artspirasi.

Sebagai bentuk langsung pengabdian para seniman kepada masyarakat, Tritura juga memanfaatkan seni sebagai alat advokasi.

Bersama jaringan LSM buruh migran, seniman musik Tritura yang akan menggelar tur di berbagai daerah sekaligus akan membuka gerai informasi dan konsultasi untuk mereka yang akan mengadu nasib ke luar negeri. (LUSIANA INDRIASARI)

Lusiana Indriasari | Agus Mulyadi | Kamis, 3 Mei 2012

Foto: Lily Pujiati (Koordinator Peduli Buruh Migran) pada Pembukaan Artspirasi Buruh Migran: Melintasi Batas, 2 Mei 2012, Galeri Cipta II TIM, Jakarta (Peduli Buruh Migran)


Sumber: Peduli Buruh Migran

;;